Chapter 2: His Death

268 6 0
                                    

Tengah malam diiringi sayup-sayup angin malam, kakinya berjalan menuju suatu tempat, dimana darah mengalir. Dia mencoba menemukan darimana asalnya darah itu, gelap gulita namun, dia dengan gigih masih berjalan dan mencari dengan senter dari ponselnya dia mengarahkan ke tempat itu, betapa terkejutnya dia ketika menemukan seseorang tergeletak berlumuran dengan darah tepat di hadapannya.

"FARRELLLL!!!!" teriaknya, menangisi jasad kekasihnya yang tepat berada di hadapannya.

Madilyn terkejut bukan main ketika melihat pemandangan itu, tubuhnya gemetar tak kuat menghadapi kenyataan bahwa kekasihnya meninggal dengan cara yang sadis, wajahnya berlumuran dengan darah bahkan hampir tidak dia kenali. Dia tergeletak lemas, dia menelpon kakaknya, Carlos. Salah satu nomer yang hanya bisa dia hubungi saat ini. Dia benar-benar tak bisa melihat jasad kekasihnya mati begitu saja.

Dia mencoba mengalihkan pandangannya, sampai Carlos datang dengan sekelompok polisi dan penyelidik yang segera mengamankan tempat itu.

"Madilyn, apa yang kamu-" Madilyn sudah jatuh pingsan di pelukan Carlos.

Carlos yang sangat mencintai adiknya itu segera membawanya ke rumah sakit. Madilyn masih sangat terkejut dengan kejadian itu, dia tak pernah membayangkan akan mendapati kekasihnya mati berlumuran darah di hadapannya.

Tadinya, Farrel memintanya untuk bertemu dan ngobrol tentang hal penting. Namun, sepertinya dia dijebak atau memang sengaja ada yang ingin membunuhnya. Sejak kepergian Farrel, Madilyn sama sekali tak mengenal apa itu cinta, hatinya sudah terbawa jauh bersama dengan kepergian Farrel. 

Carlos segera menelpon ayahnya atas kejadian ini dan mereka pun sama terkejutnya dengan Carlos atas kematian Farrel yang tiba-tiba terjadi. Sembari menunggu dokter keluar yang memeriksa Madilyn yang sebenarnya baik-baik saja. Hanya saja tangannya penuh dengan darah karena menyentuh tubuh Farrel. Carlos meletakkan jas kerjanya di mobil karena sudah bernoda darah yang berasal dari tangan Madilyn. 

"Bagaimana keadaan Madilyn?" Carlos menanyai istrinya, dokter Tiffany yang telah selesai memeriksa Madilyn.

"Dia baik-baik saja, dia hanya shock dan butuh sedikit istirahat karena tekanan darahnya menurun secara drastis, sehabis mabuk, kemudian shock. Apa yang terjadi, Carlos?" Tiffany berbisik kepada suaminya. 

"Entahlah, tunangannya baru saja mati disiksa dan tertusuk di bagian vitalnya, sepertinya sudah mati sejam yang lalu. Aku masih menunggu polisi namun, Madilyn pasti akan diinvestigasi karena dianggap terlibat. Dia disana dan menangisi jasad lelaki itu," Carlos menyipitkan matanya heran. 

"Kau pikir Madilyn yang membunuh tunangannya sendiri, apakah itu mungkin?" Tiffany mengankat alisnya karena dia berpikir itu tidak mungkin. 

"Bisa saja terjadi, kau pikir bagaimana Calvin mati? dia juga mati karena kekasihnya sendiri. Musuh bisa saja berlindung dalam selimutmu dan bisa saja menyamar menjadi kekasihmu, ingat itu Tiffany." Tiffany hanya terdiam dan mengangkat alisnya. 

Carl yang datang sendiri tanpa Helena pun terkejut dengan kejadian itu, "Aku yakin Papa tidak terlibat dalam kasus ini? Bukan berarti karena mereka tidak mau berhenti jadi, Papa mengakhiri hidup Farrel?" sebuah pertanyaan tajam yang membuat Carl masih terlihat santai dan memandangi anak sulungnya dengan senyum menyeringai. 

"Lihat saja nanti apa yang ditemukan polisi, ingatlah asas praduga tidak bersalah. Tidak ada yang bersalah sebelum ada bukti yang jelas." ucap Carl. 

Dia masuk ke kamar Madilyn dan melihatnya sebentar untuk memastikan bahwa putrinya baik-baik saja. Dia keluar setelah sejenak menjenguk putrinya.  

"Jika dia sudah bangun, katakan bahwa semuanya tidak terjadi, Tiffany. Jangan menambah banyak drama. Helena akan sedih melihat hal itu." perintah Carl kepada menantunya. 

Personal BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang