Terbongkar

1.7K 133 9
                                    

"Neng, saya yakin, sampeyan wanita yang kuat. Jaga ya putra kita! Maaf, saya tidak bisa menemani sampeyan!" Ucapnya mencium keningku lama. Kemudian mas Algha setengah jongkok mensejajarkan tubuhnya dengan perutku.

"Assalamualaikum jagoan Ayah! Jaga bunda, ya, Nak! Jangan nakal! Jangan bikin bunda kesusahan! Percayalah! Ayah sangat menyayangimu! Ucapnya mengelus kemudian mencium perutku begitu lama.

Aku terharu dengan penuturan mas Algha. Bahkan hingga air mataku mengalir begitu saja. Tapi, mulutku begitu kelu hanya untuk mengucapkan terima kasih padanya.

"Saya sayang sampeyan!" Ucapnya mengecup punggung tanganku kemudian berjalan meninggalkan ku. Aku mencoba mengejar, namun kakiku begitu tak bisa digerakkan. Aku hanya diam dan pasrah melihat kepergian mas Algha.

Aku memejamkan mata, menenangkan debaran di dada. Mencoba membuka mata yang terasa lebih terang dari sebelumnya. Bahkan bau khas obat-obatan menyeruak di indera penciuman. Aku benar-benar bingung. Mengapa suasana berubah begitu cepat. Aku tidak mungkin bergerak secepat itu. Akankah kehadiran mas Algha hanya sebuah mimpi saja.

"Alhamdulillah, Nduk! Kamu sudah sadar!" Terdengar suara Muya disaat mataku sudah terbuka sempurna. Pandangan ku pertama kali tertuju pada langit-langit ruangan yang berwarna putih dengan lampu yang bersinar terang ditengahnya.

"Bagaimana keadaan kamu? Pusing? Sakit perut?" Muya menghampiri ku dengan memberondong banyak pertanyaan.

"Ay ngga apa-apa, Muya!" Jawabku tersenyum.

"Ngga apa-apa bagaimana! Kamu tadi pingsan di basement mall lo!" Protes Teh Khalwa yang ternyata sedang duduk di sofa.

"Maaf Teh!" Lirihku.

"Teteh!" Tegur Muya.

"Ya Allah, Ay! Teteh bercanda! Yang ada malah Teteh bersyukur mau punya ponakan baru!" Seru Teh Khalwa senang membuatku menunduk. Nyatanya kini kehamilan ku sudah terbongkar.

"Kamu sudah tahu, Nduk?" Tanya Muya lembut.

"Maaf!" Lirihku menyesal.

"Assalamualaikum!" Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, memunculkan Mama, Baba, dan Buya. Kami pun seketika menoleh sembari menjawabnya.

"Kamu kenapa, Mbak? Kok tumben tiba-tiba pingsan?" Tanya Mama menampilkan wajah paniknya.

"Ay, ngga apa-apa, Ma!" Jawabku tersenyum.

"Ya kalo ngga apa-apa kenapa bisa pingsan?"

"Biasa, Tante. Bawaan bayi!" Celetuk Teh Khalwa membuat Mama mengerutkan keningnya.

"Yang bener, Nduk? Alhamdulillah Ma! Kita mau punya cucu!" Sahut Baba kegirangan. Mama masih diam terpaku.

"Sebentar-sebentar!" Protes Mama yang nampak tidak mengerti.

"Maksudnya, Ayu hamil, Ba? Kok bisa? Kamu hamil sama siapa? Astaghfirullah Mbak!" Sentak Mama.

"Ya sama Gus Arsyad lah Ma!" Tawa Baba.

"Tapi kan sekarang Gus Arsyad nya ngga disini, Ba!"

"Usia kandungan kamu sudah berapa, Nduk?" Tanya Baba memastikan.

"12 Minggu, Ba"

"Tuh kan! Pas! Sama kepergiannya Gus Arsyad," tukas Baba membuat Mama meringis.

"Berarti sebelum Arsyad berangkat, kalian 'anu'?" Ucap Teh Khalwa ambigu membuat pipiku memanas. Aku hanya tersenyum malu.

"Sudah sudah! Teteh ini! Dari tadi kok ya godain Ayu terus!" Tegur Muya.

"Hehehe lucu sih, Muy!"

"Arsyad sudah tahu?" Tanya Buya tiba-tiba.

Jodohku, Kamu! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang