Happy reading..
****
Perlahan hubungan di antara mereka membaik, setelah pengakuan Alana waktu itu. Qamira juga kembali menjadi perempuan yang ceria, agak kalem sih, kadang juga enggak tapi itu kalo di rumah. Saat ini ia sedang bekerja, banyak sekali padahal ia sudah pegal-pegal dari tadi. Lalu ia mengelus perutnya, sayang.
'Sebenarnya Mama udah pegel banget buat kerja, tapi kinerja Mama juga dibutuhkan. Maafkan Papa kamu belum tau kehadiran kamu Nak.' Tiba-tiba saja air matanya jatuh tanpa sadar, lalu dengan cepat ia menghapusnya.
Qamira mematikan komputernya. Ia mual lagi, dengan segera ia menutup mulutnya dengan tangannya. Dia lalu berlari ke toilet. Sesampainya di sana, ia memuntahkan segala isi dalam perutnya di wastafel. Karyawan perempuan yang melihatnya pun merasa heran sekaligus bingung, dengan tingkah Qamira. Salah satu dari mereka berceletuk, mereka sedang bermake-up.
"Wiiihh.. si Qamira udah dapet banyak, eh malah jadi tuh di dalam perutnya. Pasti itu hasil dari jual diri ke om-om tajir!" Lalu yang lain mengiyakan perkataan dia tadi.
Sungguh perkataan itu barusan sangat menyakitkan baginya. Ia tak memperdulikan itu, dengan segera ia membasuh mukanya dengan air. Saat ia melewati mereka, salah satu diantaranya bertanya.
"Lo jual diri, dapet berapa? 70 juta? Oh, atau gak nyampe segitu ya?" Ucapnya dengan wajah sinisnya.
Ia tak menghiraukan perkataan itu, dengan cepat ia melewati mereka. Tapi ada kaki yang tak kasat mata menghadangnya, lalu ia jatuh ke lantai. Dengan was-was ia memegang perutnya, takut anaknya yang ada dalam kandungannya kenapa-napa. Dari mereka tertawa senang, merekapun berlalu dari hadapannya. Ia meringis saat perutnya, gak tau kenapa sakit sekali.
Dina dari tadi celingak-celinguk mencari keberadaan sahabatnya, Qamira. Pasalnya, wanita hamil itu tiba-tiba menghilang dari meja kerjanya. "Ketemu gak?" Tanya Dina pada Olivia yang ngos-ngosan.
"Enggak, Din. Gua udah cari-cari, tapi gak ada." Jawab Olivia yang masih mengatur nafasnya. Dina berdecak kesal.
Tiba-tiba saja Abyan menghampiri mereka dan bertanya. "Kalian lihat Qamira?"
"Enggak pak, ini kita aja lagi nyari-nyari dia." Sahut Dina.
"Kalian sudah cari ke toilet?"
"Iya toilet! Gue sampe lupa gak nyariin dia di sana, kan Qamira lagi bunting, ya pasti mual-mual terus." Dina menjentikkan jarinya.
"Apa? Qamira hamil?" Tanya Abyan bingung.
"Emang bapak ga tau?" Heran Dina.
Abyan menggeleng pelan. "Gak."
"Lah! Bukannya bapak itu suaminya ya, kok sampe gak tau." Olivia mengangguk.
"Udah ah, mending kita langsung cari aja di toilet perempuan." Lerai Olivia yang jengah dengan perdebatan itu.
Mereka pun pergi ke toilet perempuan untuk mencari Qamira, yang siapa tau ada di sana. Dan ternyata dugaan mereka benar. Qamira sedang memegangi perutnya, yang pasti dia lagi kenapa-napa. Abyan langsung menghampiri istrinya.
"Ra, kamu kenapa?!" Tanya Abyan dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Perut aku sakit banget mas," jawab Qamira dengan lirih. Lalu dengan cepat Abyan membawa Qamira ke rumah sakit, diikuti oleh kedua sahabat istrinya. Yang memang di pinta untuk menemani Qamira.
***
Sesampainya di rumah sakit, Abyan tidak di perbolehkan untuk masuk kedalam. Ia hanya menunggu di kursi tunggu, begitu pun dengan kedua sahabat Qamira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Boss! [END]
Spiritual[Follow sebelum membaca ya] Suatu hari, Qamira yang ingin memulai interview kerja di sebuah perusahaan, namun sialnya ia bertemu pria yang menurutnya aneh sewaktu di bis trans. Dan siapa sangka, ternyata si 'pria aneh' itu ialah merupakan direktur...