05 | Pesta Debutante (2)

30.7K 3.8K 59
                                    

Irene menatapku dengan kagum, dan aku menatap balik dirinya sembari memberi sinyal pertanyaan yang terukir dalam ekspresi wajahku. Irene memberi respon yang cukup lucu, sama persis dengan Yeonhwa, sahabatku.

Aku pun melirik kearah putra mahkota yang masih menunggu jawabanku, melihat ekspresi Elyssa yang cukup memuaskan, aku menerima tawaran dari putra mahkota dan berjalan bersama menuju area dansa.

"Beraninya dia! Elyssa, apa kau akan diam saja?!" seru Yuria.

Elyssa menatap kearah Ailyn dengan tatapan marah, "Tentu saja tidak, Yuria." ucapnya.

Dengan iringan putra mahkota yang memanduku menuju area dansa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan iringan putra mahkota yang memanduku menuju area dansa. Caius, Leon dan Arion menatapku dengan ekspresi membunuh. Wajah Caius memerah karena kesal, ingin dia mengusir dan mengintimidasi sang pangeran, namun Frederick tidak semudah itu terpancing oleh ekspresi Caius.

Lantunan musik klasik mulai terdengar, semua orang mulai berdansa dengan pasangannya, begitu pula aku dan Frederick. Aku tidak mengerti cara berdansa, namun tubuh ini mengingatnya.

Seolah bergerak sendiri, aku hanya bisa mengandalkan reflek dari tubuhku ini. Berulang kali aku menginjak kaki putra mahkota dengan tidak sengaja, namun aku menganggapnya sebagai keuntungan.

"Aku tidak menyangka kemampuan berdansa lady sungguh baik," ucap Frederick.

"Tentu saja, aku harus berterima kasih pada kakakku yang mengajariku. Mereka mengatakan bila ada yang mengajakku berdansa, aku harus memberikan penampilan terbaik untuknya," balasku.

Frederick terdiam, aku meresponnya dengan tersenyum. Musik semakin mendekat kearah klimaksnya, suasana semakin memanas saat semua orang melihat aku dan putra mahkota berdansa begitu indahnya. Seolah hall dansa milikku dan putra mahkota, kami berdansa tanpa memerdulikan hal lain seperti yang dilakukan Cinderella.

"Sesuai julukanmu, kau memang berbeda malam ini Ailyn. Seolah kau adalah mawar yang baru saja mekar dari taman surga." Frederick berbisik padaku sebelum musik berakhir. Aku menanggapinya dengan nada yang bisa kubilang cukup menggoda.

"Aku memang selalu menawan seperti ini, namun ada seseorang yang terlalu buta menyadarinya," balasku.

Musik berakhir dengan penutupan yang indah. Rambut pirang Frederick bersinar begitu terangnya, seterang irish mataku yang berkilauan. Andaikan dia tidak membantai keluarga Erchau, mungkin aku akan merubah tujuanku padanya.

Tapi itu tidak mungkin, siapa juga yang mau dengan orang gila.

Aku membungkuk dengan anggun dan kembali menuju tempatku semula. Disana masih ada Irene, Yuria dan Elyssa yang ternyata menonton semuanya dari kejauhan.

When an Antagonist becomes HeroineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang