Happy reading****
"Mas, aku minta maaf. Kalo aku selalu meremehkan sikap kamu, aku tau kalau mas dari kecil memang sudah terbiasa mandiri. Juga.. mas merasa kurang perhatian dari orang tua. Itu sebabnya mengapa mas ingin mendapatkan perhatian dari aku." Ucapnya dengan suara yang bergetar.
Lelaki itupun membalikkan badannya, lalu dia membawa istrinya kedalam pelukannya. Perempuan itu hanya pasrah, dan membalas pelukan itu. Abyan mengusap belakang kepala istrinya, sesekali mengecupnya. "Sekarang kamu ngerti kan? Gimana sikap saya bisa begitu?" Qamira mengangguk dalam pelukannya.
"Tapi-saya ingin tau, darimana kamu tau masa lalu saya?" Tanya Abyan dengan raut wajah herannya.
"Hmm-dari Mama. Juga buku mas yang ada di laci ruang kerja kamu," jawabnya sambil meregangkan pelukannya. Sontak saja Abyan terkejut dengan pengakuan dari istrinya.
"Berani-beraninya ya kamu buka rahasia saya," Abyan menoel-noel hidungnya.
"Mas gak marah kan aku buka buku itu?" Ujar Qamira dengan ragu-ragu.
"Enggak, malah bagus sih. Karena kan, kamu bisa ngertiin saya. Apa yang saya suka, dan juga apa yang saya gak suka." Abyan tersenyum, ia menyelipkan rambut istrinya.
"Kedalam rumah yuk, udaranya udah mulai dingin." Ajak Abyan, lalu menarik tangan Qamira.
***
Terhitung sudah pernikahan mereka menginjak tiga bulan pertama. Berbagai masalah silih datang tanpa henti. Entah itu masalah kepekaan, ataupun kesalahan kecil yang mengakibatkan pertengkaran terjadi. Qamira selalu sabar menghadapi semua itu, ia selalu berdo'a sama Allah agar ujian yang datang tanpa henti itu bisa menjadi pelajaran untuknya. Juga kesabarannya gak akan habis-habis.
Ia mau pernikahannya bisa langgeng, sampai tua. Juga, bisa sampai membangun sebuah istana di surga nanti.
Qamira sedari tadi terus memegangi perutnya yang terasa tidak nyaman. Ia seperti mau muntah saja, karena untuk mencium bau parfum saja ia tak sanggup. Lalu dirinya membekap mulutnya, dan berlari ke arah kamar mandi dekat dapur. Abyan yang baru turun dari tangga pun merasa heran, kenapa istrinya berlari ke toilet dekat dapur?
Huek! Huek!
Qamira memuntahkan cairan bening ke wastafel. Sesekali membasuhnya dengan air, setelah itu ia muntah kembali. Lalu tengkuknya terasa dipijit oleh seseorang. Tubuhnya luruh begitu saja, rasanya ia sudah tak ada tenaga lagi buat berdiri. Dengan sigap Abyan menahannya, dan segera membopongnya ke kursi meja makan. Lalu Qamira mendudukkan dirinya di kursi, ia memijat pelipisnya.
Pria itu duduk di kursi sebelahnya, dan memberikan segelas air hangat. Qamira menerimanya, lalu meminumnya pelan.
"Ra, kamu kenapa mual-mual kayak gitu? Kamu sakit?" Tanya Abyan akhirnya. Qamira menggeleng lesu, ia tidak tau apa yang terjadi dengan dirinya.
"Aku juga gak tau mas," ucapnya lirih.
"Kamu hari ini gak usah ngantor aja ya?"
"Enggak ah, kerjaan aku banyak mas. Yang kemarin aja belum selesai, mana kamu jadi ini harus meeting dan juga kamu harus pantau lokasi proyek kan?" Tolaknya halus. Yang membuat Abyan harus menghela nafas berat, istrinya itu keras kepala sekali.
"Yasudah, saya tidak memaksa." Ucapnya dengan pasrah. Lalu ia bangkit dari duduknya, lantas Abyan mengulurkan tangannya didepan Qamira. Dia yang tau maksud suaminya itu, lantas mengecupnya. Mungkin untuk hari ini mereka tidak bisa berangkat ke kantor bersama, sebab takut ada yang semakin curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Boss! [END]
Spiritual[Follow sebelum membaca ya] Suatu hari, Qamira yang ingin memulai interview kerja di sebuah perusahaan, namun sialnya ia bertemu pria yang menurutnya aneh sewaktu di bis trans. Dan siapa sangka, ternyata si 'pria aneh' itu ialah merupakan direktur...