"RAM, PASS!" Teriakan Bryan menggema dari tengah lapangan, meminta Rama mengoper bola kepadanya. Bola teroper kepada Bryan, cowok itu pun segera melesat mendekati ring dan melakukan slam dunk.
"WOAAAAAAA!!" hiruk pikuk penonton berseru heboh, mengelu-elukan nama Bryan. Bryan dan timnya melakukan selebrasi dengan memutari lapangan dan menari-nari konyol.
Iris menopang dagu dengan telapak tangannya, Dinda duduk disebelahnya dengan wajah jengah. Mereka duduk di antara teman-teman sekelasnya di tribun lapangan basket.
"Kenapa kita harus duduk disini sih?" Keluh Dinda, entah yang keberapa kalinya. Iris mengangkat bahu.
"Ayo ayo! Kasih semangat buat Tim Basket SMA Dua Belas!" Pak Erwin-Guru Olahraga- berteriak semangat menggunakan toa. Para siswa bertepuk tangan kembali.
Hari ini para siswa-siswi di kelas satu diminta -lebih tepatnya dipaksa- menonton latihan basket tim sekolah mereka, demi menambah semangat anggota tim untuk menghadapi kejuaraan tingkat nasional bulan depan. Karena hal yang nggak penting itu -menurut Dinda- jam pelajaran terakhir di kelas satu hari ini serentak ditiadakan. Iris dan Dinda menjadi salah satu korban yang ikut diseret ke lapangan.
Bryan masih melakukan selebrasi di depan sana, di tengah sorak sorai penonton yang didominasi para cewek yang membawa spanduk-spanduk besar bertuliskan 'Bryan I Love You' dan 'Semangat Sayangku Bryan'. Anggota tim yang lain hanya menahan dongkol melihat gebetannya turut berteriak memuja Bryan.
Bryan terlihat menyugar rambutnya ke belakang seraya mengangkat kaus untuk mengelap keringat di wajah. Para siswi berteriak histeris melihat otot berbentuk kotak-kotak yang tercetak sempurna di perut Bryan.
Iris sontak menutup matanya dengan kedua tangan, Astaga, apa yang Gue lihat barusan? Berbanding terbalik dengan reaksi Dinda yang malah misuh-misuh. "Sialan! Mata Gue ternodai,"
"Minum," Tiba-tiba, cowok itu sudah berdiri di depan Iris dan Dinda. Mengulurkan tangan.
"Hah?" Iris dan Dinda membuka mulut berbarengan, kaget sekaligus gagal paham dengan maksud Bryan. Tanpa menjawab, Bryan meraih botol minum dari tangan Iris dan membawanya ke tengah lapangan.
"Botol Gue!" teriak Iris, yang tentu saja tidak digubris oleh Bryan. Dinda berdecak sebal. "Sumpah, makin lama makin ngeselin aja sih,"
Sementara yang sedang dibicarakan tampak santai menenggak air dari botol minum Iris, menghabiskan isinya sampai tandas.
***
Iris melangkah lesu menuju kelas. Alamat dia akan dimarahin habis-habisan oleh Ibu gara-gara botol tupperwarenya yang pasti tidak akan kembali. Dinda berjalan disebelahnya sembari menggerutu.
"Lo sih, segala bawa botol tupperware ke lapangan. Sekarang kan berabe tuh," omel Dinda panjang lebar.
"Ups," Iris hampir menabrak seseorang di depan kelasnya, buru-buru ia mendongak untuk meminta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Liar (END)
Teen FictionBryan Lesmana. Cowok paling famous satu sekolah yang kesal bukan main setelah mendengar Papanya akan menikah lagi. Ia pun berencana menggagalkan pernikahan itu dengan mengancam Adinda, calon adik tirinya. Iris Soraya. Terpaksa berpura-pura menjadi A...