•Happy reading•
Hari ini mereka Abyan dan Qamira akan pindah ke rumah baru, setelah beberapa hari nginap dirumah Rani dan Ardi. Saat ini keluarganya sedang sarapan pagi bersama, habis itu baru mereka berangkat.
"Oh iya jam berapa kalian berangkat ke sana?" Tanya Rani seraya memandang keduanya.
"Jam 10an Ma," jawab Abyan singkat. Keliatannya Rani sedih karena harus berpisah sama menantunya, mungkin keduanya memang sudah akrab jadi Rani susah melepas Qamira. Abyan bisa melihat itu dari tatapannya, tapi dia hanya ingin hidup mandiri.
Saat ini Qamira dan Rani sedang mencuci piring, sebenarnya tadi hanya Dia saja yang cuci piring, tapi Mama nya malah pengen bantu.
"Qamira," panggil Rani.
"Iya Ma."
"Nanti sering-sering kesini ya, Mama suka kesepian. Kalo Anisa kan jauh rumahnya, apalagi Rafa juga udah mulai sekolah."
"Insyaallah Ma, nanti aku sama Mas Abyan akan sering-sering kesini kok." Rani tersenyum mendengar penuturan menantunya itu, dia sangat beruntung bisa kenal sama Qamira.
Barang-barang sudah siap dalam mobil, kini tinggal pamit pada orangtuanya. Abyan mencium tangan Mama nya dengan lembut, "Mama tenang aja, kita pasti bakal sering-sering berkunjung kesini kok, kalo lagi gak sibuk." Rani tersenyum kecut.
Kemudian setelah keduanya pamitan, Qamira dan Abyan masuk kedalam mobil milik sang suami. Selama dalam perjalanan, diantara mereka tidak ada yang memulai pembicaraan, hanya keheningan yang menemani perjalanan mereka. Sampai akhirnya Qamira bertanya, "Mas, emangnya masih lama ya nyampenya?"
"Bentar lagi," jawab Abyan datar dan dibalas dengan anggukan kecil.
Beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di rumah yang berlantai dua. Abyan melepas sealtbeat nya dan membuka pintu lalu keluar begitu saja. Qamira menyusul Abyan keluar dari mobil dan membantunya mengambil barang-barang mereka termasuk koper yang berisi baju.
Saat melihat isi dalam rumahnya ternyata sangat rapi juga elegan, dengan cat warna putih yang menggambarkan kharismatik. Dari interiornya juga not bad lah ya, Qamira melangkah kakinya menuju lantai atas. Dan saat dirinya mau masuk kamar yang sama dengan Abyan, tapi dia malah dihalangi.
"Kamu mau ngapain?" Tanya Abyan dingin.
"Mau masuk kamar, terus beresin baju aku yang ada di koper." Jawabnya yang agak gugup.
"Kamar kamu itu disamakan bukan disini," Abyan menunjuk ke sebuah kamar yang ada di depan Qamira, hanya berjarak beberapa meter saja.
"Kenapa kamar aku disana?" Tanyanya bingung.
"Kamu tau alasan saya menikahi kamu hm?" Abyan menatap Qamira berada tepat di depan wajahnya, gadis itu menggeleng pelan.
"Terus alasan Mas nikahi saya emang apa?" Abyan tersenyum miring.
"Stop call me 'Mas' " ucap Abyan dengan wajahnya yang dingin, Qamira mengerjapkan matanya begitu kata itu keluar dari mulut suaminya.
"Mulai sekarang kamu kamarnya di sana, dan jangan pernah kamu menginjakkan kaki kamu ke kamar saya..." Abyan menjeda ucapannya, "Dan jika ada keluarga saya atau kamu datang, bersikaplah seolah kita emang pasangan yang romantis. Dan satu lagi jangan harap saya bisa cinta sama kamu." Kata Abyan, mendengar itu pun Qamira menahan tangisnya. Siapa yang gak sakit hati ketika suami kita ternyata memang tidak pernah cinta.
"Iya Pak, saya bakal catat peraturan yang bapak buat. Maaf saya harus beresin baju saya, permisi." Sekuat mungkin Qamira menahan tangisnya.
Abyan menghendikan bahunya tak peduli, lalu masuk ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Boss! [END]
Spiritual[Follow sebelum membaca ya] Suatu hari, Qamira yang ingin memulai interview kerja di sebuah perusahaan, namun sialnya ia bertemu pria yang menurutnya aneh sewaktu di bis trans. Dan siapa sangka, ternyata si 'pria aneh' itu ialah merupakan direktur...