Chapter 22

172 25 4
                                    

Selepas dari cafe itu Aqlan terus memikirkan ucapan Revan. Dalam hatinya mengucap tidak mungkin tapi otaknya terus bekerja agar dapat membuktikan perbuatan buruk Raisya.

Tapi bagaimana caranya?

Ah, pikirkan itu nanti saja. Ia tidak ingin pusing memikirkan hal yang tidak-tidak. Sekarang hari sudah terang dan jam pun sudah menunjukkan pukul 09.00.

Rumahnya sangat sepi, biasanya pagi hari Qabila sudah berisik di dapur, mengomeli Aqlan ketika ia belum bangun tapi hari ini tidak. Ya! Sejak kemarin Qabila meminta untuk menginap satu hari di rumah orangtuanya.

Karena Aqlan kemarin sibuk dengan bisnisnya dan bertemu Revan jadi ia memutuskan untuk tidak ikut. Biar nanti ia menjemputnya saja.

Ternyata begitu hampa ketika Qabila tidak ada disisinya. Ia tidak dapat membayanglan kalau Qabila pergi dari pelukannya. Mungkin Aqlan bisa jadi sakit jiwa. Karena menurut Aqlan, dimana ada Qabila pasti disitu ada Aqlan.

Qabila adalah separuh nafasnya. Belahan jiwanya. Ia adalah wujud nyata manusia bagaikan bidadari. Hatinya yang begitu tulus, kasih sayang yang terus mengalir darinya membuat Aqlan kagum serta semakin menyayangi istrinya.

Meskipun hanya satu hari tidak bersama Qabila rasanya seperti satu tahun tidak bertemu dengannya. Aqlan sangat merindukan Qabila.

"Jemput saja mungkin?"

"Lebih cepat lebih baik,"

Aqlan berargumen dengan dirinya sendiri. Ia tidak dapat menahan rasa rindunya lagi. Sudah cukup semalam ia tidur sendiri tanpa ditemani. Sudah cukup pagi ini ia sarapan sendiri. 

Langsung lah ia bergegas mengeluarkan mobil dari garasi lalu memanaskannya terlebih dahulu sekitar 30 menit. Kemudian tancap gas ke rumah mertuanya untuk menjemput sang istri.

Qabila pangeranmu akan segera datang. Batinnya.

Dan benar sekitar jam setengah 11 siang Aqlan sudah sampai di rumah mertuanya. Qabila yang sedang duduk bersantai dengan kedua orangtuanya pun terkejut dengan kedatangan Aqlan yang tiba-tiba itu.

Padahal sebelumnya Qabila sudah memesan Aqlan agar menghubunginya terlebih dahulu kalau mau menjemputnya.

"Assalamu'alaikum bu, yah," ucapnya salam kemudian mencium kedua tangan orang tua Qabila.

"Wa'alaikumsalam nak," jawab mereka.

"Mas kok dadakan banget sih kayak tahu bulet," sindir Qabila.

"Terserah aku dong mau jemput kamu kapan saja. Bebas," jawab Aqlan.

'"Itu namanya kode Bil, kalau Aqlan sudah rindu sama kamu," celetuk Ilham. Ia sangat gelagat menantunya ini ketika sedang ingin bersama putrinya.

"Nah itu ayah tau," sahutnya sambil menyeringai senang.

Rahma dan Qabila hanya menatap malas mereka berdua, karena dimanapun ada Aqlan pasti Ilham berubah menjadi tukang gombal amatir. Sebenarnya Ilham tidak cocok menggombal seperti tadi.

Tapi, entahlah semua berubah ketika bertemu dengan Aqlan.

Setelah cukup lama berbincang dengan Ilham dan Rahma, Qabila masuk ke kamarnya dan membereskan barang-barangnya.

Krek

Seseorang masuk ke kamar Qabila. Berjalan seperti penyusup agar Qabila tidak mengetahui kalau ada yang datang. Qabila masih sibuk dengan barang-barang bawaannya sehingga tidak sadar ada orang dibelakangnya.

Grep

"Astaghfirullah,"

"Ciluk baaa," canda Aqlan didepan hadapan Qabila.

CINTA AQLAN (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang