RH| 11 JANJI ARELLA

23 20 5
                                    

Sore itu, langit stasiun memamerkan gradasi oranye keemasan yang memukau. Cahaya matahari yang lembut menyinari wajah-wajah para penumpang yang sibuk dengan barang bawaan mereka. Di tengah hiruk pikuk itu, Reyhan berdiri di peron dengan tangan di saku, matanya tak lepas dari sosok Arella yang sedang merapikan tas selempangnya. Suasana yang cerah terasa kontras dengan hati Reyhan yang mendung.

Arella menatap ke arah kereta yang sudah siap di jalurnya. Suara roda troli dan pengumuman keberangkatan mengisi udara di sekeliling mereka. Dia menarik napas panjang, mencoba menguatkan diri untuk momen yang selalu terasa berat meski sudah sering dilakukan. Setelah beberapa detik hening, Arella memecah kebisuan.

"Han, gue pulang dulu, ya," katanya dengan senyum kecil yang dipaksakan. Matanya mencoba mencari reaksi di wajah sahabatnya.

Reyhan menunduk, memainkan ujung sepatunya di lantai peron. Dia ingin menjawab, tapi kata-katanya tertahan di tenggorokan. Melihat itu, Arella mencoba menghidupkan suasana.

"Han, gue cuma pulang ke Bogor, bukan pindah ke luar negeri, kok. Lu nggak perlu kayak gitu," ucapnya sambil menepuk lengan Reyhan pelan.

Reyhan mendongak, matanya bertemu dengan Arella. Ada sesuatu di dalam sorot matanya yang membuat Arella tertegun — perasaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Akhirnya, Reyhan membuka suara.

"Gue tahu. Tapi... nggak tahu kenapa rasanya berat banget ngelepas lu sekarang." Suaranya rendah, nyaris tenggelam dalam bisingnya stasiun, tapi cukup jelas untuk sampai ke telinga Arella.

Arella terdiam. Ada banyak hal yang ingin dia katakan, tapi semuanya terasa tidak cukup untuk meredakan suasana. Setelah beberapa saat, dia menepuk bahu Reyhan lagi, kali ini lebih kuat.

"Han, nanti kalau libur kuliah gue balik. Tenang aja, gue nggak akan lupa janji ini," katanya dengan nada ceria yang dibuat-buat.

Reyhan mengangkat alis. "Janji, ya? Jangan cuma ngomong doang."

Arella mengangguk mantap. "Gue janji. Kalau nggak balik, lu boleh tagih gue kapan aja."

Saat suara pengumuman keberangkatan kereta terdengar, Reyhan tiba-tiba merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Tanpa banyak bicara, dia menyodorkannya kepada Arella.

"Nih, buat lu," ucapnya singkat.

Arella memandang kotak itu dengan kening berkerut. Dengan rasa penasaran, dia membukanya perlahan. Di dalamnya ada sebuah gelang dengan desain minimalis namun elegan. Saat dia membaliknya, dia menemukan namanya terukir rapi di bagian dalam gelang tersebut.

"Ini gelang custom?" tanyanya sambil menatap Reyhan dengan ekspresi campuran antara kaget dan terharu.

Reyhan mengangguk. "Iya. Gue pesan langsung dari desainer. Cuma ada dua. Satu buat Fanny, satu lagi buat lu."

Arella menatap gelang itu lama, lalu mengangkat wajahnya. "Kenapa gue?" tanyanya pelan.

Reyhan menghela napas, lalu menatap lurus ke mata Arella. "Karena lu sahabat gue. Lu bikin liburan ini beda. Gue cuma pengen lu ingat gue, di mana pun lu nanti."

Arella tersenyum tipis. Dengan hati-hati, dia mengenakan gelang itu di pergelangan tangannya. Rasanya pas, seperti memang dibuat untuknya.

"Makasih, Han. Ini gelang paling berharga yang gue punya sekarang," katanya dengan tulus.

Kereta mulai mengeluarkan suara tanda akan segera berangkat. Arella mengangkat tasnya dan bersiap melangkah ke dalam.

"Gue masuk dulu, ya," katanya sambil tersenyum.

Reyhan hanya mengangguk. Namun saat Arella hampir naik ke kereta, dia tiba-tiba memanggilnya. "Arel!"

Arella berbalik, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Apa?"

Reyhan terlihat ragu sejenak, seperti mencari kata-kata yang tepat. Akhirnya dia berkata, "Jangan lupa janji lu, ya."

Arella tersenyum lembut, lalu mengangguk. "Gue nggak akan lupa. Lu juga jaga diri, ya, Han."

Kereta mulai bergerak perlahan, membawa Arella pergi. Reyhan tetap berdiri di sana, memandangi punggung Arella yang semakin menjauh hingga benar-benar hilang dari pandangan. Saat itu, ada kekosongan yang sulit dia jelaskan, seperti ada bagian dari dirinya yang ikut pergi bersama kereta itu. Namun dia tahu satu hal: janji Arella adalah sesuatu yang akan selalu dia tunggu.

Ketika stasiun mulai sepi dan suara kereta sudah menghilang, Reyhan tetap berdiri di tempatnya. Pikirannya melayang-layang, memutar ulang momen-momen liburan yang telah dia habiskan bersama Arella. Baginya, Arella bukan sekadar sahabat biasa. Dia adalah seseorang yang membuatnya merasa diterima dan dihargai tanpa syarat.

"Kamu, nggak pulang?" Suara seorang petugas stasiun membuyarkan lamunannya. Reyhan menoleh, lalu mengangguk pelan. Dia memasukkan tangan ke dalam saku jaket dan berjalan keluar stasiun, dengan langkah yang lebih berat dari biasanya.

Di dalam kereta, Arella duduk di dekat jendela, memandangi pemandangan yang bergerak cepat di luar. Tangannya meraba gelang yang baru saja diberikan Reyhan. Ada perasaan hangat yang menjalar di hatinya. 

Kereta terus melaju, membawa Arella kembali ke Bogor, sementara di Jakarta, Reyhan melangkah pulang dengan pikiran yang masih dipenuhi bayangan sahabatnya. Meskipun sore itu terasa seperti perpisahan, mereka berdua tahu bahwa cerita mereka belum benar-benar selesai. Ada janji yang harus ditepati, dan ada perasaan yang masih menggantung di udara, menunggu waktu untuk menemukan akhirnya.

Hai👋

Gimana part ini? Seru?

Maaf kalo masih berantakan dan masih banyak typo

Kalian suka gak sama cerita Rel & Han ini? Kalo kalian suka ayo kasih tau temen-temen kalian biar cerita ini jadi penghibur buat kalian semua,

Oh ya jangan lupa jaga kesehatan ya✨

Insyaallah aku mau mulai rajin up nih.

Makasih banget buat kalian yang masih nunguin cerita aku, maaf kalo aku lama up nya.

Untuk cerita Rel & Han
Up setiap hari Senin & Jumat

Jadi tetep tungguin aku up ya, kalo misalnya aku telat up bakal aku double part-nya.

Jangan lupa untuk vote dan follow ya....

Terimakasih 😉

Salam hangat

ALENAF19

-28 Febuari 2022

REL & HAN  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang