17. Teror

164 9 0
                                    

BRYAN MELEPAS helm yang terpasang di kepala, menaruhnya di atas jok motor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BRYAN MELEPAS helm yang terpasang di kepala, menaruhnya di atas jok motor. Ia melirik jam tangan yang melingkar di tangan kiri. Pukul 17:01. Sebenarnya ia bisa sampai rumah lebih cepat, mengingat simulasi kencannya tadi tidak berlangsung lama gara-gara Aidin yang rewel minta pulang. Tetapi tentu saja ia harus menunggu sampai taksi online yang dipesan 'Dinda' sampai dan membawa mereka dengan selamat, karena seperti biasa cewek itu menolak diantar pulang.

"Kalo ketahuan Mami bisa gawat loh, Kak!"

Begitu alasannya setiap dia menawarkan tumpangan. Diam-diam Bryan mengagumi pemikiran gadis itu yang sangat teliti demi berjalannya rencana mereka.

Bryan mengedarkan pandangan pada garasinya yang super besar. Terlihat mobil Toyota Land Cruiser 200 milik Papa terparkir di sana. Itu artinya, Papa sudah ada di rumah. Ia berjalan menuju pintu depan rumah, mendengar samar-samar suara tawa Papa dari dalam. Lalu suara wanita tampak menimpali suara Papa. Bryan langsung paham situasinya. 'Wanita itu' ada disini.

"Hai Bryan," Suara Tante Lia langsung menyambut tatkala Bryan melangkah ke dalam rumah. Bryan tersenyum canggung, melirik Papa yang duduk di samping wanita itu.

"Eh, sudah pulang kamu Yan. Dari mana? Main sama Reksa dan Agung ya? Kapan-kapan ajaklah si Dinda main-main ke luar, kasihan dia pasti bosan di rumah terus,"

Orang Gue perginya sama si Dinda, Bryan membatin.

"Halah.. Dinda mana mau ikut main Mas, dia itu lebih baik tidur di kamar ketimbang pergi-pergi. Kayak sekarang nih Mas, sudah kupaksa-paksa untuk ikut main kesini eh malah meluk guling di kamar. Katanya mumpung hari minggu mau puas-puasin tidur. Lagian kalo Dinda ikut ya malah ngerepotin Bryan Mas,"

"Ya nggak lah, masa sama adek sendiri merasa direpotin. Iya nggak Yan?"

Bryan mengangguk singkat, lantas berjalan menuju tangga lantai atas.

"Eh.. Bentar Yan, Papa mau nanya," Papa menghentikan langkah Bryan, membuat cowok itu menoleh. "Kamu tau handphone Papa nggak Yan? Yang warna hitam. Udah semingguan lebih Papa kehilangan itu,"

"Handphone? Handphone yang mana Pa? " Bryan tampak berpikir. "La itu, handphone nya ditangan Papa," Bryan menunjuk ponsel yang sedang dipegang Papa.

"Bukan ini, yang warna hitam loh, yang biasanya Papa pake buat kerja,"

"Oh.. Ketinggalan di kantor kali?"

"Nggak ada," Papa menggeleng gusar. "Terakhir kali Papa liat itu waktu di Bali,"

"Jangan-jangan ketinggalan di Bali Mas?" Tante Lia ikut berasumsi. "Terus kerjaannya gimana kalo hapenya ilang?"

"Untungnya aku selalu nyuruh sekretaris untuk menyimpan semua nomor klien berikut draft seluruh pekerjaan. Masalahnya, nomor hotel yang kita booking untuk resepsi belum sempat dicatat sekretaris,"

Sweet Liar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang