"Jika memang itu yang diinginkan, mungkin jalan terbaik memang harus kita tunda dulu sampai Irsyad kembali dari Arab." Seketika aku mendongak. Mas Algha hendak pergi ke Arab? Bahkan ia tak pernah memberitahu ku.
"Maaf Baba, selama saya pergi, saya juga ingin membebaskan Neng Ayu jika ingin menerima pinangan laki-laki lain."
"Maksud kamu apa Leh?" Tanya Muya tak percaya. Tentu saja semua kaget dengan penuturan mas Algha. Aku pun paham, saat mas Algha mengucapkan demikian, itu artinya ia sudah membatalkan pertunangan kami.
"Maaf Muya! Arsyad cuma tidak ingin membebani Neng Ayu dengan ikatan ini!" Air mataku sudah mengalir dengan sendirinya.
"Arsyad juga sudah mencabut berkas-berkas kami di KUA dan sudah di proses oleh Ammi. Maaf, jika Arsyad tidak memberi tahu terlebih dahulu."
"Sebenarnya ada apa diantara kalian? Jika memang ada masalah lebih baik dibicarakan baik-baik. Jangan tiba-tiba memutuskan demikian!" Tutur Buya. Aku dan mas Algha sama-sama bungkam tak bersuara.
"Nduk, Leh! Cobalah kalian jujur, apa yang sebenarnya terjadi? Tidak mungkin jika kalian tiba-tiba memutuskan ini. Inget, fitnahnya orang yang hendak melakukan kebaikan itu banyak! Jangan sampai kalian termakan hasutan setan!" Kali ini Baba yang bersuara. Aku yakin, didalam nasihat Baba, beliau menyimpan kekecewaan yang mendalam.
"Bo ... Boleh Ay bersuara?" Tanyaku terbata-bata dengan air mata yang terus mengalir. Baba menatapku cemas. Buya mengangguk mempersilahkan. Bahkan Muya menggosok punggungku menenangkan.
"Sebelumnya Ay minta maaf. Hiks! Ay terima apapun keputusannya setelah ini. Namun, beri kesempatan Ay untuk menjelaskan!" Ucapku memberi jeda sebentar.
"Ay memang pernah mengatakan bahwa Ay belum siap menikah dan ingin menata karir terlebih dulu," aku memberanikan diri melirik mas Algha, ia memalingkan wajahnya.
"Tapi, setelah tanggal pernikahan ini ditetapkan, Ay sudah yakin, seyakin-yakinnya," mas Algha kini menyunggingkan senyumnya. Aku tak tahu kenapa ia terlihat begitu benci padaku saat ini. Sebegitu besarnya kah sakit hatinya padaku.
"Kemarin, secara tidak sengaja Ay menolong korban kecelakaan tunggal di jalan. Sepasang suami istri, terlebih istrinya sedang mengandung. Ay tidak tega hingga akhirnya Ay membawanya ke rumah sakit. Suaminya mengalami patah tulang di kakinya. Sedangkan sang istri meninggal dunia setelah melahirkan putrinya."
"Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un!"
"Lalu apa hubungannya dengan dengan kalian?"
Aku menarik nafas dalam-dalam, "Korban kecelakaan itu, Gus Irsyad dan istrinya," ucapku menunduk.
"Kamu masih berhubungan dengan dia?" Tanya Baba emosi.
"Kita dengerin Ay dulu ya Ba!" Pinta Mama menenangkan Mama.
"Ay murni hanya niat menolong. Terlebih saat Bunyai Marfuah bercerita bahwa cucunya memiliki permasalahan di paru-parunya saat lahir. Ay kasihan, saat bayi kecil itu menatap dunia, saat itu pula sang ibu meninggalkannya. Hingga kemarin, Bunyai Marfuah menelpon Ay. Beliau meminta bantuan Ay untuk menemani Irsyad dan putrinya karena pesantren beliau sedang kebanjiran. Ay juga ngga tau kenapa tiba-tiba ada mas Algha disana dan mendengar sebagian percakapan kami. Ay tahu Ay salah. Ay minta maaf mas! Tapi apa yang mas Algha dengar, itu hanyalah candaan saja. Ay benar-benar tidak ada niatan untuk berpaling mas!"
"Sek sek! Emang candaannya apa?" Tanya Teh Khalwa.
"Sebelumnya Gus Irsyad menanyakan bagaimana hubungan Ay dengan mas Algha, Ay jawab baik. Kemudian dia menimpali candaan, 'ngga mau berpaling? Udah jadi duren loh' belum sempat Ay jawab, tiba-tiba sudah ada mas Algha di depan pintu masuk yang terbuka lebar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku, Kamu! [SELESAI]
Teen FictionTerkadang hidup tak seperti apa yang kita bayangkan. Boleh jadi hari ini sesuai dengan rencana kita, namun besok yang terjadi diluar nalar kita. Jodoh, rezeki, maut, sudah tergariskan sedemikian rupa. Hanya saja, mampukah kita menjalaninya dengan ik...