|| 48. His departure

389 29 16
                                    

Happy Reading!

•••

"

Semua orang akan pergi meninggalkan kisah yang berbeda, dengan cara menyakitkan ataupun sebaliknya. Tak ada yang abadi. Karena pada skenarionya, kehidupan dunia itu hanyalah tempat sementara." ~~~lwaavv

•••

Reon menatap kosong pada dinding ruangan tempat kerjanya. Pertemuan kemarin membuatnya benar-benar pening. Apalagi saat mengetahui kenyataan yang pahit itu.

"Bang!" Suara panggilan itu semakin terdengar oleh telinga Reon, sampai akhirnya seseorang yang memanggilnya telah berdiri dihadapannya sekarang ini.

"Abang serius bakal ke sana malam ini?" tanya Keno gusar.

"Kenapa?"

"Bahaya!" jawab Keno cepat.

"Tak apa. Abang cuman pengen tau kejelasan dari dia, kenapa dia senekat ini. Bahkan sampai mengambil nyawa seseorang yang bahkan tak bersalah," jelas Reon tenang.

"Karena dia mencintai Kak Salsa."

Reon mendongakan kepalanya, menatap Keno sepenuhnya dengan tatapan datarnya. "Lebih dari mencintai Salsa. Ada alasan yang lebih dari ini, Ken. Banyak kesempatan bagi dia untuk mendapatkan Salsa dengan cara apapun. Tapi, bahkan dia sama sekali tak bergerak untuk memiliki Salsa sepenuhnya selama lima tahun ini."

Keno bergeming. Benar. Apa yang dikatakan oleh Reon memang benar. Jadi apa motif dia yang sebenarnya.

Jika dia memang ingin memiliki Salsa, selama lima tahun ini hubungan mereka dekat. Dia bisa saja mengambil kesempatan untuk mengambil hati Salsa, bahkan lebih dari itu mungkin. Apalagi hubungannya dengan Gino juga begitu akrab dan begitu dekat.

"Apa motifnya," gumam Keno.

"Maka dari itu aku harus menemuinya, Ken. Aku tak peduli dengan resikonya. Aku hanya ingin titik terang," jelas Reon.

Keno menatap kakaknya, lalu menganggukkan kepalanya mengerti. Langkah Reon bisa dikatakan benar dan tidak. Tapi ini adalah sebuah tindakan yang seolah wajib dilakukan.

"Aku akan bantu semampuku. Aku akan usaha."

"Terimakasih. Aku harus kembali ke rumah sakit sekarang. Salsa mungkin lelah, apalagi aku sehari ini tak ke sana. Aku pergi." Reon beranjak dari duduknya, lalu segera pergi dari sana meninggalkan Keno yang menatapnya sendu.

Reon memang sudah sehari tak pergi kerumah sakit karena menyelesaikan pekerjaan kantor yang sudah ditunda selama berminggu-minggu. Awalnya Reon memang tak mau pergi meninggalkan rumah sakit, namun ada kendala di kantor yang tak bisa dikerjakan oleh sembarang orang suruhannya. Sehingga Reon harus kembali kekantor, walaupun pikirannya berada ditempat lain. Namun, Reon juga memiliki tanggung jawab lainnya.

•••

Salsa menatap kosong pada pintu ruangan,  tempat dimana Gino di rawat. Tubuhnya bergetar dengan degungan yang begitu nyaring seolah terdengar olehnya. Pikirannya menerawang pada kejadian dimana tadi tubuh anaknya kejang-kejang dengan badan yang membiru.

Tubuh wanita itu bergetar, apalagi saat mengingat kejadian tadi dimana mesin itu berbunyi. Salsa dengan jelas melihat dan mendengarnya.

Salsa langsung berdiri begitu melihat Dokter juga perawat yang menangani sang anak keluar dari ruangan. "Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Salsa gusar.

Seorang wanita dengan seragam putih itu mendekati Salsa, lalu menggenggam tangannya yang bergetar.

"Ibu yang sabar. Gino tak bisa bertahan lama, karena kondisi tubuhnya benar-benar memperhatikan. Apalagi banyak luka dalam ditubuhnya, yang merusak bagian sensitif. Gino telah tiada." Penjelasan dari dokter itu membuat Salsa menatapnya tajam.

Salsa langsung mencengkram bahu wanita itu dengan kuat. "Jangan berbohong. Gino ku tidak mungkin pergi!" teriak Salsa.

"Anak ibu benar-benar telah pergi."

Salsa langsung berlari pergi masuk kedalam ruangan Gino, tanpa mendengarkan penjelasan dokter itu lagi. Kata-kata yang keluar dari mulut wanita itu seolah silet yang menggores hatinya.

Salsa masuk keruangan Gino, matanya terpaku saat melihat dua perawat yang tengah menutup tubuh anaknya dengan kain putih.

"Jangan! Kumohon jangan!"

Salsa langsung menarik kain putih yang tadi menutupi tubuh putranya. Ini benar-benar Gino. Salsa langsung memeluk tubuh sang anak dengan tubuh gemetaran. Apalagi saat merasakan kulit Gino yang terasa dingin dan begitu pucat, tangannya bergerak memeriksa nadi putranya.

Salsa menggelengkan kepalanya takut. Apalagi saat dirinya tak merasakan denyutan pada tangan dan leher Gino.

"Gino! Sayang ini mama, nak."

"Gino! Buka mata kamu sayang. Jangan buat mama takut!" Salsa menepuk pelan pipi Gino dengan tangannya. Namun nihil. Tak ada tanda-tanda pergerakan sebagai balasan dari Gino, yang menjadi harapan Salsa.

"Anak ibu telah tiada."

"Diam! Gino hanya tidur." Salsa menggeleng cepat, lalu kembali menepuk pipi Gino dengan lebih kuat dari sebelumnya. Nihil, karena nyatanya putranya memang telah pergi.

"Gino bangun!" bentak Salsa kalut. Tubuhnya bergetar dengan dengungan yang semakin terdengar, bayangan masalalu datang seolah film yang sedang diperlihatkan. Sampai pada akhirnya pandangannya mengabur.

•••

Reon berlari, bahkan sampai menabrak beberapa orang di lorong rumah sakit. Entah kenapa tapi sekarang dirinya benar-benar gelisah. Ada rasa takut yang tiba-tiba datang, tanpa diketahui jelas olehnya apa penyebabnya. Jelasnya Reon mengkhawatirkan Gino dan Salsa.

"Ada apa ini?" tanya Reon. Ia menghampiri dokter serta perawat yang sepertinya baru saja keluar dari ruangan Gino dirawat, matanya melirik pada pintu ruangan Gino juga suara tangis seorang wanita dari dalam sana yang begitu dikenalinya.

"Pak Reon, maaf. Tapi anak bapak telah tiada." Dokter wanita itu menjelaskan dengan menatapnya iba.

Reon bergeming. Namun tangisan Salsa dari dalam ruangan sana membuatnya seolah kembali tersadar dari lamunannya. Reon langsung berlari memasuki ruang Gino, tanpa menjawab ucapan yang menurutnya konyol dari dokter tadi.

Saat masuk keruangan pandangannya langsung tertuju pada Salsa yang tengah memeluk Gino dengan tubuh bergetar. Saat itu juga Reon merasakan jantungnya berdegup dengan kencang. Apalagi saat melihat keadaan Gino.

Reon mendekati keduanya, namun baru saja dirinya akan menghampiri Salsa, tiba-tiba wanita itu pingsan. Untung Reon dengan sigap memeluk keduanya.

Reon memindahkan posisi keduanya dengan hati-hati, lalu menatap kedua perawat yang masih berada didalam ruangan yang juga menatapnya. Kedua perawat itu gegas membantunya. Reon segera meletakkan tubuh Salsa di sofa, lalu menyuruh salah-satu perawat itu untuk menangani kondisi Salsa.

"Bagaimana kondisi anak saya?" tanya Reon memastikan. Namun, kedua perawat itu menundukkan kepalanya, semakin membuat Reon menjadi kalut.

Reon mendekati Gino, lalu memeluk tubuh kecil itu dengan erat. Hatinya sakit. Benar-benar sakit.

Reon mencium kening putranya berkali-kali, tubuhnya bergetar dengan tangis sekarang. Tak peduli orang-orang akan melihatnya sebagai orang lemah sekarang.

Reon memeriksa denyutan nadi dan nafas anaknya. Namun hasilnya nihil. Denyutan dan nafas anaknya sudah tak ada. Dalam dekapan Reon hanya ada tubuh yang tak bernyawa lagi.

"Gino. Nak. Ini papa sayang."

Reon berteriak frustasi, lalu kembali menciumi kepala anaknya itu yang mungkin untuk terakhir kalinya.

"Maafin papa, sayang."

•••

Pendapat kalian mengenai part ini?

Maaf aku baru up, karena ada yang plagiat hehe. Capek banget emang, ada aja orang jahat yang suka plagiat cerita orang. Sampai ngebuat akunya capek sama sakit hati haha.

30jan2022

Reon & Salsa [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang