Chapter 31

112 14 8
                                    

Setelah makan malam kemarin, Aqlan dan Qabila memutuskan untuk menginap selama satu minggu, sebenarnya ini bukan keinginan Aqlan. Semakin ia lama di rumah sang mertua sudah pasti ia akan terus ditindas oleh ayah mertuanya sendiri. Tapi, dikarenakan Qabila sedang hamil Aqlan tidak bisa menolak keinginan itu.

Okelah. Aqlan hanya bisa pasrah meratapi nasibnya nanti.

Pagi hari pun telah tiba, walaupun suasana di luar rumah masih gelap tetapi semua orang yang ada di rumah Ilham sudah bangun dan melakukan aktivitas seperti biasanya, terkecuali Aqlan.

Dia masih asyik bergulung ria ditempat tidur. Padahal ini sudah jam setengah 5 lewat lima menit, sebentar lagi adzan subuh akan berkumandang. Dan tidak ada tanda-tanda Aqlan ingin beranjak dari sana.

Ilham yang masih sibuk merapikan sarungnya, beralih memanggil Qabila. "Bila?"

"Iya ayah?" jawabnya.

"Suaminya sudah bangun?" tanya Ilham penuh selidik.

"Sepertinya belum. Kemarin mas Aqlan agak tidur malam karena ada pekerjaan kantor yang harus diselesaikan. Emang kenapa, yah?" jelas Qabila.

Ilham tersenyum kemudian menggeleng pelan. "Ah tidak. Tolong bangunkan dia ya sebentar lagi masuk waktu subuh, ayah akan ajak Aqlan sholat di masjid,"

"Iya ayah, sebentar," lalu Qabila segera pergi ke kamar untuk membangunkan Aqlan.

Krek

Ia membuka pintu secara perlahan agar tidak mengusik istirahat Aqlan. Langkahnya juga amat pelan sampai tidak terdengar oleh siapa pun bahkan dirinya sendiri.

Ketika membalikkan badan, tempat tidurnya kosong. Ini lah kebiasaan pagi Aqlan, selalu menghilang seketika padahal tadi Ilham masih melihatnya tidur dengan pulas. Ya, tadi Ilham mengintip kamar Qabila untuk memastikan Aqlan sudah bangun atau belum. Tapi ternyata belum.

Sebenarnya tadi Aqlan tidak sepenuhnya tidur, ia hanya ingin merebahkan tubuhnya sejenak menghilangkan penat semalam. Sungguh pinggang sangat pegal karena berjam-jam duduk dan memandangi layar laptop. Kalau melihat semalam, Qabila juga kasihan. Hingga larut malam Aqlan rela waktu istirahatnya terpotong karena masalah pekerjaan.

Meskipun Aqlan pemilik dari perusahaan tambang, tetapi ia tidak melupakan tugasnya sebagai pemimpin. Aqlan bukan tipikal orang yang suka menyuruh oranglain, selagi ia bisa kerjakan sendiri kenapa harus merepotkan orang lain?

Dari dulu pola pikir Aqlan tidak berubah. Ia adalah anak yang mandiri walaupun ia anak semata wayang, tapi ia tidak pernah manja kepada kedua orangtuanya. Tetapi saat sudah menikah manjanya tingkat akut. Bahkan sudah kelewat manja.

Sembari menunggu Aqlan di kamar mandi, Qabila merapikan tempat tidurnya terlebih dahulu, kemudian mencarikan baju koko, sarung, dan peci untuk Aqlan. Jadi setelah selesai mandi Aqlan tidak perlu repot-repot lagi mencari pakaiannya.

"Nak! Kemari sebentar, bantu ibu," teriak Rahma dari dapur.

"Iya bu. Tunggu sebentar," ketika Rahma membutuhkan bantuannya untung saja ia sudah merapikan tempat tidur dan menyiapkan pakaian untuk Aqlan.

Beberapa menit kemudian.

Aqlan keluar dari kamar mandi dan melihat kesekeliling penjuru kamar, matanya kekanan dan kekiri mencari Qabila.

"Sepertinya tadi ada Qabila disini. Kok sekarang tidak ada ya?" matanya tertuju oleh pakaian yang ada diatas tempat tidurnya.

5 menit kemudian.

Aqlan keluar dengan pakaian yang sudah disiapkan oleh Qabila tadi. Dan dihadapannya kini, Aqlan mendapati Ilham yang sedang berdiri. Sudah ia duga Ilham menunggunya dari tadi.

CINTA AQLAN (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang