Hujan

1.4K 115 18
                                    

Alunan rintikan hujan terus menghibur kesepian sore ini, mewarnai penjuru kota dengan bulir-bulir beningnya. Beribu-ribu kali jatuh menemani diri yang sedang rapuh.

Orang-orang terlalu sibuk merenung hingga menjadikannya berkabung. Kita lupa bahwa hujan adalah waktu istijabah untuk berdoa. Kesibukan dunia, kefanaan dunia, membuat kita memejamkan mata.

Jangan heran kenapa hujan menjadi sebab terjadinya bencana alam.

Jangan heran kenapa hujan membuat aktivitas menjadi terhambat. Jangan heran jika hujan mendatangkan musibah meruah. Semua tak luput karena kelalaian manusia.

Sama halnya hari ini, sudah dapat dipastikan banyak manusia yang mengeluh. Bagaimana tidak, hujan turun sejak pagi menjelang siang. Ibu-ibu rumah tangga mengeluh karena jemuran tak lagi kering.

Para petani mengeluh ladangnya yang rusak lagi. Para kuli mengeluh yang tidak menghasilkan receh hari ini. Tak luput para karyawan disini, mereka pun mengeluh sebab belum ada lima pengunjung di hari ini. Musim hujan bingung, musim kemarau pun sama. Dasar manusia tak pernah ada rasa cukupnya.

Hujan masih belum berhenti hingga sore hari. Aku yakin, jalan utama air sudah pasti naik. Ah! Membuatku malas untuk pulang. Oh tapi aku ada janji untuk mengecek ruko dengan Vany hari ini. Aku dan tiga partnerku berniat ingin membuka outlet baru sekaligus untuk tempat produksi. Rencananya, Vany dan Mila yang akan tinggal di outlet. Untuk Ana tidak mungkin karena dia sudah bersuami, begitupula aku.

Drttt! Ponselku bergetar saat aku membereskan barang-barangku untuk pulang. Tertera nama Vany disana.

"Assalamualaikum Van?"

"Waalaikumussalam, sudah pulang? Aku sudah di lokasi," sahutnya.

"Oh oke-oke aku otw ya!" Jawabku kemudian menutup telpon. Lokasi memang tak begitu jauh dari tempatku bekerja. Hanya membutuhkan waktu lima menit saja.

Hujan kembali mengguyur saat aku baru saja memarkirkan motor. Untung saja bajuku tidak terlalu basah. Aku langsung bergabung dengan Vany dan pemilik ruko.

Pak Rendra menemani kami mengelilingi ruko dan menjelaskan ruangan yang ada disana. Tak begitu lama, setelah mempertimbangkan beberapa hal aku dan Vany memilih ruko ini. Sebelumnya ada beberapa ruko yang sudah kami survei dan belum memenuhi kriteria kami.

"Bagaimana Bu? Mungkin jika ingin ada perubahan atau penambahan sekat pihak kami bisa membantu!" Ucap pak Rendra.

"Boleh pak, untuk harga bolehlah diturunkan sedikit," tawar Vany.
Setelah mendapat harga yang disepakati, aku dan Vany duduk di ruangan pak Rendra. Kami sedang menunggu administrasi yang harus ditandatangani.

"Ay! Banjir nih!" Ucap Vany menyodorkan ponselnya. Tertampak disana, air sudah setinggi lutut orang dewasa.

"Banjir kok malah heboh dokumentasi bukan malah ngungsi!" Timpalku.

"Emang ya ... Orang sekarang mah gitu! Tuh yang dikhawatirkan malah sawahnya bukan dirinya!" Ucap Vany saat seseorang berkomentar sedih mengenai sawahnya yang terkena banjir.

"Itu sebenarnya karena manusia sendiri. Hujan adalah berkah bahkan termasuk waktu yang di istijabah. Tapi kita lupa untuk berdoa kerena terlalu sibuk memikirkan dunia. Akhirnya seperti itu, Allah mendatangkan bencana agar kita kembali kepada-Nya."

"Iya bener, lindungi mereka ya Allah!"
Drttt!! Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku pamit pada Vany untuk mengangkat telpon.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumussalam! Nduk, ini umminya Irsyad!"

"Oo nggih Tante, ada apa?" Sapaku sedikit terkejut. Pasalnya yang menelpon adalah Irsyad.

Jodohku, Kamu! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang