IRIS MELALUI satu minggu pertama masa skors nya dengan uring-uringan. Bukannya apa-apa, selain memikirkan bagaimana caranya meminta maaf kepada Bryan dan Dinda, gadis itu juga harus menghadapi omelan ibunya yang tak kunjung reda setiap hari. Ibunya cenderung menyalahkan Iris yang terlalu banyak membuat masalah di sekolah dan memaksanya untuk cepat pindah saja ke Jogja.
"Buku-bukumu udah dikemas semua belum Ris?" Ini sudah ketiga kalinya dalam hari ini Ibu kembali menghampiri kamar Iris, sudah seperti mandor yang mengawasi pekerjaan kacungnya. "Kalau ada yang ketinggalan tanggung sendiri, ya!"
Iris tidak menjawab, bibirnya mancung bersungut-sungut.
Duh, Ibu mana tau kalau anak gadisnya lagi patah hati!
Kemudian seolah tak memberi kesempatan pada Iris untuk bergalau ria, ibunya yang super cekatan itu juga sudah mempersiapkan berkas-berkas pindah dengan cepat. Tahu-tahu, Iris tinggal menghitung hari untuk pergi dari kota metropolitan ini.
Untungnya, masih ada waktu dua hari bagi Iris untuk bersantai ria. Dalam dua hari itulah, Iris bertekad untuk menemui dua orang yang amat ia sukai itu dan memohon maaf.
Iris sudah berdiri di depan pagar tinggi yang dicat hijau sejak lima belas menit yang lalu. Sepertinya pagar itu baru dipoles beberapa hari yang lalu, terlihat dari warnanya yang masih menyala terang, ditambah dengan bau cat yang menghembus dengan kuat di hidung Iris.
Iris kembali menghela napas. Lo pasti bisa, Ris. Jangan sampai jiwa pengecut Lo menutupi fakta kalau Lo itu bersalah. Lo harus tanggungjawab kalau udah ngelakuin sesuatu!
Iris mengepalkan tangannya kuat-kuat. Sembari memejamkan mata, ia menekan bel pada pagar rumah Dinda.
Ting! Tong!
***
Lima belas menit berlalu.
Iris sudah mendudukkan pantatnya di atas sofa empuk di ruang tamu rumah Dinda tanpa berkata apapun. Es teh yang disediakan Tante Lia sejak pertama kali ia masuk juga tak tersentuh, membuat es batunya mencair dan membuat embun pada kaca gelas dan meja di bawahnya.
"Ris.." Tante Lia menepuk bahu Iris lembut, yang dirasakan Iris sebagai sentuhan mematikan karena jantungnya otomatis berdetak cepat.
"Tante.." Belum sempat bicara dengan utuh, air mata yang ditahan Iris akhirnya terhempas keluar. Ia akhirnya hanya bisa memeluk Tante Lia, meluapkan segala sesal dan hal-hal carut marut dalam dirinya selama ini.
"Sudah.. Sudah.. Tante ngerti kok," Tante Lia balas memeluk Iris sembari mengusap-usap punggung gadis itu lembut.
Iris baru menyadari kalau maminya Dinda ini benar-benar definisi bidadari di bumi. Kenapa bisa Lo tega ngancurin kebahagiaan orang sebaik ini Ris?
"Tante.. Hik.. Iris.. Hik.. Beneran.. Hik.. Minta maaf.. Hik.."
"Duh, minum dulu deh kayanya," Tante Lia mengulurkan tangannya ke atas meja, meraih kemasan botol air mineral dan memberikannya pada Iris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Liar (END)
Teen FictionBryan Lesmana. Cowok paling famous satu sekolah yang kesal bukan main setelah mendengar Papanya akan menikah lagi. Ia pun berencana menggagalkan pernikahan itu dengan mengancam Adinda, calon adik tirinya. Iris Soraya. Terpaksa berpura-pura menjadi A...