|| 45. Old story

403 31 7
                                    

Happy Reading!

•••

Reon menatap kosong ke depan, lalu tersentak saat sebuah tangan kecil memegang lengannya. Reon meliriknya lalu tersenyum tipis, dan mengusap rambut panjang anak lalu dibawanya duduk ke pangkuannya.

"Silla udah makan?" tanya Reon lembut.

"Sudah sama mama tadi." Silla hanya menjawab seadanya, lalu menyanyikan lagu kartun kesukaannya yang Reon tak tau.

"Mama Salsa kemana?" tanya Reon. Pasalnya tadi Salsa dan Silla pulang ke panti karena ingin bersih-bersih, juga ada keperluan.

"Tadi udah ngantar Silla mama Sasa ke toko katanya, mau beli, tapi Silla gak tau mau beli apa," jelas Silla.

Reon mengangguk mengerti, lalu matanya menatap pada Gino yang masih lelap dalam tidurnya. Rasa bersalah terus membuatnya tak bisa tidur nyenyak, apalagi sang anak tak kunjung bangun dari tidurnya.

Sudah dua minggu lebih Gino belum juga bangun dari kejadian itu. Reon terus-menerus mengutuk dan menyumpahi dirinya sendiri akibat kelalaiannya. Andai-andai dalam pikirannya selalu membuat dirinya makin terpuruk.

Andai waktu itu Reon tak lalai.

Andai waktu itu dirinya tak menyetir motor dengan cepat.

Andai saat itu Reon melihat Gino.

Tapi jika saja kejadian ini tak terjadi. Apakah Reon masih akan bertemu dengan Salsa juga Gino? Apakah Reon akan tau dirinya mempunyai buah hati dari wanitanya? Apakah Reon akan tau jika Salsa masih hidup? Apakah Reon akan mengetahui itu semua dan rahasia-rahasia lainnya?

Jelasnya Reon tak tau. Namun, kejadian ini menjadi hikmah dan musibah dalam waktu bersamaan mungkin.

Reon mengusap wajahnya frustasi. Kenapa kejadian juga kehidupannya begitu kacau? Seharusnya ini memang karmanya, karena ini berawal dari kesalahannya. Namun, rasanya Reon ingin protes jika ini karmanya kenapa harus Gino yang berimbas. Kenapa tidak dirinya saja?

"Papa kenapa?"

Reon tersentak saat sebuah tangan kecil itu memegang wajahnya, mata Reon mengabur lalu menatap Silla yang tengah menatapnya khawatir.

"Enggakpapa. Papa baik-baik aja."

Reon menggenggam tangan kecil Silla, lalu menatap anak yang berada di pangkuannya kini dengan sendu.

Juga, andaikan saja Reon yang datang saja ke tempat Arga untuk melakukan kerjasama. Mungkin Arga sekarang masih hidup. Arga masih bisa menikmati hidupnya dengan putrinya kini.

Semua ini benar-benar salahnya. Salah Reon. Reon benar-benar mengalahkan dirinya sendiri atas semua kejadian ini.

Silla sudah memanggilnya dengan sebutan papa tiga hari yang lalu. Reon yang memintanya. Apalagi saat melihat gadis kecil itu yang terus menangis dan murung, jadi Reon meminta Silla menjadikan dirinya papanya.

Awalnya Silla tak mau, namun Reon membujuknya. Bilang bahwa Reon akan menjadi papa baik untuk Silla. Anak itu akhirnya luluh juga dan mau berdekatan dengan Reon, dari seperti sebelum-sebelumnya.

Silla menjadi dekat dengan Reon. Apalagi Reon yang tiap hari berada diruang rawat Gino, sehingga bertemu dengannya tiap hari.

"Gino kapan bangun, Pa? Lama banget tidurnya." Silla protes dengan nada kesal. Pasalnya menurutnya, Gino terlalu lama tidur, Silla saja tidur tidak selama itu.

Reon bungkam. Jujur saja dirinya tak terlalu berpengalaman dalam meladeni anak-anak, tak tau juga harus menjawab apa saat Silla bertanya.

"Gino capek, Sayang. Makanya belum bangun, enak tiduran katanya."

Salsa datang dengan membawa totebag ditangannya, wanita itu mengusap kenapa Silla lembut. Salsa mengambil posisi duduk di sofa sebelahnya, kamar rawat Gino memang besar dengan fasilitas-fasilitas mewah. Reon yang mengatur semuanya.

"Silla boleh bangunin Gino, gak, Ma?" tanya Silla.

"Gimana caranya, hm?" tanya Salsa balik.

"Tutup hidung Gino, kan Gino langsung bangun kayak dulu, kalo Gino susah bangun tidurnya." Silla menjelaskan dengan semangat, bahkan menatap Salsa penuh harap.

"Gino lagi bobo, Sayang. Nanti kalo Gino udah gak ngantuk pasti bangun. Gino juga lagi demam jadi gak bisa diganggu." Salsa mencoba menjelaskan dengan lambat supaya Silla paham.

Anak itu mengangguk seolah mengerti. "Gino demam, kan di rumah sakit. Silla lupa," ujarnya pada dirinya sendiri.

"Kita berdoa supaya Gino gak sakit lagi."

"Siap, Mama!"

Reon yang sedari tadi memperhatikan tersenyum tipis, matanya tak lepas dari menatap wajah Salsa yang begitu teduh. Selembut dan sebaik ini dirinya, dan Reon sanggup menyakitinya dahulu.

Bolehkah Reon putar waktunya? Tapi Reon rasa semuanya percuma untuk sekarang, sesuatu yang mustahil hal itu.

Salsa yang sedari tadi merasa diperhatikan menatap Reon datar, pandangan Keduanya bertemu. Reon tersenyum menatapnya, sedang Salsa hanya bergeming saja, tak menanggapinya.

"Maaf, Sa."

•••

14jan2022

Reon & Salsa [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang