Kembali

1.5K 131 6
                                    

Pemulihan selama tiga bulan di rumah sakit pasca operasi sudah mas Algha lewati. Kini keadaan mas Algha sudah sehat. Meskipun mas Algha belum bisa dipastikan sembuh total, tapi ia sudah bisa beraktivitas di luar ruangan. Kendatipun masa pemulihan operasi sumsum tulang belakang ini memerlukan waktu hingga satu tahun untuk benar-benar bisa beradaptasi dengan anggota tubuhnya.

Kurang lebih enam bulan aku berada di Arab menemani mas Algha, akhirnya kita bisa pulang ke Indonesia. Mas Algha rela meninggalkan penelitian S2 nya yang hampir selesai itu. Selain keadaannya yang masih belum sembuh total, ia lebih menginginkan pulang untuk menemui putra-putrinya.

Aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan kebahagiaan ini. Setelah masa-masa berat yang kulewati, kini aku merasakan kebahagiaan yang tiada tara. Sebelum pulang, aku dan mas Algha sempat melaksanakan umroh. Umroh termasuk nazar mas Algha jika ia sehat kembali.

Aku benar-benar tidak sabar untuk segera sampai ndalem. Sebenarnya kami tiba di Surabaya kemarin sore. Hanya saja, mengingat kesehatan mas Algha, aku memutuskan untuk bermalam sebelum benar-benar kembali ke rumah. Karena lima jam perjalanan masih akan kami tempuh.

Pukul tujuh pagi, kami meninggalkan penginapan. Muya mengutus dua orang santri untuk menjemput kami. Aku sudah sempat menolak kemarin, tapi Muya begitu memaksa. Karena rencananya kami akan menggunakan kendaraan umum. Akhirnya pun aku menerima tawaran Muya.

Selama perjalanan pulang, senyum mas Algha tak sekalipun luntur. Raut wajah bahagianya membuat ku turut bahagia.

"Jenengan mboten tidur?" Tanyaku entah yang keberapa kali. Lagi-lagi ia menjawab dengan menggeleng. Sepertinya mas Algha tidak tidur sepanjang perjalanan. Ia terus bercerita dengan dua santri didepan. Aku yang merasa tidak nyaman memilih tidur sejak tadi.

"Sudah sampai mana?" Tanyaku membenarkan posisi dudukku. Selama aku tidur, mas Algha tidak melepaskan diri ku sama sekali. Dia menjadikan tubuhnya untuk menahan tubuhku.

"Sebentar lagi masuk Karangsono," jawabnya tersenyum.

"Loh! Kok jenengan ngga bangunin, Ay, sih!" Ucapku bingung. Aku tergopoh-gopoh merapikan baju serta penampilanku.

"Mampir di pom, nggih, sebentar. Ay mau cuci muka!" Pintaku.

"Dirumah saja, tanggung!" Jawabnya mengusap kerudung ku kemudian merangkul ku. Ia tidak merasa sungkan sama sekali melakukan kontak fisik denganku meskipun ada dua santri didepan ku. Berulang kali ia juga mencium puncak kepalaku.

"Tapi, Ay bangun tidur Lo ini, Mas!" Protesku. Aku benar-benar malu jika harus turun dengan muka bantal. Ditambah siang ini yang begitu panas semakin membuat penampilanku tak karuan.

"Tetep cantik, kok!" Ucapnya kemudian mencium pipiku. Refleks aku mencubit pahanya.

"Kok malah dicubit sih, Neng? Bukannya dicium balik!" Protesnya mengusap bekas cubitanku.

"Malu, Mas! Ada santri!" Cicitku. Tapi, bukan mas Algha namanya jika ia mendengarkan ucapanku. Ia malah semakin menarikku kepelukannya.

"Sudah kebal liat yang gini, ya, Cak?" Ucap Mas Algha pada dua santri itu membuat mereka tersenyum mengangguk.

Sebenarnya jika momen seperti ini, bukan aku dan mas Algha yang merasa malu saat bermesraan. Tetapi pasti mereka yang merasa sungkan melihat kami. Nasib santri memanglah demikian haha.
Tak butuh waktu lama, mobil yang kutumpangi pun sudah memasuki pelataran ndalem.

"Alhamdulillah," terdengar suara lirih mas Algha kemudian mengangguk untuk mengajakku turun.
Ndalem terlihat sepi, suara speaker masjid terdengar sedang melaksanakan salat Dzuhur. Mas Algha menggandengku masuk.

Jodohku, Kamu! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang