Chapter 16: Ketulusan

71 3 0
                                    

Hati Liam hancur melihat pemandangan itu, dia terdiam tak bergerak karena merasakan hatinya sedang tersayat pelan. Dia ingin beranjak pergi dari tempat itu agar tidak melihat apa yang memang seharusnya tidak dia lihat. Namun, dia ingat akan tugasnya sebagai pengawal Madilyn yang mengikutinya dimana pun Madilyn berada. 

Madilyn juga tak menerima lamaran Deven. Bagaimana mungkin seorang pria yang baru saja datang dari Amsterdam bisa secepat itu jatuh cinta. Setelah jarak yang sekian lama dan renggang waktu selama bertahun-tahun. Madilyn tak ingin menikah. Bukan karena dia masih bersedih atas kematian tunangannya, akan tetapi dia masih membutuhkan waktu untuk memutuskan untuk menikah atau tidak dengan pria yang setelah sekian lama menghilang dan baru saja kembali kemudian tiba-tiba melamar dirinya. 

"Bukan maksud aku untuk menolak lamaran kamu, tapi ini terlalu cepat. Aku ingin kamu mengenal aku lagi sebelum kamu melamar aku. Dan kamu baru saja kembali dari Amsterdam akan lebih baik jika kamu beristirahat atau bekerja beberapa hari." Madilyn hampir meneteskan air matanya, dia kemudian beranjak dari mejanya dan meninggalkan Deven yang masih merunduk.

Semua orang yang menyaksikan itupun merasa kecewa karena sang wanita menolak lamaran sang pria. Liam yang melihat Madilyn akan keluar dari kafe pun segera mengikuti boss-nya bersama dengan Karlina setelah meninggalkan beberapa uang di meja sebagai alat bayar. 

"Madilyn, akan ku antar kamu pulang." ajak Liam yang memang sudah menjadi tugasnya untuk mengantar jemput Madilyn. Madilyn pun hanya menurut. Dia masih menahan tangisannya mengingat apa yang terjadi di meja itu. Karlina yang berada di samping Madilyn pun hanya bisa terdiam tanpa bertanya apa pun kepada bossnya. 

"Nona, saya pulang dulu ya naik taksi aja gapapa. Selamat malam nona," Madilyn hanya mengangguk menyetujui ucapan Karlina. 

Setelah sampai di rumah, Liam membuka pintu mobilnya untuk Madilyn. 

Madilyn segera masuk ke dalam rumah ingin segera melupakan apa yang baru saja terjadi. Dia berharap tidak menyakiti hati Deven karena memang dia juga tidak merasakan apa-apa lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Dia juga tak ingin jatuh cinta dengan Deven ketika dia bisa mencintai Liam yang tak punya keberanian untuk menyatakan cintanya kepada Madilyn. 

"Madilyn! What's wrong?" Helena yang masih terjaga melihat mata Madilyn yang hampir meneteskan air mata. Karena khawatir dengan anaknya, Helena pun segera naik dan mengikuti putrinya ke atas. 

"Madilyn? Apa yang terjadi, huh? Jangan bersikap seperti ini. Kamu bilang sama Mama, apa yang terjadi?" Helena masuk dan duduk di samping Madilyn yang sedang menangis. 

"Tidak ada, Deven melamar aku hari ini." ucap Madilyn lirih, Helena jelas tidak terkejut. 

"Kamu terima kan? Kenapa kamu sedih? Bukankah kamu cinta sama Deven dulu?" ucap Helena dengan santai. Helena terdengar mendukung hubungan itu, meskipun Madilyn menolaknya. 

"Gak, aku gak terima dia karena aku merasa ragu dan aku juga mencintai orang lain." jawaban yang terakhir inilah yang membuat Helena terkejut, namun dia menahan amarahnya karena tak tega jika harus memarahi Madilyn yang masih bersedih. 

"Madilyn, Mama gak mau ikut campur. Mama cuma mau bilang kalau Deven itu orang baik dan dia kembali demi kamu karena dia masih mencintai kamu. Mama sama Papa juga sudah merestui jika kalian menikah suatu hari nanti." ucap Helena yang membuat Madilyn terkejut.

"Mama tau soal ini?" Helena pun hanya menganggukan kepalanya dan dia juga mengatakan dia tak akan memaksa Madilyn jika Madilyn tak mau menikah dengan Deven. Tapi, Deven pasti akan kembali untuk Madilyn dan menyelesaikan apa yang belum dia selesaikan dengannya di masa lalu. Madilyn benar-benar tak menyukai keadaanya sekarang, disisi dia mencintai orang yang tidak jelas asal-usulnya dan disisi lain dia harus kembali kepada masa lalunya. 

Personal BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang