27. Pangkas

126 6 0
                                    

IRIS DAN DINDA berjalan beriringan sepulang dari kantin menuju kelas mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

IRIS DAN DINDA berjalan beriringan sepulang dari kantin menuju kelas mereka. Selama langkah mereka semakin mendekati kelas, Dinda tampak beberapa kali membuka mulut, tapi tidak bersuara, seperti ragu untuk menanyakan apa yang ada di kepalanya saat ini.

"Ris," panggil Dinda akhirnya. Iris yang berjarak satu langkah di depan Dinda berhenti, kemudian menoleh kebelakang. "Iya, kenapa Din?"

"Lo.. emang sedeket itu ya sama Bryan?" Dinda bertanya ragu-ragu.

"Hah?" Seperti biasa, satu kata itu selalu keluar dari mulut Iris setiap kali ia merasa telinganya salah mendengar. "Kenapa.. Lo nanya kaya gitu Din?"

"Habisnya tadi di kantin, kalian berdua bercandaannya kaya udah deket banget. Kaya orang yang sering ketemu gitu," Dinda berkata sembari melipat tangan curiga.

Glek. Iris menelan ludah. Gue harus ngomong apa nih?

"Ya.. Itu kan karena Gue yang nemenin dia ke rumah sakit waktu kecelakaan Din, Jadi.. Wajar lah kalau dia merasa kenal sama Gue," Iris lagi-lagi menggunakan kemampuannya me-ngeles-nya yang semakin terasah.

"Tapi kelihatan nya nggak cuma kaya gitu Ris. Kaya kalian tuh udah akrab banget. Gue jadi khawatir kalo identitas kita bakal ketahuan sebelum waktunya," jelas Dinda mengungkapkan kekhawatirannya.

Tentu saja Dinda merasa amat khawatir, mengingat identitas mereka berdua yang tidak sengaja tertukar karena ketakutan Dinda terhadap ancaman Bryan. Kalau sampai ketahuan, entah apa yang akan diperbuat Bryan kepada mereka berdua.

Lalu, yang luput dari perhatian Iris adalah ketajaman insting seorang Dinda, yang biasanya sangat tidak peka terhadap keadaan sekitar, tiba-tiba terlihat begitu tajam hari ini. Buktinya, cewek itu tidak segera percaya begitu saja dengan alasan Iris seperti biasanya.

"Tenang aja Din," ucap Iris menenangkan Dinda, sekaligus dirinya sendiri. "Gue yang bakal jamin kalo identitas kita bakalan aman,"

Dinda mengangguk-angguk. Meski begitu, raut wajahnya masih terlihat penuh keraguan.

"Tapi," Iris melanjutkan. "Ngomongin soal identitas, Kira-kira kapan Lo bakal ngaku sama Bryan kalo Lo itu Dinda yang asli?"

Sebenarnya pertanyaan itu cuma pengalihan topik, melihat raut muka Dinda yang masih menyimpan keraguan pada perkataannya membuat Iris panik sendiri.

Lalu seperti yang bisa Iris duga, Dinda langsung terdiam. Ia tidak segera menjawab pertanyaan Iris. Gadis itu memilin ujung seragamnya terlebih dulu tanda sedang kebingungan. "Gue.. Masih takut sama Bryan, Ris." cicitnya kemudian.

Iris mengangkat kedua tangannya, menangkup wajah Dinda.

"Dinda, dengerin Gue. Kita nggak mungkin bisa selamanya kaya gini. Seperti kata Kak Reksa, cepat atau lambat identitas kita pasti bakalan ketahuan. Kalau lebih lama lagi, Gue takut masalahnya nggak cuma sama Bryan doang. Gimana kalau para guru tau? Belum lagi temen-temen yang udah kita bohongin selama ini. Kita bakalan ngomong apa sama mereka Din?"

Sweet Liar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang