Chapter 37

77 8 12
                                    

Tepat setelah tiga minggu kepulangan Revan dan Raisya dari luar kota, Aqlan mengadakan rapat secara pribadi.

Aqlan, Revan, Iqbal, dan Ilham pun sedang berbincang-bincang mengenai bisnis yang akan mereka jalani ber-empat. Mereka sepakat untuk membuka bisnis baru bersama orangtua dan mertuanya, tak lupa ia juga mengajak Revan untuk menyempurnakan jalannya bisnis mereka nanti.

"Jadi gimana?" tanya Aqlan kepada semua.

"Ayah sih maunya bisnis perikanan ini kita kembangkan saja Lan, Van. Karena ayah dan pak Ilham sudah menjalani bisnis ini dari awal," tutur Iqbal.

"Tapi kalau kamu dan nak Revan ada usul lain yang lebih menarik dari bisnis ini, boleh kalian cetuskan juga," susul Ilham.

"Betul sekali pak. Saya setuju!" ujar Revan dengan semangat.

"Hm. Aqlan sih pengennya kita buka cafe, jadi letak caranya disamping restoran Qabila. 'Kan kalau restoran Qabila menyediakan makanan berat, nah cafe ini akan menyediakan makanan dan minuman ringan saja,"

Mereka bertiga pun mempertimbangkan usulan Aqlan yang baru saja ia cetuskan. Menurut opini mereka tidak salah juga kalau ada ide untuk membuka cafe. Tetapi disisi lain, para bapak yang berdua itu ingin usaha perikanan mereka juga berkembang dari pada yang sekarang.

Entah ide siapa yang akan disetujui dan dilaksanakan.

.

3 bulan kemudian

Qabila hari ini datang ke restoran dengan posisi perutnya yang sudah membesar. Usia kandungan Qabila sudah memasuki bulan yang ke-delapan. Hanya tinggal menunggu satu bulan lagi, ia akan menimang buah hatinya.

Sebenarnya sebelum ia datang ke restoran, ia dan sang suami pun berdebat dulu. Karena Aqlan tidak membolehkan Qabila untuk berpergian jauh-jauh. Ia khawatir dengan keadaan perut Qabila yang semakin membesar, semakin cepat pula Qabila akan kelelahan.

Tapi Qabila ya tetaplah Qabila. Ia tidak menggubris semua ucapan Aqlan, ia meyakinkan Aqlan bahwa dirinya akan baik-baik saja. Qabila beralasan Shintia akan menjaga dan membantunya.

Jujur saja Qabila merasa tidak enak hati kepada semua karyawannya karena sudah beberapa bulan terakhir ini semenjak ia hamil, ia tidak pernah datang ke restorannya. Waktu itu hanya sekali saja datang itupun datangnya bersama Aqlan dan menjadi pelanggan.

Aqlan memperbolehkan ia menengok restorannya dengan syarat, ia datang sebagai pelanggan bukan sebagai pemilik restoran. Tapi Qabila bersyukur, Aqlan masih bisa memberikannya izin datang ke restoran walaupun hanya sebentar saja.

Dan hari ini, setelah sudah beberapa bulan lamanya. Qabila datang lagi dan saat ini ia berada diruangannya, ia mengamati perkembangan restorannya selama satu tahun ini. Sebenarnya ia khawatir, karena ia tidak mengawasi restorannya. Alhamdulillah, tadi ia mendapat laporan dari Janu–sekretarisnya yang kedua bahwa selama ini yang menghandle restorannya adalah suaminya.

Pantas saja, perkembangan restorannya semakin bagus dan benar-benar berkembang. Ia tidak menyangka sebelumnya, karena Aqlan tidak pernah mengakui atau pun terbuka akan hal ini.

Meskipun begitu Qabila tidak marah. Ia tau Aqlan merahasiakan ini karena takut dirinya melarang untuk menghandle atau mengantikan posisinya walau hanya sementara. Bukan karena apa, Aqlan sudah cukup lelah dengan pekerjaannya di perusahaannya sendiri jadi Qabila tidak ingin merepotkan sang suami.

"Kenapa? Pasti kamu terkejut ya?"

Tiba-tiba ada suara itu. Qabila yang sedang fokus melihat layar komputernya, langsung beralih kesumber suara itu. Sungguh inilah yang membuat Qabila malas kalau suaminya tau ia pergi kemana.

CINTA AQLAN (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang