Arella masih terbaring di ranjang rumah sakit. Cahaya lampu ruangan menyinari wajahnya yang pucat, sementara Reyhan berdiri di sampingnya, menggenggam tangan Arella dengan cemas. Luka di kepala Arella sudah diperban, tapi bekas darah di pakaiannya masih terlihat samar. Reyhan tidak bisa melupakan kejadian beberapa jam yang lalu. Tangannya sendiri masih terasa lengket, meski darah Arella sudah mulai mengering.
Pintu ruang perawatan terbuka, dan keluarga Arella datang dengan wajah panik. Bunda Arella langsung menghampiri putrinya, sementara Ayahnya bertanya dengan nada tegas kepada Reyhan, "Reyhan, gimana bisa Arella kayak gini?"
"Om, Tante, saya nemuin Arella udah berdarah-darah di kamarnya. Kaca meja riasnya ada tulisan aneh, terus kaca balkon juga pecah karena batu. Saya langsung bawa dia ke sini," jelas Reyhan, berusaha menenangkan diri meski suaranya terdengar gemetar.
Kakek Arella yang terlihat paling tenang berbicara, "Kita harus cek CCTV di rumah. Saya nggak yakin ini kecelakaan biasa." Dia langsung menghubungi Bibi keluarga untuk memastikan semua aman di rumah.
Sementara itu, dokter masuk untuk memberikan kabar. "Arella sudah stabil sekarang. Luka di kepalanya tidak terlalu dalam, tapi luka di kakinya cukup parah karena pecahan kaca. Kami harus memantau kondisinya selama beberapa hari."
Bunda Arella menangis, menggenggam tangan anaknya erat. "Arel, kamu kenapa nggak bilang kalau ada yang aneh di rumah? Kalau kamu takut, kita pasti bisa bantu."
Arella mencoba tersenyum meski lemah. "Maaf, Bun. Aku nggak nyangka bakal begini..."
Reyhan kemudian menyela, "Om, Tante, tulisan di kaca meja rias Arella ada ancamannya. Tulisannya pakai lipstik, bunyinya, 'Jangan coba sembunyi. Lu nggak aman di sini. Semua yang lu sayangi bakal ilang.'"
Ayah Arella mengepalkan tangan, matanya penuh amarah. "Siapa yang berani ngelakuin ini ke anak saya?!"
Saat itu, Bibi keluarga menelepon kakek Arella, melaporkan bahwa CCTV di rumah sudah dirusak. Kakek Arella mengabarkan ini kepada semua orang di ruangan. "CCTV rusak. Pelakunya jelas tahu apa yang dia lakuin. Ini direncanain."
Reyhan merasakan dadanya semakin sesak. Dia menatap Arella, yang mencoba tetap tegar meski ketakutan jelas terpancar di matanya. "Arella, gue janji kita bakal cari tau siapa yang ngelakuin ini," ucap Reyhan, penuh tekad.
Ayah Arella mengangguk. "Saya bakal lapor polisi. Ini nggak bisa dibiarkan."
Namun, sebelum ada yang bisa berkata lebih, Kevin—adik Arella—berlari masuk dengan wajah cemas. "Kak Arel, kakak nggak apa-apa kan? Jangan sakit lagi ya... Aku takut."
Arella memaksakan senyum untuk adiknya. "Kevin, kakak baik-baik aja. Jangan nangis ya. Kakak janji bakal pulang cepet."
Momen ini membuat suasana semakin emosional. Semua orang terdiam, menyadari bahwa ancaman ini lebih dari sekadar serangan iseng. Ini adalah peringatan.
Reyhan keluar sebentar untuk menelepon teman-temannya. "Dimas, Jovano, Fareil, David lu semua ke sini sekarang. Kita kumpul di rumah sakit."
"Arel gimana rey?" tanya Jovano dengan nada khwatir.
"Arella dalam masalah besar. Gue nggak bisa jelasin sekarang. Cepet kesini," jawab Reyhan cepat.
David menyela, "Oke, gue sama yang lain bakal langsung ke sana."
Reyhan lalu kembali masuk ke ruangan. Dia melihat Arella tertidur dengan wajah masih pucat. Dalam hati, dia bertekad untuk melindungi sahabatnya ini, apa pun yang terjadi.
Sementara itu, kakek Arella mulai mengatur langkah berikutnya. Dia berbicara kepada Ayah Arella, "Kita harus pasang sistem keamanan baru. Saya nggak mau ada kejadian kayak gini lagi."
Bunda Arella mengangguk, matanya masih basah oleh air mata. "Kita harus pastikan Arel aman."
Beberapa saat kemudian, keluarga Arella mendapatkan kabar dari Bibi yang sampai di rumah. Bibi tersebut mengonfirmasi bahwa selain CCTV rusak, barang-barang di dekat balkon juga terlihat berantakan. Bunda Arella makin gelisah, sementara Ayah Arella segera menghubungi pihak keamanan kompleks untuk tindakan lebih lanjut.
Di rumah sakit, suasana semakin intens ketika dokter kembali masuk untuk memeriksa kondisi Arella. "Kami akan segera melakukan pemeriksaan tambahan untuk memastikan tidak ada komplikasi lebih lanjut dari luka-lukanya. Mohon keluarganya bersabar."
Reyhan tetap di sisi Arella, sementara teman-temannya mulai berdatangan. Jovano masuk lebih dulu dengan ekspresi khawatir. "Rey, Arella gimana?"
"Masih lemah, Jo. Gue nggak ngerti siapa yang berani ngelakuin ini," jawab Reyhan dengan nada berat.
Dimas dan Fareil mengikuti di belakang, membawa beberapa botol air mineral dan makanan ringan. "Rey, lu udah makan belum? Kalau nggak, gue beli sesuatu," tawar Fareil.
"Gue nggak lapar. Mending kita fokus buat cari tau siapa pelakunya," balas Reyhan singkat.
Semua orang terdiam, saling menatap dengan ekspresi serius. Ancaman ini jelas bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng. Mereka sepakat untuk menjaga Arella lebih ketat dan membantu keluarga Arella menyelesaikan masalah ini.
Malam itu terasa panjang bagi semua orang. Ancaman yang sebelumnya terasa jauh kini benar-benar nyata, dan mereka tahu, ini baru permulaan.
***
hai guys, gimana kabar kalian nih?
maaf yaa gak up²oh ya gimana nih part yang ini semoga kalian suka ya, jangan lupa vote guys
setiap aku liat wattpad selalu inget utang cerita aku sama kalian, aku mulai nulis cerita dari 2020 atau 2021 gitu dan sampe sekarang belum tamat 😭
dan aku juga punya cerita yang lain selain ini jadi harus kejar²an biar semuanya tamat, doain ya ges
satu lagi maaf kalo masih banyak typo dan ceritanya masih berantakan aku bakal terus berusaha biar cerita aku enak dibaca dan bakal banyak² revisi juga.
terimakasih semua💐
salam hangat
alenaf19 🌷
_26 Juni 2024
![](https://img.wattpad.com/cover/274768889-288-k872784.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
REL & HAN (END)
Ficção AdolescenteReyhan Alexander adalah cowok tampan dengan kepribadian yang bikin banyak cewek terpikat. Sebagai anak dari seorang pengusaha sukses, Reyhan sering terlihat menikmati hidup dengan caranya sendiri. Dia suka melakukan hal-hal spontan seperti keliling...