|| 36. Reon itu adalah panutan

380 25 7
                                    

Happy Reading!

•••

"Mama Sasa!"

Suara melengking di pagi hari, membuat wanita yang baru saja akan pergi ke dapur itu menghentikan langkahnya.

"Mama Sasa buka pintunya!" Suara melengking itu kali ini lebih keras, dengan gedoran yang tak sabaran.

"Mama buka aja pintunya! Silla itu benar-benar enggak punya sopan santun." Suara serak khas bangun tidur dari seorang anak laki-laki menyahut.

Wanita itu menoleh, menatap anaknya yang sudah berdiri di depan pintu kamar sembari mengucek matanya. Sepertinya dia terbangun gara-gara suara melengking dari luar rumah.

"Iya, sayang. Mama mau buka pintu dulu, Gino bangun aja langsung. Cuci muka jangan lupa!" Wanita itu mendekati anaknya, lalu berjongkok dan menasehatinya sebelum akhirnya berjalan menuju pintu.

"Mama Sasa!"

"Sebentar sayang, ini Mama lagi buka pintunya!" sahut wanita itu.

Dia membuka pintunya, lalu tertawa pelan melihat raut wajah sebal dari gadis berusia tujuh tahun dihadapannya kini. Gadis itu menatapnya penuh permusuhan dengan kedua tangan berlipat di dada.

Tak sampai situ, gadis itu langsung masuk ke rumah dengan menghentakkan kakinya tanpa menyapa sang tuan rumah.

"Silla gak sopan begitu!" tegur pria yang berada di belakangnya tadi.

"Mama Sasa yang mulai, Pa!" suara sahutan melengking kembali terdengar, membuat wanita yang dipanggil Sasa tersebut tertawa.

"Enggak sopan begitu, Nak."

"Sudahlah, Mas. Enggakpapa kok kayak sama siapa aja. Aku ngerti kenapa Silla kayak begitu." Salsa menegur Arga sebelum pria itu memarahi anaknya.

Mama Sasa adalah panggilan dari Silla, kepada Salsa. Entah kenapa Silla memanggilnya begitu, namun seolah kebiasaan bagi Silla dan Salsa juga menyukai nama panggilan dari Silla.

"Salah kami juga yang pagi-pagi datang, Sa." Arga merasa tak enak hati.

"Tidak apa-apa, Mas. Emangnya Mas mau kemana kok bawa-bawa koper segala?" tanya Salsa bingung. Pasalnya pria itu membawa sebuah koper ditangannya.

"Saya mau pergi keluar kota selama seminggu. Ada proyek di luar kota, dan saya harus datang ke sana. Tidak boleh diwakilkan." jawab Arga, yang membuat Salsa mengangguk mengerti.

"Silla sudah saya panggilkan pengasuh, namun anak itu bersikeras tak mau dengan pengasuhnya. Jika tidak boleh ikut, dia ingin tinggal dirumah kamu." Arga menjelaskan maksud kedatangannya pagi-pagi sekali datang kesini.

"Silla tinggal disini saja, Mas. Dia itu udah aku anggap anak sendiri, lagipula Gino jadi punya teman jika ada Silla. Suasana rumah juga semakin hangat dan ramai." jelas Salsa. Seolah mengetahui bahwa Arga yang tak enak meminta tolong kepada dirinya.

"Sebenarnya saya ingin membawanya, namun ini juga sudah semester akhir di sekolahnya. Apalagi Silla sering ikut dengan saya kemanapun saya pergi, sehingga sekolahnya jadi tak teratur."

"Sedangkan saya disana benar-benar harus bekerja, tak bisa menemani Silla lama-lama. Juga karena Silla adalah anak yang aktif," jelas Arga.

Salsa menganggukkan kepalanya mengerti. "Tak apa-apa, Mas. Silla tinggal sama aku juga Gino aja."

"Terimakasih, Sa," ucap Arga tulus.

"Santai saja, Mas. Ayo duduk dulu. Mau aku buatkan kopi?"

"Tidak usah. Saya harus segera pergi." Arga menolak dengan sopan.

"Yasudah. Ngomong-ngomong tumben Mas turun tangan bekerja sampai keluar kota, ninggalin Silla lagi. Aneh aja Mas, sepertinya benar-benar penting pekerjaan Mas kali ini."

Salsa berucap dengan maksud tertentu juga. Karena biasanya Arga paling anti meninggalkan Silla jauh-jauh. Apalagi ini sampai seminggu. Arga paling tak mau jauh-jauh dengan putri semata wayangnya itu.

"Ini adalah pekerjaan impian saya, Sa. Bekerja dengan salah-satu perusahaan terbesar di negara ini. Kau tau kan perusahaan yang aku kembangkan, bahkan belum masuk dalam lima puluh besar di sini." Arga menjelaskan antusias.

"Dan tiba-tiba perusahaan ternama di negara ini, meminta saya bekerja sama. Bahkan ditawarkan kontrak, benar-benar keberuntungan yang jarang. Apalagi untuk perusahaan kecil, bahkan perusahaan besar pun jarang mendapatkan keberuntungan ini."

"Saya ingin membuktikan kepada mereka, bahwa perusahaan kami pantas dan mampu bekerja sama dengan mereka juga amanah. Dengan begitu saya harus turun tangan sendiri juga." Arga menjelaskan dengan senyuman yang terus mengembang, seolah hal ini benar-benar sebuah keberuntungan besar baginya.

Salsa menyimak dengan seksama ikut merasakan senang mendengarnya.

"Memangnya perusahaan apa yang mengajak Mas bekerjasama itu?" tanya Salsa penasaran.

"Anggoro Groups. Perusahaan yang dipegang oleh Reon Argantara Anggoro. CEO sekaligus pendiri banyak anak perusahaan properti terkenal lainnya," jelas Arga berbinar.

"Reon itu adalah panutan bisnis bagiku. Ia benar-benar orang hebat."

Senyuman Salsa yang tadinya mengembang mendadak hilang, digantikan dengan raut wajah datarnya. Entah kenapa mendengar nama itu tubuhnya langsung bergetar.

•••

24des2021

Reon & Salsa [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang