"OKE, GUE balik ya," Reksa melambaikan tangan singkat setelah mengantarkan Iris di depan kelasnya. Mulut Iris terbuka, hendak bertanya, tapi urung karena Reksa sudah melangkah menjauh.
Iris masih memandangi punggung Reksa sampai cowok itu menghilang ke lantai atas -lantai khusus kelas tiga-, membuat ia mematung sebentar di depan kelas. Ingatannya kembali pada kejadian beberapa saat lalu, saat ia dan Reksa duduk di taman belakang sekolah lalu melihat Bryan dan Agung yang memandangi mereka dari kejauhan. Ada yang aneh dari hal itu. Maksudnya, kenapa Bryan dan Agung tidak langsung menghampiri mereka? Kenapa malah ngintip-ngintip nggak jelas? Terus, kenapa Reksa juga keliatan nggak ingin menyapa mereka, seolah mereka nggak dekat? Apa ada sesuatu terjadi yang Iris nggak tau? Iris menggelengkan kepalanya. Nggak, Gue nggak harus tau lebih dari ini.
Dinda, Rinai dan Salsa sudah menyambut Iris dengan tatapan penuh tanya saat gadis itu masuk ke kelas. Iris duduk di bangkunya ragu. Menebak-nebak pertanyaan apa yang akan dilontarkan mereka.
"Lo punya hubungan apa sama Kak Reksa?" Pertanyaan itu dari Rinai, yang langsung bertanya satu detik setelah pantat Iris mendarat di kursi.
"Nggak ada hubungan apa-apa loh, cuma kenal aja karena Dinda sering dikerjain sama Bryan," Dinda yang menjawab, membela Iris. Ia lalu menatap Iris penuh penasaran, ganti bertanya "Lo ngomongin apa aja sama Kak Reksa?"
Iris menelan ludah. Bingung. Mulai mencari-cari alasan yang tepat. "Kak Reksa cuma.. ngasih rekomendasi les musik buat Gue. Katanya, ada saudaranya dia yang lagi buka les gitu,"
"Yaelah.. Gue kira ngomongin apaan sampe keluar kelas segala. Tau gitu kenapa nggak ngomong disini aja, sih?" Salsa menyuarakan rasa kecewanya.
"Ya mungkin, dia malu kali.." Iris mencari alasan. Lagi.
"Terus, Lo terima nggak tawaran dari Kak Reksa?" Rinai bertanya penuh selidik. Iris berfikir sejenak, kemudian menggelengkan kepala perlahan.
"Lah, kenapa deh? Nilai seni Lo kan jeblok banget," Dinda mencebik. Dia bukannya mengejek atau bagaimana, tetapi sahabatnya itu memang buta nada parah dan tidak pernah berusaha untuk memperbaiki nilai seninya yang super hancur.
"Ya gimana? Mau les selama apapun juga kalau namanya nggak bakat ya tetep aja nggak ada perubahan," Iris mengangkat bahu. Jujur, dia sudah menyerah untuk memperbaiki nilai seninya yang selalu di bawah rata-rata itu. Ia memang sama sekali tidak diberkati kemampuan berseni meski unggul di pelajaran lain. Itulah kenapa kadangkala ia gagal meraih juara umum gara-gara nilai rata-ratanya yang turun.
"Oh, Gue jadi inget waktu MOS kemaren, bisa-bisanya Lo nyanyi dangdut di tengah lapangan, mana nadanya ke timur lo nyanyinya ke barat," Salsa terkekeh mengingat sejarah kelam 'Dinda' yang membuatnya terkenal seangkatan. "Kayanya Lo harus terima tawaran itu deh, biar nilai lo setara," tambahnya lagi menyetujui pendapat Dinda. Iris menyengir, untung pada percaya sama Gue..
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Liar (END)
Teen FictionBryan Lesmana. Cowok paling famous satu sekolah yang kesal bukan main setelah mendengar Papanya akan menikah lagi. Ia pun berencana menggagalkan pernikahan itu dengan mengancam Adinda, calon adik tirinya. Iris Soraya. Terpaksa berpura-pura menjadi A...