|| 39. Reon & Gino

362 25 4
                                    

Happy Reading!

•••

"Ban mobil kita kempes, Tuan." Sang sopir memberitahu majikannya yang tengah melamun, memandang keluar jendela kaca mobil.

Pria itu tersentak saat mendengar teguran sang sopir, lalu menatap sopirnya sejenak. Sebelum keluar dari mobil, setelah mengucapkan perintah.

"Tolong ganti ban nya cepat, Mang. Saya ada rapat satu jam lagi."

"Baik, Tuan."

Reon, pria itu keluar dari mobilnya. Ia berjalan menuju warung makan yang berada dipinggir jalan.

Sebenarnya bisa saja Reon memanggil mobil lain, namun lebih baik dirinya menunggu tak apa sesekali. Lagipula dia juga sedang lapar, kebetulan juga ada rumah makan yang berada dipinggir jalan dimana ban mobilnya kempes.

"Mang, saya sarapan dulu. Mamang kalau mau makan ke sana saja," ucap Reon, sembari menunjuk tempat yang akan dituju.

"Baik, Tuan."

Reon berjalan menuju rumah makan tersebut, lalu duduk disalah satu kursi. Matanya menatap penjuru ruangan yang cukup ramai, juga mencari keberadaan pelayan.

"Mau pesan apa, paman?!" suara cempreng dari seorang bocah membuat Reon tersentak kaget.

Pria itu menundukkan pandangannya, menatap bocah perempuan dengan kaca mata yang bertengger di hidung kecilnya.

"Bibi Desi lagi belanja sama Bi Rani. Kalau Nenek Ami lagi dibelakang cuci piring, nanti saya kasih tau Nenek Rani kalau ada pelayanan." jelasnya panjang lebar.

"Paman mau pesan apa?" tanya bocah itu lagi.

Reon tertawa pelan, anak perempuan ini sedikit menghiburnya.

"Saya menunggu pegawainya saja," ucap Reon.

Anak perempuan itu merengut, matanya menatap sinis pada pria yang sepertinya seumuran papanya. Ia melipat kedua tangannya didepan dada, lalu berjalan menjauhi Reon dengan menghentakkan kakinya.

"Nenek Ami ada yang beli!" teriaknya.

Reon yang mendengarnya hanya tersenyum tipis, ah andai saja dia mempunyai anak dengan wanitanya. Pasti anaknya seumuran bocah tadi.

Tak lama setelahnya, seorang wanita tua menghampirinya dengan tergesa.

"Maaf sedikit lama. Mau pesan apa, nak?" tanya wanita itu, sembari memberikan buku menu.

Reon mengangguk, lalu menerima buku menu. Ia menunjuk salah satu gambar nasi komplit dengan ikan goreng.

"Baik, tunggu sebentar, ya, nak."

Reon mengangguk sebagai respon.

•••

"Nenek Ami, paman itu tadi benar-benar menyebalkan." Bocah berusia tujuh tahun itu menggerutu.

Wanita tua yang mendengarnya itu, tersenyum lalu mengusap pucuk kepala anak perempuan itu.

"Kenapa? Kok Silla bilang begitu, gak baik." Nenek Ami. Wanita tua itu menggelengkan kepalanya sembari tertawa kecil.

"Pengennya sama nenek. Kenapa coba Silla mau bantuin nenek, paman itu malah gak mau." jelas Silla sebal.

"Mana Mama Sasa belum pulang-pulang lagi. Papa juga mana, katanya mama Sasa kita kesini mau nyusul papa." Silla menjelaskan dengan mata berkaca.

Semalam ia mencoba menghubungi Salsa berkali-kali, namun Salsa tak menjawabnya. Menelpon papanya pun, tidak aktif.

Entah kenapa juga perasaan Silla begitu tak tenang, semalam ia tak bisa tidur yang hanya dilakukannya menangis. Silla sedih, benar-benar sedih karena Salsa dan Arga tak bisa dihubungi. Apalagi Silla terus memikirkan papanya yang belum meneleponnya.

"Silla yang sabar, nak. Mama Salsa sama Papa lagi ada urusan, jadi belum bisa nelpon." jelas Nenek Ami, tangan keriputnya membelai rambut panjang Silla mencoba menangkan.

Beliau juga begitu khawatir dengan keadaan mereka, namun semalam Salsa juga tak mengangkat teleponnya. Hanya ada satu pesan dari Salsa, yang membuat beliau mengerti.

[ Mas Arga kritis, Bunda. ]

"Silla! Ayo main sama kakak-kakak." Gino menyembulkan kepalanya pada pintu dapur tempat Silla berada.

Dibelakang rumah makan ini, ada sebuah panti asuhan yang saling terhubung. Rumah makan ini juga adalah milik panti asuhan yang sama.

"Kenapa Silla nangis lagi?" tanya Gino sendu. Bocah laki-laki itu masuk, lalu menghampiri Silla.

Ia merasakan kesedihan Silla. Bocah itu memeluk Silla yang menangis, mencoba menenangkan Silla.

"Silla kenapa nenek?" tanya Gino menatap nenek Ami, saat tak mendapat respon dari Silla.

"Silla sedih, karena papa belum nelpon Silla." Nenek Ami menjelaskan dengan hati-hati.

Gino menganggukkan kepalanya mengerti.

"Gino, boleh nenek minta tolong?" tanya nenek Ami.

Gino menganggukkan semangat. "Boleh boleh boleh."

"Tolong kasih kembalian ini sama paman yang pakai kemeja hitam. Nenek nunggu gorengan ikan, sama Silla. Nanti ikannya gosong." Nenek Ami memberikan uang berwarna biru kepada Gino.

Gino menerimanya dengan semangat, lalu berlalu dari sana. Matanya menatap pada penjuru ruangan sampai akhirnya menemukan pria dengan kemeja hitam yang tengah memainkan ponselnya.

"Paman! Ini kembaliannya!" teriaknya.

Gino berjalan menuju pria itu lalu memberikan lembaran berwarna biru padanya.

Reon. Pria itu mendongakan kepalanya, menatap pada bocah yang berada dihadapannya sekilas, mengalihkan pandangannya lalu mengangkat telepon.

"Ambil saja," ucapannya. Lalu berdiri mengangkat telepon, tak terlalu memperhatikan bocah laki-laki dihadapannya.

"Benar paman?" tanya Gino berbinar.

"Iya." Reon menjawab sekenanya, lalu berbicara dengan orang dari seberang sana.

"Terimakasih, paman."

•••

Hayoo, gimana sama part ini. Geregetan gak?

29des2021

Reon & Salsa [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang