34. Luka

202 8 4
                                    

ATAP YANG dicat putih memenuhi atensi Bryan saat ia mulai membuka mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ATAP YANG dicat putih memenuhi atensi Bryan saat ia mulai membuka mata. Bola matanya melirik sedikit ke arah kiri, karena badannya terlalu sakit untuk bergerak.

Infus. Bryan sudah sangat terbiasa dengan barang khas rumah sakit itu. Ia menghela nafas perlahan, Gue kenapa lagi..

Sama-samar ingatannya kembali pada kejadian kemarin, saat ia memutuskan pergi dari rumah. Seingatnya, ia mengendarai motornya dengan ugal-ugalan di jalan raya, kemudian ada motor lain yang melaju cepat dari arah berlawanan. Menghindari tabrakan, Bryan membanting stir ke arah kiri, tepat di depan sebuah truk tronton. Setelah itu entahlah, sepertinya ia pingsan hingga saat ini.

Jantung Bryan berdegup kencang saat bayangan dirinya yang jatuh ke bawah truk berkelebat. Entah bagaimana ia bisa selamat, sepertinya keberuntungan masih berpihak kepadanya.

Bryan mencoba menggerakkan tangan kanannya, tapi rasanya kaku luar biasa. Setelahnya ia tersadar kalau tangannya sedang di gips, mungkin patah tulang.

Pintu ruangan terbuka perlahan. Bryan menoleh dan mendapati seorang wanita masuk.

"Bryan? Kamu sudah sadar nak?"

Bryan mendengus kesal, ia malah memalingkan muka ke arah tembok, membelakangi wanita itu.

"Kamu butuh sesuatu? Bilang saja sama Tante, kamu pasti kesusahan karena tangan kamu lagi di gips," Tante Lia masih berusaha berbicara baik-baik sambil mendekati Bryan khawatir.

"Nggak usah repot-repot Tante," Bryan menjawab kasar. "Saya nggak butuh apa-apa,"

Tante Lia menghela nafas, mengangguk mengerti. "Meski begitu, kamu harus bilang ya kalau ada apa-apa. Kalau tanganmu sakit banget, Tante akan panggilkan dokter. Kalau mau makan sesuatu, nanti Tante carikan. Jangan sungkan ya Bryan,"

"Saya nggak akan sungkan sama Tante, makanya sekarang Tante pergi aja dari sini,"

Tante Lia seketika terdiam. Menghadapi anak seperti Bryan memang membutuhkan kesabaran ekstra. Beruntung Tante Lia sudah berpengalaman menghadapi putrinya yang juga keras kepala. Akhirnya menuruti perkataan Bryan, Tante Lia beranjak keluar ruangan.

"Loh, temennya Nak Bryan ya?" tanya Tante Lia spontan saat mendapati seseorang berada di balik pintu. "Sini masuk,"

Bryan mengernyitkan dahi, ia menoleh ke arah pintu masuk demi melihat siapa yang datang. Sejurus kemudian, ia menyesal sudah bertatapan mata dengan 'seseorang' itu.

Reksa mengambil posisi duduk di samping ranjang Bryan, meski cowok itu lebih memilih memalingkan muka dan tidak menghiraukan kehadirannya sama sekali.

"Yan," panggil Reksa lirih.

Tidak ada respon. Bryan bergeming.

"Sorry," ucap Reksa kemudian setelah beberapa lama. "Gue minta maaf buat semuanya, termasuk waktu itu."

Sweet Liar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang