Saat mengingat kembali pembicaraan dengan putrinya kemarin, Yuda jadi menghela napas panjang. Bagaimanapun itu akan menjadi kebohongan yang menjadi kenyataan jika Maya sampai bersedia menjenguknya di rumah sakit, kemudian diperlihatkannya pada putri mereka. Hanya membayangkannya saja Yuda jadi tersenyum getir.
Untunglah angin sore yang berhembus dengan nyaman itu membuat perasaan Yuda jauh lebih baik. Dia duduk di kursi panjang yang disediakan rumah sakit, kemudian mencoba menghirup napas sebanyak-banyaknya. Berada di sini jauh lebih baik dibandingkan hanya terbaring dan menatap langit-langit kamar saja.
Yuda lantas memejamkan mata dan mendongakkan kepala agar cahaya matahari sore menerpa wajahnya yang masih tampak pucat. Tiba-tiba saja, telinganya mendengar bunyi deheman seseorang, dan kelopak matanya langsung terbuka untuk melihat siapa orang yang kemungkinan sedang menyapanya itu.
Serta merta Yuda berdiri dari duduknya. Pandangan mata dan raut wajahnya tampak begitu terkejut melihat seseorang yang tak diperkirakannya itu berdiri tiga meter dari tempatnya duduk.
Tiba-tiba saja mulut Yuda menjadi kelu. Bahkan satu kata untuk menyebut nama orang yang sedang dilihatnya saja tak bisa Yuda ucapkan. Yuda terlalu terkejut melihat kebohongan itu pada akhirnya menjadi kenyataan saat ini juga.
Ya, karena Maya-lah yang sedang berdiri di depannya.
"Saya ke sini demi Alisha," kata Maya yang memutuskan untuk mengangkat suara lebih dulu.
Mendengar suara Maya yang begitu tegas itu, mendadak perasaan Yuda menjadi jauh lebih tenang dan berhasil menemukan kata yang tepat untuk membalas ucapan Maya barusan. "Kalau begitu, saya akan langsung menghubungi Alisha sekarang," Yuda sudah bersiap untuk merogoh sakunya dan mengambil ponsel.
"Ada yang perlu saya bicarakan dulu sama Anda sebelum Anda menghubungi Alisha."
Yuda sepenuhnya menghentikan gerakan tangannya untuk mengambil ponsel. "Silakan kamu duduk saja di situ, biar saya saja yang berdiri," kata Yuda mempersilakan Maya untuk duduk di kursi panjang yang diduduki Yuda sebelumnya.
Maya menggeleng. "Justru Anda-lah yang seharusnya duduk karena Anda-lah orang yang sedang sakit."
Yuda tidak mencoba mendebat. Yuda diam saja. Nada suara Maya meskipun terdengar tegas, tapi tidak mengandung kemarahan meledak-ledak seperti yang biasa Maya katakan saat berbicara dengannya.
Ah, mungkin saja karena Maya terlalu lelah. Yuda sendiri bisa menduga kalau Maya baru saja pulang dari kantor dan langsung mampir ke sini. Selain lelah karena bekerja, Maya pastilah merasa lelah hati memikirkan sikap Alisha yang jadi membenci ibunya. Apalagi sorot wajah Maya tampak begitu sayu. Mungkin Maya jadi lebih banyak menangis karena Alisha melakukan pemberontakan pertamanya pada Maya. Mengingat hal itu, Yuda jadi merasa bersalah pada Maya karena sikap Alisha seperti itu terjadi gara-gara dirinya.
"Mungkin Anda sudah tahu, apa yang terjadi dengan Alisha semenjak Anda di rawat di rumah sakit ini," kata Maya dengan tetap berdiri, dan nada suaranya entah kenapa berubah menjadi datar dan tanpa ekspresi.
"Alisha menyalahkan saya dan berubah membenci saya gara-gara saya mengabaikan Anda saat Anda sakit. Dan Anda tahu, yang lebih parah dari itu adalah Alisha menolak tinggal bersama saya karena dia menganggap saya orang jahat." Maya menutup matanya sesaat dengan satu tangan. Yuda jelas bisa merasakan ada nada putus asa yang terkandung dalam kata-kata Maya barusan. Mungkin saja kemarahan Maya juga sirna karena keputusasaan itu jauh lebih besar dari pada perasaan amarahnya.
Yuda tahu kalau dia masih harus mengunci mulutnya dan membiarkan Maya kembali melanjutkan kalimatnya. "Jadi saya akan bertanya pada Anda. Kenapa saya yang harus mengalami hal seperti ini, dan bukannya Anda? Kenapa justru saya yang harus dibenci oleh putri saya sendiri, padahal Anda-lah yang sudah menandatangani surat perjanjian untuk tak memiliki hak apa pun atas putri saya? Kejahatan apa yang sudah saya lakukan pada putri saya sehingga saya yang harus dianggap sebagai orang jahat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Harga Untuk Luka
Roman d'amourMaya pikir, pernikahannya dengan Yuda yang diawali lewat perjodohan dari orang tuanya telah memberikan kebahagiaan sejati. Karena Maya benar-benar telah mencintai suaminya sepenuh hati. Namun pemikirannya itu langsung terpatahkan saat Maya mendapati...