Chapter 38: Again

36 1 0
                                    

"Itu pasti editan, Pa. Lagian Papa kenapa sih terobsesi dengan semua ini. Dia sudah pergi jauh, dia bahkan tidak datang menyelamatkan aku. Apa itu semua tidak cukup?" Madilyn duduk di sofa dengan pasrah. Dia membelai rambutnya ke belakang karena merasa cukup pusing dengan apa yang terjadi kepadanya akhir-akhir ini.

"Apa Papa tidak melihat anak Papa ini sedang hancur hatinya? Apakah dalam hidup Papa tidak pernah sekali merasa sakit hati, sehingga semua ini seolah terdengar tak cukup untuk Papa?" Madilyn perlahan meneteskan airnya dramatik di depan ayahnya. 

Mendengar kesedihan putrinya, Carl meletakkan kembali foto yang menunjukkan wajah Madilyn dan Liam sedang ciuman di salah satu villa dekat pantai yang mereka kunjungi sewaktu liburan di Jogja. Madilyn sempat melihat ada yang mengawasi mereka dari jendelanya yang terbuka akan tetapi, Madilyn berpikir bahwa itu hanya orang lewat saja atau hanya banyangan belaka karena dia sangat mengantuk dan tidak terlalu memperhatikan pria itu. 

Untungnya, Carl hanya memiliki foto ketika Madilyn dan Liam berciuman di ranjang dan tidak lebih dari itu. Hanya saja Madilyn tak ingin jika ayahnya menyimpan foto-foto yang jelas dia dapatkan dari anak buahnya yang diperintah untuk mengawasi Madilyn dan Liam. Madilyn benar-benar menangis karena dia memang masih sakit hati karena Liam yang benar-benar tidak peduli dengan dirinya lagi. 

Helena yang baru saja datang pun terkejut melihat pemandangan suami dan anaknya yang menangis di pelukan suaminya, tidak seperti biasanya. 

"Ada apa Carl? apa yang kamu lakukan sehingga anak kita menangis?" Helena duduk di samping Madilyn dan memeluk anak kesayangannya itu. 

"Gak apa-apa, aku cuma mau istirahat aja, Mama jangan khawatir ya." Madilyn beranjak dan segera menuju kamar tidurnya. Liam sempat menelponnya hari ini ketika dia masih di rumah sakit akan tetapi, ponsel Madilyn kala itu sedang mati sehingga telpon dari Liam tidak terdengar olehnya. 

Ponselnya terus berdering meskipun Madilyn sudah mematikannya berulang-ulang. Dia sama sekali tak ingin berbicara dengan Liam saat ini meskipun dia akan mengetahui apa yang terjadi dan apa alasan Liam meninggalkan semua itu. Dia duduk dengan santai di atas ranjang dan meletakkan ponselnya di atas meja nakas. Dia membaca sebuah buku tentang bagaimana caranya melupakan seseorang sembari menyadari bahwa ponselnya sudah tidak berbunyi lagi. 

Madilyn meraih ponselnya dan mengeceknya karena terdengar notifikasi yang menujukkan ada pesan yang masuk. 

'Kita ketemu sekarang, aku bisa jelasin dari awal. Aku gak akan bohong lagi, aku janji, Madilyn' tertera di atas layar nama Liam. Madilyn hanya membuka dan membaca tanpa membalas pesan itu. 

'Madilyn, jangan abaikan aku seperti ini. Aku janji tidak akan mengulangi kesalahan aku karena aku memang masih mencintai kamu dan apa pun yang terjadi aku akan memulai dari awal, perjalanan kisah kita. Sekiranya jika kamu tidak mau menerima kita kembali, maka, aku akan memperjuangkan kamu sampai mendapatkan hati dan cintamu lagi.' tulis Liam yang masih online memperhatikan ponselnya yang nihil jawaban. 

Madilyn menangis tersedu-sedu membaca pesan itu, "Mengapa baru sekarang? Mengapa harus mengakhiri dulu sehingga kamu punya alasan untuk kembali dan berjuang lagi. Apakah sebuah hubungan harus seperti itu?" gumam Madilyn. Dia meletakkan ponsel itu dan dia sama sekali tak ingin membalas satupun pesan dari Liam. 

Liam sendiri melihat bahwa pesan yang dia kirim sepertinya tidak begitu dapat membantu dirinya untuk berkomunikasi dengan Madilyn. Dia berpikir untuk mengakhiri semuanya akan tetapi, dia merasa bersalah karena dia seharusnya memberitahukan segalanya kepada Madilyn karena meninggalkan Madilyn bukanlah solusi yang tepat karena setiap kali Liam memandangi ponselnya yang memiliki background mereka berdua ketika di pantai. Hatinya masih berdenyut untuk Madilyn. 

Personal BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang