Bertemu

1.8K 138 13
                                    

PERHATIAN-PERHATIAN!!!!

DISIAPKAN PASUKANNYA UNTUK MENYAMBUT KEDATANGAN GUS ARSYAD!!!

DISIAPKAN HATINYA 🤣

CIEEE YANG SENENG GUS ARSYAD UDAH PULANG 😂

NGGA MAU TAU POKOK HARUS KOMEN YANG RAME!!!

KALO KOMENNYA LEBIH RAME JAUH DARI PART-PART SEBELUMNYA, JANJI DEH BESOK ATAU SELASA AKU UPDATE LAGI WKWK

HAPPY WEEKEND SEMUANYA 🤗









****

Entah sudah berapa lama aku berkutat dengan laptop yang menampilkan angka didepanku. Nyatanya mengurusi keuangan itu seribet ini. Bagaimana jika nanti aku mengatur keuangan rumah tangga.

Oh tidak! Jangan dipikirkan sekarang Ay! Masih belum waktunya!

Sejak penawaran Muya, aku benar-benar bekerja di resto Tante Ira, teman Muya. Lebih tepatnya di rumah makan tsalisah yang cabangnya sudah menyebar hampir di setiap kecamatan di kota ini. Aku tak tahu, yang kutempati cabang ke berapa.

Ternyata resto ini awalnya dibangun oleh Muya dan kedua sahabatnya yang berlanjut hingga sekarang. Hanya saja pengolahannya sudah tidak diurus secara bersamaan. Muya dan sahabat-sahabatnya saling berbagi agar mudah dalam kepengolahan.

Satu bulan yang lalu, aku pun sudah sidang skripsi dan alhamdulillah dinyatakan lulus. Antara senang dan terharu, akhirnya aku bisa menyelesaikan studiku. Untuk wisuda masih menunggu sekitar dua sampai tiga bulan lagi. Tak apalah, lagian aku juga sudah menemukan pekerjaan yang nyaman. Setidaknya aku sudah tidak pengangguran.

Tepat memasuki waktu ashar, semua laporan keuangan sudah selesai. Aku menarik napas, kemudian ku lepas. Akhirnya, laporan bulan ini ada peningkatan. Kumatikan laptop, kemudian membereskan semua barang-barangku. Satu jam lagi, jam kerjaku sudah selesai. Ya, meskipun resto ini buka hingga pukul 9 malam, aku tak bekerja semalam itu. Jam kerjaku hanya sampai pukul 4 sore. Selebihnya sudah ditanggung jawabkan pada kepala karyawan.

Ting!

Bunyi notifikasi di teleponku, membuatku sedikit penasaran. Aku terbiasa mengarsipkan semua pesan WhatsApp, agar tak ada notifikasi saat ada pesan baru. Jika memang ada notifikasi, itu berarti pesan dari orang baru. Ku lirik sekilas bertuliskan 'Gus Arsyad'.

Ah iya aku lupa, kemarin Muya memintaku untuk menyimpan nomor telepon Gus Arsyad. Seminggu yang lalu dia pulang dari Arab, namun masih singgah dulu ke Madura. Kata Muya kemarin Gus Arsyad akan pulang. Rencananya hari ini akan menemui ku for the first time. Deg-degan sumpah. Oiya sampai lupa membalas pesannya.

Seketika aku berdiri saat membaca balasan dari Gus Arsyad

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seketika aku berdiri saat membaca balasan dari Gus Arsyad. Segera aku keluar menuju meja-meja yang tak begitu ramai. Mataku terfokus pada meja yang dimaksudnya.

Benar, sudah ada seorang cowo dengan secangkir kopi dihadapannya. Posisinya membelakangi posisiku. Aku masih ragu untuk menghampirinya.

"Mbak! Mas di meja itu tadi nanya mbak!" Ucap tiba-tiba Lula sang kepala karyawan.

"Ah! I.. iya, makasih!" Jawabku kemudian berjalan menghampiri Gus Arsyad.

Aku menyipitkan mata ragu, memastikan semoga bukan seseorang yang ku kenal. Oh ayolah, kenapa aku tiba-tiba teringat dia. Mungkin hanya postur tubuhnya saja yang sama.

Entah mengapa, aku memperlambat langkahku. Wajahnya tak begitu kentara dari samping. Tapi, aku sudah mampu membaca siapa dia. Aku masih berusaha positif thinking, semoga bukan! Aku segera mengirim pesan pada Salma untuk memastikan sesuatu.

 Aku masih berusaha positif thinking, semoga bukan! Aku segera mengirim pesan pada Salma untuk memastikan sesuatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seketika tubuhku lemas membaca balasan dari Salma. Kenapa harus dia?

"Ayu?" Panggilnya menyadari keberadaan ku. Tanganku gemetar, jantungku berdegup kencang, mulutku bahkan sangat kelu untuk berkata-kata. Membuatku tersenyum sedikit berat.

"M .... Mas?" Sapaku. Aku masih tak percaya, apakah ia benar-benar putra dari Kiai Arham dan Bunyai Zafira.

Bolehkah aku berharap bukan!

"Duduk!" Tawarnya tersenyum manis.

"Kaget banget mukanya!" Canda mas Algha.

"Jadi?" Tanyaku memberanikan diri.

"Iya, saya Arsyad tunangan sampeyan. Arsyad panggilan saya di rumah," aku menjawab hanya mengangguk. Jujur, aku tidak tahu harus berbuat apa.

Bagaimana reaksi Salma jika tunanganku adalah orang yang disukainya. Aku juga tidak mungkin mengecewakan dua keluarga.

"Sampeyan bener-bener ngga tau kalau saya?" Tanyanya tertawa ringan membuatku meringis.

"Ya sudah, yuk siap-siap pulang! Sebentar lagi jam 4!" Ajaknya membuatku pamit mengambil barang-barang ku.

Aku pergi meninggalkan rumah makan tsalisah setelah pukul 4 lebih. Pikiranku terus terbayang-bayang wajah Salma. Aku takut Salma akan marah padaku tentang hal ini.

"Sampeyan kenapa?" Tanya mas Algha melihatku gelisah di kursi penumpang. Sedangkan ia, masih fokus menyetir di depan.

"Ngga apa-apa kok!"

"Sudah shalat ashar?"

"Belum, di rumah aja ..."
Jarak antara tempat ku Bekerja dengan rumah, memanglah tak begitu jauh. Hanya sekitar lima belas menit perjalanan.

Saat sampai di rumah, aku segera membersihkan diri, membiarkan mas Algha berbincang-bincang dengan Baba. Sepertinya mereka sudah akrab. Terlebih kehadiran Humam, semakin membuat ruang tamu ramai.

Selepas shalat, aku turut bergabung ke ruang tamu dengan terbalut mukenah. Nanggung, beberapa saat lagi sudah Maghrib. Terlebih memakai mukenah senyaman itu, membuatku betah berlama-lama, bahkan tak jarang selepas subuh tertidur meringkuk diatas sajadah hehe.

"Walah, jadi sebenarnya kalian sudah kenal?" Tanya Baba.

"Iya Ba, bahkan Masnya pernah kesini nganterin Mbak Ay, ya kan mas?" Sahut Humam yang mendapat anggukan dari mas Algha.

"Ya kalau gitu, ngga usah nunggu lama buat nikah dong? Lagian Ayu sudah lulus, tinggal tunggu wisuda!" Ucap Baba saat aku duduk di samping Mama.

"Saya terserah Ayu saja Ba!" Ucap mas Algha menoleh kearah ku.

Sepanjang percakapan hingga adzan Maghrib, aku hanya terdiam. Sesekali tersenyum menanggapi bercandaan. Terlebih Humam yang sangat mendominasi. Ia terlihat senang sekali dengan mas Algha.

Setelah makan malam, mas Algha pamit pulang. Baba menyarankan agar jarang bertemu antara kami hingga menikah nanti. Akupun belum memberi keputusan untuk menikah kapan. Aku masih ingin menjelaskan hal ini pada Salma. Bahkan aku tak yakin, akankah pertunangan ini akan terus berlanjut.

Entahlah, sejak awal aku mengetahui bahwa mas Algha orangnya, aku merasa ragu untuk melanjutkannya. Mas Algha pun sepertinya menyadari kegelisahan ku. Ia tak banyak menuntut dan mendesak ku. Aku masih butuh waktu untuk menerima semua ini. Mungkin jika bukan mas Algha, tidak akan serumit ini.

Jodohku, Kamu! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang