RH| 22 NOSTALGIA

22 23 0
                                    

Arel melangkah keluar dari gedung kampus dengan langkah yang sedikit terburu-buru. Setelah berpamitan dengan Sarah di aula, ia langsung menuju parkiran. Langit sore mulai menggelap, dan udara sejuk menemani setiap langkahnya. Setibanya di area parkir, pandangannya langsung tertuju pada sosok yang familiar. Nauval.

"Eh, lu juga baru selesai kelas?" tanya Arel sambil menghampiri Nauval yang sedang memasukkan helm ke bagasi motornya.

"Iya, tadi gue ada praktikum. Baru kelar setengah jam lalu. Lu sendiri mau ke mana?" Nauval menjawab sambil menyandarkan punggungnya ke motornya.

Arel mengangkat bahu. "Gue mau mampir ke kafe deket sini, ngerjain tugas. Kampus tuh bikin hidup gue berantakan banget belakangan ini."

Nauval terkekeh. "Klasik mahasiswa. Tapi emang sih, tugas kita nggak ada habisnya. Kalau ada waktu buat santai, manfaatin deh."

"Lu nggak ada kelas lagi?" tanya Arel sambil melirik Nauval yang kini merogoh ponselnya.

"Nggak. Gue udah free. Tapi kayaknya gue pulang duluan aja deh. Masih banyak yang harus gue beresin di rumah." Nauval tersenyum tipis sebelum melirik motor Arel. "Jangan pulang terlalu malem ya, lu kan suka kelupaan waktu."

Arel tertawa kecil. "Santai, gue nggak bakal lupa kok. Thanks udah ngingetin, Val."

Mereka berdua pun berpisah setelah saling melambaikan tangan. Arel kemudian memacu motornya ke sebuah kafe kecil dekat kampus, tempat favoritnya untuk mencari inspirasi dan menyelesaikan tugas. Kafe itu selalu ramai, terutama di jam-jam sibuk seperti ini.

Setelah memarkirkan motornya, Arel masuk ke dalam kafe. Benar saja, hampir semua meja penuh. Ia akhirnya menemukan satu meja kosong di pojok ruangan. Ia langsung duduk dan mengeluarkan laptop serta buku-bukunya. Beberapa menit berlalu, Arel tenggelam dalam tugasnya.

"Permisi, boleh duduk di sini? Meja lain penuh," sebuah suara menghentikan aktivitasnya.

Arel mengangkat kepala. Di depannya berdiri seorang cowok berkulit sawo matang, tinggi, dengan senyuman ramah. Namun, ketika pandangan mereka bertemu, senyuman itu berubah menjadi ekspresi terkejut.

"Arel?" tanya cowok itu dengan nada tak percaya.

Arel membelalakkan matanya. "Yusuf? Serius ini Yusuf?"

Cowok itu mengangguk sambil tertawa. "Gila, gue nggak nyangka bakal ketemu lu di sini!"

Yusuf pun duduk di depan Arel tanpa ragu. Keduanya masih terpana oleh kebetulan ini. Yusuf adalah teman masa kecil Arel saat ia masih tinggal di Jakarta, tepatnya di rumah kakeknya. Saat itu, Yusuf sudah dianggap seperti kakak oleh Arel.

"Jadi, lu kuliah di sini?" Yusuf membuka obrolan sambil menyesap kopi yang baru dipesannya.

Arel mengangguk. "Iya, gue ambil psikologi di kampus ini. Lu sendiri gimana? Kok bisa ada di sini?"

"Gue kerja di sini sekarang. keluarga gua baru pindah lagi ke Jakarta beberapa bulan lalu. Dulu sempat lama di luar kota karena bokap dipindah tugas," jelas Yusuf.

Arel mengangguk paham. "Oh iya, gue masih inget dulu tiba-tiba lu sama keluarga pindah. Gue sempat nanya-nanya ke kakek gue waktu itu, tapi dia cuma bilang bokap lu ada kerjaan di luar kota. Ternyata lu lama banget nggak balik ya?"

"Iya, gue kangen banget sama Jakarta, sih. Apalagi sama kenangan waktu kecil. Eh, lu masih inget nggak dulu waktu lu jatuh dari pohon di halaman belakang rumah kakek lu?" Yusuf tersenyum lebar, mengingat kejadian itu.

Arel tertawa kecil. "Ya ampun, jangan diingetin! Itu kan memalukan banget. Tapi iya, gue inget. Kalau bukan karena lu yang gendong gue ke dalam rumah, gue nggak tahu bakal gimana."

"Lu nangis waktu itu," tambah Yusuf sambil tertawa. "Tapi gue seneng akhirnya bisa ketemu lagi sama lu. Kita harus sering ketemuan setelah ini."

Arel mengangguk antusias. "Pasti, gue juga seneng banget bisa ketemu lagi sama abang kecil gue."

Obrolan mereka terus berlanjut, membahas masa kecil mereka yang penuh dengan kejadian lucu dan menyenangkan. Nostalgia itu membawa kehangatan di hati Arel, membuatnya merasa seperti kembali ke masa-masa tanpa beban.

Tak terasa, malam semakin larut. Yusuf akhirnya berpamitan, tetapi tidak sebelum bertukar nomor dengan Arel dan berjanji untuk bertemu lagi. Setelah Yusuf pergi, Arel kembali fokus pada tugasnya, tetapi senyuman kecil tetap menghiasi wajahnya. Pertemuan dengan Yusuf adalah kejutan manis yang menghangatkan harinya.

***

hai

Biar makin semangat up ayo jangan lupa di vote dan komen di setiap paragraf nya.

Maaf dan terimakasih aku ucapkan untuk kalian maaf kalo masih banyak typo dan terimakasih karna masih setia menunggu kelanjutan cerita ini.

Ketemu lagi di part selanjutnya.

Bye.

Alenaf19 🍀

-14 Desember 2022

REL & HAN  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang