6

34.8K 2.6K 40
                                    

Setelah sekian lama berjalan dikoridor yang tak ada habisnya. Cia dan Sean kini sudah sampai diruangan yang sangat ujung serta sedikit sepi. Sean berbeda dari guru lain yang tempatnya harus bersamaan tapi dirinya malah menyendiri, karna dirinya membutuhkan ketenanggan.

Cia tanpa waktu lama sudah meletakkan setengah buku dimeja Sean yang ia pegang. Menyeka keringat yang mengalir dipelipisnya hari ini cuaca cukup panas, beruntungnya diruangan Sean ada 3 ac.

"Minumlah, saya tau kamu haus." suara berat dari Sean mampu mengalihkan perhatiaanya dari yang berdiri didepan ac kini segera menghampiri Sean dan mengambil air dingin. Sebelum itu, ia sempat berterimakasih.

Meneguk sampai habis tak tersisa lalu membuang botol minuman ketempat sampah. Cia tersentak kaget kala ada sesuatu yang mengenai jidatnya. Mendongak menatap Sean yang tengah membersihkan keringat didahinya menggunakan sapu tangan.

Mata mereka saling bertemu lalu bertatapan sangat lama. Semburat merah muncul dipipi pria tersebut dengan keadaan canggung dirinya lantas mengalihkan tatapannya kearah lain. Cia hanya menatap polos Sean sesekali mengerjab ngerjabkan matanya.

"Ekhem." dehemnya menetralkan kecanggungan diantara mereka ah lebih tepatnya dirinya yang canggung. Satu alis Cia terangkat kala tiba tiba saja Sean berdehem tapi ia tak memperdulikannya.

Panas dingin menyelimuti tubuh Sean seakan badanya bergerak sendiri tanpa kendali dari dirinya. Sean mulai menggangkat tubuh Cia mendudukkan pantat Cia dimeja besar serta sedikit panjang.

Menarik tengkuk Cia guna menghadap kedirinya secara dekat sampai jarak hanya tersisa satu jengkal jari. Cia terbengong kala dirinya tiba tiba saja diangkat, ia hanya melamun menghadap kearah Sean.

Memandang bibir merah semerah cherry milik Cia begitu lama tanpa sadar bibir mereka saling berdekatan dan akhirnya menempel. Melumat secara bergantian atas dan bawah dengan lembut serta sedikit menjilat.

"Mmhh." desah Cia kecil kala tangan Sean menekan nekan pinggangnya membuat dia merasa geli. Ciuman masih dipimpin oleh Sean karna gadis itu tak kunjung membalasnya, menggigit bibir bawah Cia otomatis Cia membuka mulutnya lalu lidah Sean masuk serta melilit lidah Cia agar saling bertukar saliva.

Lama kelamaan Cia terbawa suasana dan akhirnya membalas ciuman. Sepertinya, permainan tersebut telah dipimpin Cia. Buktinya, sekarang mereka berdua tengah saling tindih menindih disofa panjang milik Sean karna Cia mendorong Sean sampai terjatuh disofa.

Perlakuan Cia terhadap Sean membuatnya terkejut tapi ia menyeringai tipis sampai tak terlihat oleh Cia. Dimatanya Cia begitu aggressive. Melepas ciuman lalu jempol mungil Cia terangkat kesudut bibir Sean dan membersihkan sisa saliva yang menempel.

"Call me mommy, baby!." itulah Cia ketika ia memimpin ciuman dan berakhir harus memanggilnya dengan sebutan  lalu pergi dengan wajah tak berdosa. Sean nampak terkejut dengan ucapan Cia bahkan bibir Cia menampilkan seringaian.

"Tidak! Hanya bercanda pak!." ucap Cia tanpa dosa lalu bangkit dan merapikan bajunya yang sedikit kusut serta rambut yang mungkin berantakan. Jempolnya membersihkan sudut bibir yang sedikit tersisa saliva.

"Adios." ucapnya sambil mengedipkan matanya harusnya ia menggunakan tangan tapi ia sedang malas. Berjalan pergi meninggalkan Sean yang nampak terbengong dengan pakaian kusut serta rambut acak acakan.

Tubuhnya memilih dirinya duduk dengan tegap serta pipi yang sudah merona merah sampai menjalar keleher. Terkekeh lucu kala dirinya menggingat ciuman bersama muridnya. Ia memejamkan matanya menikmati dinginnya ac.

"Aggressive? I like it."

***

Cia berjalan meninggalkan ruangan Sean dengan senyuman yang tak pernah luntur dari bibir cantiknya. Tanpa sadar dirinya menabrak sesuatu yang keras membuatnya jatuh terduduk.

Bruk!.

"Awsh! Siapa sih yang naruh tembok disini 'kan jadinya Cia jatuh mana sakit lagi." rintih Cia kesakitan lalu berdiri dari duduknya. Cia mendongak menatap tembok? Em lebih tepatnya dada bidang seorang pemuda yang menurut Cia keras.

"Kenapa? Terpesona? Heh!." ucap seorang pemuda dengan menyeringai sinis dan menatap Cia terpesona lalu menggelengkan kepalanya mengusir keanehan pikirannya.

"Terpesona? Cih, muka buriq aja bangga lo kek monyet tau nggak." decihnya menatap sengit pemuda yang bernama Kevan si tunangannya. Matanya menatap Kevan dari atas sampai bawah lalu berhenti ke buwung yang dilapisi celana panjang. Cia kau sangat mesum!.

"Tanjung perak tepi laut, laut siapa boleh, boleh ikut, ikut." nyanyi Cia bernada.

"Ini janggut." tanggan Cia sambil menyentuh dagu tapi dimata Cia diibaratkan ada janggut.

"Ini perut." lalu turun keperut Kevan. Kevan sendiri hanya diam dengan menatap binggung Cia sampai alisnya juga ikut mengkerut.

"Dibawah perut ada apa?." lanjutnya turun ke aset berharga Kevan tapi tidak menyentuh hanya menunjuk saja dengan telunjuknya.

"Ada pen!s, emang kenapa?." jawab Kevan yang belum ngeh akan sesuatu tapi beberapa detik ia langsung menutupi aset berharganya dengan rona merah yang tiba tiba saja muncul, ia malu sangat sangat malu!.

"Panjang." jawab Cia dengan tampang polosnya lalu berlalu pergi meninggalkan Kevan yang masih malu.

"ARRGGH! GUE MALU, SIALAN!!." triaknya melampiaskan rasa malunya dan memukul dinding disebelahnya. Tangannya memegang dadanya merasakan desiran aneh yang tiba tiba saja muncul.

"Ck, nggak mungkin gue suka sama dia." decaknya keras sambil memejamkan matanya, tubuhnya ia sandarkan kedinding.

"Kenapa lu?." ucap dingin seorang pemuda yang diyakini sahabatnya, Samuel Zacharias Janssen. Seorang pria dingin yang hidupnya datar sedatar jalan tol akibat ditinggal pergi sahabat kecilnya yang sangat ia cintai bahkan ia rela menunggu sahabatnya sampai sekarang. Bucinnya sahabat masa kecil!.

"Bukan apa apa." jawabnya dengan merapihkan bajunya yang sedikit berantakan. Samuel hanya menggangkat bahunya acuh tak acuh.

"Cabut." kemudian mereka pergi setelah mendapatkan jawaban dari Samuel walau hanya deheman.

"Hmm."

'Aneh, eh tapi bentar cilok gue dimana? Yah masa ketinggalan diwc.'

_________


Penulis:NVL.EL

Transmigrasi Aleciana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang