Part 45| Muhammad Aryan Al-fathan

10.9K 391 4
                                    


Happy reading;)

*
*
*

Sudah seminggu lebih, Qamira terbaring di ruang sakit dengan keadaan tidak sadarkan diri. Selama ini pula, Abyan tidak pergi bekerja dan hanya menemani sang istri di rumah sakit, juga merawat putranya yang sudah diperbolehkan pulang lebih awal dari ibunya.

Pria itu belum memberikan nama pada anaknya, ia akan menunggu sang istri bangunan terlebih dahulu, baru akan mengusulkan nama untuk putra mereka.

Saat ini dia lagi-lagi mengunjungi Qamira dengan keadaan yang sama, yaitu tertidur di alam bawah sadar. Ia tidak tahu kemana istrinya itu berkelana, sampai-sampai tertidur pulas yang memakan waktu cukup lama. Kadangkala, putra mereka seringkali menangis, mungkin ia tidak bisa bertemu dengan ibunya. Iya, serindu itu.

Pria itu sudah duduk di samping barankar rumah sakit tempat sang istri di rawat dengan keadaan koma. Digenggamnya tangan itu, lalu ditempelkan pada pipinya.

"Kapan kamu bangun, hm?" tanyanya yang entah pada siapa.

"Gak capek, tidur terus? Kamu tau gak, tadi anak kita nangis karena kangen sama mama nya. Aku aja kangen, apalagi anak kita, ya ... " ujar pria itu dengan tersenyum pilu.

Tes ...

Bukan ialah yang menangis, tapi Qamira. Ya, dari kemarin selalu seperti itu. Setiap kali Abyan mengajak komunikasi, wanita itu pasti menitikkan air matanya. Walau belum bangun sekalipun.

Pria itu benar-benar ingin menyerah saja saat ini, ia tidak tau harus berbuat apalagi agar sang istri bisa bangun dari tidurnya. Please ... This is not a sleeping beauty fairy tale! Putri Aurora, yang mampu tertidur selama dua bulan lamanya.

Tiba-tiba saja ia teringat, jika harus pulang mengurusi anaknya yang akhir-akhir ini sedikit rewel. Tapi sebelum itu, tangan Qamira yang baru saja digenggam olehnya, bergerak. Seketika itu iapun kembali mendekat.

Qamira dengan perlahan membuka matanya, ia menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya ruangan. Sudah berapa lama ia tertidur? Entahlah, tertidur cukup lama membuat seluruh tubuhnya serasa mati rasa, tidak bisa digerakkan. Bau obat-obatan menyeruak masuk kedalam indra penciumannya.

"Sayang, alhamdulillah ... Kamu sudah bangun."

Wanita itu pun menoleh ke satu arah, yaitu pria yang sedang tersenyum tipis kearahnya. Apa yang sudah terjadi pada dirinya? Mengapa ia bisa berada di rumah sakit? Tiba-tiba saja kepalanya sakit, ia berdenyut ketika wanita itu mencoba mengingat kejadian sebelum ia bisa di rumah sakit.

Ah, iya ... Wanita itu baru mengingatnya. Ia mencoba menyelamatkan suaminya, dan berujung dirinya yang celaka. Seketika waktu itu, seluruh tubuhnya terasa remuk, tulang-tulang tersebut lepas dari tempatnya. Perutnya pun langsung merasa sakit yang amat luar biasa. Tapi, tunggu! Kenapa perutnya seperti sudah rata? Kemana bayinya?

"Mas Abyan." ucap Qamira dengan suara tercekat.

"Mau aku panggilkan dokter?" tawar pria itu.

"Gak usah. Aku udah gapapa kok." tolaknya halus seraya tersenyum.

"Aku kangen sama kamu." ujar Abyan.

Qamira tersenyum lebar hingga matanya menyipit, lalu ia berkata. "Aku juga. Kangeeenn ... banget sama kamu, mas." Pria itu membalas dengan tersenyum manis.

Tapi, ia teringat sesuatu. "Mas, anak kita mana? Dia selamat, kan?" tanyanya.

Abyan hanya diam tidak menjawab, tapi pandangannya terus tertuju pada sang istri.

Hello, Mr. Boss! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang