Chapter 43

78 7 13
                                    

Seharian Aqlan terdiam dan bersikap sinis terus, bukan hanya kepada Revan tetapi  Qabila yang tidak salah apa-apa juga ikut kena imbasnya. Meresahkan sekali Aqlan ini.

Besok adalah hari Senin, untunglah sore ini Revan pulang untuk menyiapkan hari esok bekerja. Sekarang sudah jam sembilan pagi, tinggal beberapa jam lagi Revan disini. Hati Aqlan agak gembira walaupun sedikit.

"Lan? Lo tiap hari gini-gini aja?" tanya Revan sembari menggendong Kaira.

"Maksud lo?!" jawabnya sinis.

"Ngegas mulu lo. Kebanyakan bensin apa ya?" Revan menggelengkan kepalanya heran, dari kemarin Aqlan kerjaannya hanya marah-marah saja. "Ya maksud gue, lo tiap hari terutama hari libur cuma rebahan doang kerjaan lo?"

Aqlan menaikkan satu alisnya. "Gak salah lo ngomong gitu? Apa lo gak sadar? Kerjaan gue tiap hari terutama hari libur, gue yang ngurus Kaira, dan membantu Qabila mengerjakan pekerjaan rumah. Berhubung lo dari kemarin nempel terus sama Kaira, jadi gue santai deh." Aqlan sengaja menekan kata-katanya dan terus menyindir Revan.

Qabila yang masih didapur sedang memasak untuk makan siang nanti, mendengar kegaduhan lagi diantara mereka berdua. Sungguh kepalanya sangat pusing, sama saja seperti ada tiga anak kecil didalam rumah ini.

Ingin sekali rasanya Qabila berteriak saat ini juga. Hanya perkara Kaira saja mereka bertengkar dari kemarin, Revan yang selalu bersama Kaira, Aqlan yang merasa Revan memonopoli putri kecilnya. Sebenarnya hanya karena kecemburuan saja jadi mereka terus berdebat.

.

Tak sangka kedua orang tua mereka datang, baik orangtua Aqlan maupun Qabila. Ini merupakan kejutan bagi Aqlan, Qabila, dan juga Revan. Pasalnya, mereka datang tanpa memberi kabar. Untung saja Qabila memasak agak banyak hari ini, cukup untuk makan siang bersama.

"Lagi main, nak Revan?" tanya Iqbal ramah.

"Bukan main, pah. Tapi nginap." jawab Aqlan sinis.

"Aqlan." Ruqayah memperingati anak laki-lakinya itu. Memang tabiat Aqlan suka emosian kalau ada orang yang menurutnya sebagai pengganggu ketenangannya.

Revan pun tak kalah sinis menatap Aqlan. Kemudian ia kembali tersenyum dan menjawab pertanyaan Iqbal tadi. "Iya om. Saya nginap dari semalam."

"Gimana nih cucu kakek? Rewel tidak?" kini beralih ke Ilham yang sudah ingin menggendong Kaira.

"Ngga kok, yah. Dari kemarin anteng banget sama om nya."

"Ck, om dari mana coba!" ketus Aqlan sembari menyilangkan tangannya didepan dada.

"Mas udah deh. Nggak cape berantem mulu dari semalam?" ucap Qabila.

Ilham berjalan mendekati putrinya dan mengambil alih Kaira dari Revan. Kemudian Ilham membisikkan Qabila. "Biasa suamimu kalau cemburu seperti itu."

Seolah sudah paham sekali dengan sikap dan tingkah laku Aqlan, Ilham berusaha memberikan pengertian kepada Qabila agar tidak terlalu bersikap keras kepada Aqlan.

Dan setelah dibisikan seperti itu, Qabila baru peka akan sikap Aqlan yang aneh sejak Revan datang hingga sekarang. Ilham sendiri hanya menyunggingkan senyumnya saja melihat Aqlan.

Ilham rasa bukan hanya itu saja. Aqlan juga kesal karena Revan menggendong Kaira dari tadi. Ia sengaja mengambil Kaira, karena habis ini ia akan memberikan Kaira kepada Aqlan.

Karena situasi semakin tidak mendukungnya, Aqlan memilih pergi dari sana dan pergi ke halaman belakang. Memang taman belakang rumahnya adalah sasaran yang tepat untuk mengembalikan moodnya.

CINTA AQLAN (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang