29. Pacarnya Mas Bryan, Kan?

104 4 0
                                    

SUARA KASAK-KUSUK yang terdengar dari luar kamar tidak lantas membuat Iris bangkit dari kasurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SUARA KASAK-KUSUK yang terdengar dari luar kamar tidak lantas membuat Iris bangkit dari kasurnya. Ia memilih berlindung dibalik guling bergambar doraemon, menyelamatkan mimpi indahnya yang mulai buram karena kesadarannya mulai datang. Aduh, sampai mana coba mimpinya tadi?

"IRIS!" suara gebrakan pintu ditambah teriakan cempreng yang memekakkan telinga tidak perlu membuat Iris menoleh. Ia sudah hafal perangai si empunya suara.

"Bangun dong!" Si empunya suara lagi-lagi mengoceh, kali ini tangannya turut bergerak. "Ih! Kebo banget sih!"

Ya ampun! Iris ingin mengumpat rasanya. Ia akhirnya pasrah saat guling doraemon kesayangannya ditarik dengan brutal dari atas kepalanya.

"BANGUN!"

"Aaarrrggghhh!!" Iris berteriak frustasi. "Kenapa sih, Din?! Ribut banget pagi-pagi?! Gue masih mau tidur!"

"No! Lo udah janji mau nemenin Gue!" Dinda menghalangi Iris yang sudah bersiap merebahkan kepalanya lagi. "Kan kemarin Lo udah setuju!"

"Kita janjian jam berapa Dinda?!" Iris membuat gestur menepuk-nepuk pergelangan tangan. "Lo bilang berangkat jam delapan! Ini masih jam.. Oh My God! Ini belum ada jam tujuh!!"

Dinda melipat tangannya sembari memutar bola mata kesal. "Soalnya Gue yakin Lo pasti bakalan molor di hari minggu! Gue mau dateng jam sembilan pun, Lo pasti masih belum siap! Makanya Gue inisiatif dateng lebih pagi, biar siap-siapnya cepet!"

"Ya tapi nggak jam tujuh kurang lima belas menit juga Adinda Maheswari.." Saking kesalnya, Iris sampai menyebut nama lengkap Dinda. "Gue kan masih mau healing sama kasur kesayangan Gue.."

"Hihhh!" Dinda menarik tangan Iris sebelum gadis itu menjatuhkan badannya kembali ke atas kasur. "Healing tuh nggak di rumah sambil molor kaya gini! Tapi main ke mall, ke pantai kek, apa naik gunung, gitu! Udah! Cepet mandi sana!"

Iris menghela nafas berat. Dosa apa sih yang sudah dia lakukan sampai Tuhan mengambil kenikmatan tidurnya di minggu pagi dua kali berturut-turut?

Keselll!

***

"Makasih ya Pak," Dinda berkata ramah kepada supir taksi yang mengantarkan mereka. Sama sekali tidak terganggu dengan raut bete Iris sepanjang perjalanan.

"Kenapa sih?" tanya Dinda akhirnya, setelah sadar tatapan mata Iris mengarah padanya. "Lo masih marah karena Gue banguninnya kepagian?"

"Menurut Lo?" Iris melipat tangannya jengkel. "Kita kan akhirnya baru berangkat jam delapan,"

Dinda memasang cengiran di wajahnya. "Udah dong, jangan marah-marah lagi lah. Gue kan ngelakuin itu buat kebaikan kita berdua,"

"Kebaikan.. Kebaikan.." Iris menggerutu tidak terima.

"Oke deh. Kalo gitu, nanti setelah pulang dari sini, Gue bakal belanjain Lo novel dari penulis best seller favorit Lo! Gimana?" Dinda melirik Iris. "Gue beliin dua deh,"

Sweet Liar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang