Chapter 44: Summer

22 1 0
                                    

"Apa yang terjadi, kenapa lama sekali?" Liam menatap Madilyn serius, dia memang sudah menjemput Madilyn sejak beberapa menit yang lalu akan tetapi, Madilyn tak kunjung keluar dari rumah. 

"Ada yang harus ku beresin bentar, aku lupa bawa peralatan mandi. Kamu tau kan gak mungkin aku pakai fasilitas mereka." Madilyn tersenyum menyeringai karena memakai fasilitas hotel bukanlah kebiasaannya. "Ok, sayang, aku mau kita bersenang-senang tanpa memikirkan apa pun yang sedang kita tinggalkan saat ini. Bisa kan kita gak usah pakai ponsel kalau gak penting karena aku ingin kita..." suara Liam terdengar tidak seperti biasanya. 

"Baiklah sayang, apa pun mau kamu. Aku cuma mau kamu senang dan gak usah khawatir. Kamu terdengar khawatir seolah kita tidak akan bertemu lagi..." ucap Madilyn, dia menatap Liam yang terlihat agak sedih karena khawatir. 

"Apa yang terjadi, sayang? Kamu terlihat tidak baik-baik saja?" Liam masih terdiam, tatapannya kosong, "Kalau kamu sakit, kita balik aja ya. Aku khawatir terjadi sesuatu sama kamu?" Liam baru saja mau menjawab akan tetapi, ponsel Madilyn sudah berdering dan ayahnya memanggil dirinya. 

"Aku baik-baik saja, kamu jangan khawatir ya." Madilyn mematikan ponselnya karena dia ingin memperhatikan kekasihnya saja. "Ya sudah kalau gitu." Madilyn mendekat dan meletakkan kepalanya ke pelukan Liam. 

Perjalanan ke bandara tak lama. Supir Madilyn membawa koper mereka dan membantu mereka berberes sebelum naik ke pesawat. Madilyn tak melepaskan gandengan dan pelukannya tetap erat ke tubuh Liam. Mereka terus bergandengan layaknya pengantin baru. Memang sudah biasa seperti itu, lagipula mereka kedua manusia dewasa yang tau mana yang benar dan mana yang tidak. Keputusan Madilyn untuk menikah dengan Liam adalah suatu hal yang dia inginkan dan dia sadar dengan betul bahwa Liam adalah pria yang tepat.

Mereka saling mencintai dan Liam tau resiko yang dia ambil. Dia tak takut mati, dia hanya tak ingin jika Madilyn bersedih setelah kematiannya. Dia tak ingin jika Madilyn merasakan sakit hati yang sama seperti kala dia kehilangan Farrel waktu itu. Liam tak ingin jika Madilyn menderita dan harus menjalani fase-fase melupakan dan mengikhlaskan karena dia tau hal itu adalah hal yang sulit untuk dilakukan. 

Madilyn sudah menyewa supir khusus dan dia juga membawa pengawal untuk menjaga mereka selama perjalanan. Tak peduli terlihat oleh supir dan pengawal yang duduk di depan mobil, keduanya berciuman dengan mesra sepanjang perjalanan menuju ke Swedia utara. Mereka ingin menikmati keindahan midnight sun. Midnight sun di Swedia biasanya berlangsung selama musim panas dan beruntung mereka bisa menikmati pemandangan itu di sekitar gunung. 

Bukan perjalanan yang sebentar untuk menuju ke tempat yang damai, hanya terdapat suara kicauan burung dan hewan-hewan lain. Pengawal juga mengikuti mereka dari jauh, meskipun Swedia cukup aman karena tak banyak turis atau penduduk di tempat itu. Hanya beberapa orang yang tinggal dan datang disana karena untuk tinggal di tempat yang jauh dari keramaian adalah hal yang sulit. 

Madilyn dan Liam terus berjalan menuju ke hutan, mereka berdansa di pinggir danau. Liam melepas dress Madilyn dan dia melepas kaosnya, melemparkan ke atas batu. Mereka kemudian berenang di danau dan meminta pengawal mereka untuk mengambil foto mereka berciuman di atas danau. 

"Dia pasti masih jomblo." Madilyn menyeringai menatap ke arah pengawalnya yang memegang kamera dan mengambil foto mereka berdua.

"Aku bukan hanya merindukan kamu, aku tidak ingin ada rasa rindu di antara kita.." Madilyn menatap Liam dalam, kepalanya bertatapan dengan Liam dan mereka saling berciuman dengan mesra.

"Jika tidak ada rindu, bagaimana kamu bisa tau rasa cinta yang sesungguhnya?" Liam tersenyum tipis membalas ucapan tunangannya, "Rasa cinta yang besar tidak hanya dibuktikkan dengan rindu saja. Kamu saja buktinya mau mengambil resiko ini. Apa yang terjadi, sudah terjadi. Aku hanya tidak ingin kehilangan kamu karena kita sudah terikat..." jawab Madilyn yang terdengar sedih. 

Personal BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang