RH| 44 LANGKAH YANG TEGAS

3 3 0
                                    

Arella melangkah cepat keluar dari kafe, jantungnya masih berdetak cepat setelah pertemuan singkat dengan Aurora. Sejujurnya, dia merasa cemas dan sedikit terpojok, meski berusaha tampil tenang. Tiba-tiba suasana hangat dalam kafe yang ramai dengan orang-orang itu terasa semakin jauh, digantikan oleh udara malam yang dingin dan sepi. Arella berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.

Langkah-langkah kaki terdengar semakin mendekat, dan tanpa dia sadari, Reyhan sudah berada di sampingnya. Arella menoleh dan mendapati tatapan khawatir Reyhan yang langsung membuatnya merasa sedikit lebih tenang.

"Kenapa buru-buru keluar?" tanya Reyhan, suaranya lembut namun penuh perhatian. "Lo baik-baik aja, Arel?"

Arella tersenyum tipis, berusaha menutupi kegelisahannya. "Iya, gue cuma... berat aja," jawabnya, suaranya agak bergetar meskipun ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kelemahannya.

Reyhan langsung paham bahwa ada yang salah. Meskipun Arella berusaha tampil kuat, dia tahu betul apa yang sedang melanda teman dekatnya itu. Reyhan menatap Arella lebih dalam, seakan mengerti perasaan yang sedang bergejolak di hati Arel.

"Lo gak perlu nahan-nahan, Arel," kata Reyhan sambil menatapnya dengan tatapan lembut. "Gue ada kok. Kalau lo butuh tempat buat curhat atau cuma pengen diem, gue siap kok dengerin."

Arella hanya mengangguk pelan, matanya sedikit berkaca-kaca. Meskipun dia ingin terlihat kuat, dia tahu dia bisa bergantung pada Reyhan. Ada rasa lega yang mengalir perlahan, tapi ada juga rasa takut untuk menunjukkan sisi rapuhnya.

"Gue..." Arella menghela napas, "Gue tadi ketemu sama Aurora, dan rasanya... nggak enak, Han. Semuanya kayak terbuka lagi. Semuanya kayak kembali ke masa lalu."

Reyhan menatapnya dengan perhatian yang mendalam, lalu memberikan senyum kecil. "Gue ngerti kok, Arel. Kadang emang pertemuan kayak gitu bisa ngebuat kita ngerasa nggak nyaman."

Arella menghela napas berat. "Gue nggak tahu harus gimana. Rasanya, ada yang ngga beres, dan gue nggak bisa lari dari itu."

Reyhan menepuk pelan bahu Arella, memberi isyarat agar dia tak merasa sendiri. "Gue nggak akan nyuruh lo buat lupa, Arel, tapi gue yakin lo bisa ngelewatin ini. Gue di sini, dan kita bisa ngobrol."

Arella mengangguk, meskipun masih ada ragu di matanya. Namun, melihat kehangatan dalam tatapan Reyhan, rasa itu sedikit menghilang. "Lo emang selalu bisa bikin gue ngerasa lebih tenang."

Reyhan tersenyum lebar. "Makanya, kalo lo butuh tempat buat nyingkir dulu dari semua itu, gue selalu ada."

Tanpa banyak bicara lagi, Reyhan menggiring Arella keluar dari area kafe, menuju ke tempat yang lebih tenang. Jalanan malam itu relatif sepi, hanya ada suara langkah kaki mereka yang terdengar jelas. Arella merasa sedikit canggung, tetapi suasana menjadi lebih santai setelah Reyhan mulai melontarkan lelucon-lelucon kecil yang berhasil membuatnya tersenyum.

"Jadi, lo pikirin apa lagi sekarang, Arel?" tanya Reyhan sambil melangkah di sampingnya, nada suaranya lebih ringan.

"Lo yang gue pikirin," jawab Arella, disertai tawa kecil. "Gue ngerasa, kadang lo itu kayak... ada aja cara buat bikin gue lupa masalah."

Reyhan tertawa, merasa senang bisa membuat Arella sedikit lebih santai. "Nggak ada yang bisa ngalahin cara gue buat bikin lo senyum," candanya, pura-pura sok tahu.

Arella tertawa ringan, merasa ada sedikit beban yang terangkat. "Tapi, serius deh... gue ngerasa, kadang gue terlalu banyak mikirin hal-hal yang nggak perlu."

Reyhan berhenti berjalan dan menatap Arella dengan serius. "Kita semua punya momen itu. Cuma, lo nggak perlu ngerasa sendirian, Arel. Lo nggak sendiri."

Mereka akhirnya sampai di sebuah kedai kopi kecil di sudut jalan yang sudah mulai sepi. Suasana di dalamnya jauh lebih tenang. Reyhan mengajak Arella duduk di salah satu sudut yang lebih privat, jauh dari keramaian. Kopi pesanan mereka datang tak lama setelah mereka duduk, dan keduanya menikmati kehangatan yang datang dari secangkir kopi.

"Jadi, gimana... lo udah ngerasa lebih baik?" tanya Reyhan, menatap Arella dengan penuh perhatian.

Arella mengangkat gelas kopi dan menyesap sedikit, merasa hangatnya kopi meresap ke dalam dirinya. "Iya, gue merasa... lebih enakan sekarang." Dia tersenyum. "Makanya gue butuh waktu sama lo, Rey. Lo selalu tahu cara buat bikin gue merasa lebih baik."

"Senang denger itu," Reyhan menjawab sambil tersenyum kecil. "Lo nggak perlu terjebak di situasi yang bikin lo nggak nyaman, Arel. Kalo lo butuh waktu buat ngereset diri, gue bakal bantu."

Arella menatap Reyhan dengan penuh rasa terima kasih. "Lo bener-bener teman yang baik, Rey."

Mereka terdiam sejenak, menikmati malam yang semakin larut. Suasana di sekitar mereka sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki dari luar yang sesekali mengganggu ketenangan. Namun, untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, Arella merasa tidak tertekan. Dia merasa nyaman di samping Reyhan, seolah-olah segala kekhawatiran yang mengganjal di pikirannya bisa sedikit lebih ringan.

Sambil melanjutkan percakapan ringan, mereka berdua melupakan sejenak beban yang ada. Malam itu terasa lebih hangat, penuh kebersamaan yang tak terucapkan, seakan dunia berhenti sejenak hanya untuk mereka berdua.

REL & HAN  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang