21. Oke, Makasih.

139 10 0
                                    

"KAMU TUH apa sih Ris yang nggak rusak?" Ibu bersungut-sungut sembari memilih beberapa produk tas di dalam toko

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"KAMU TUH apa sih Ris yang nggak rusak?" Ibu bersungut-sungut sembari memilih beberapa produk tas di dalam toko. "Hape rusak, tas rusak, terus botol tupperware Ibu juga ilang. Kalo aja kuping kamu itu nggak nyantel permanen disitu, Ibu yakin kuping kamu juga bakalan ilang,"

Iris cuma memamerkan cengirannya. Melirik ke arah pelanggan lain yang sempat menatap mereka. Omelan Ibu tidak akan berhenti sampai mereka ke luar dari toko dan kembali masuk ke rumah lagi. Jadi ketimbang menambah durasi omelan itu dengan menjawabnya, maka lebih baik ia diam sembari mengangguk-anggukkan kepala selayaknya anak yang berbakti kepada orang tua.

"Coba kalo tasmu nggak kecantol paku segala, pasti uangnya bisa buat beli hape baru,"

Begitulah ibu Iris, atau mungkin semua Ibu di dunia ini juga begitu. Tidak akan puas kalau hanya menyebutkan kesalahan anaknya sekali saja, sudah pasti kesalahan lain bakalan diungkit juga.

"Coba kamu itu hati-hati waktu megang hape, jadinya sekarang hapemu nggak bakalan rusak. Kalo udah begini, Ibu juga yang repot,"

Tuh, kan! Sudahlah, takdir Iris ya hanya bisa mengangguk saja. Menikmati omelan Ibu sembari membayangkan bahwa itu adalah lagu terindah yang pernah didengarnya seumur hidup.

Drrt.. Drrt..

Iris sontak menoleh kepada Ibu. Omelan Ibu kian panjang saja. Itu berarti Ibu tidak mendengar suara getaran yang berasal dari saku celananya barusan.

"Bu, aku ke toilet bentar ya. Kebelet banget ini," cetus Iris ditengah omelan ibunya. Iris tahu itu sangat tidak sopan. Tapi dia harus menyingkir dulu dari hadapan ibunya untuk membuka pesan dari Bryan.

Tentu saja Iris yakin pesan itu dari Bryan, mengingat handphone yang diberikan Bryan hanya berisi nomor cowok itu saja. Sebenarnya handphone itu sudah berbunyi sejak sebelum ia pergi ke Tanah Abang, tapi Iris memilih mengabaikannya.

Ada lima belas panggilan tak terjawab dan dua puluh lima pesan belum dibaca. Jangan dibaca Ris, Lo udah janji buat nggak ada urusan lagi sama dia. Lubuk hatinya mengingatkan saat jemarinya tergoda hendak membuka pesan itu. Iris mendesah berat. Tapi hape ini kan punya dia.. Bagian otaknya menjawab lain.

"Oke, kalo dia nelpon lagi, bakalan Gue jawab untuk terakhir kalinya. Kalo dia minta ketemu, itu juga untuk yang terakhir kalinya. Gue bakalan batalin perjanjian sialan itu sama balikin hape ini," Iris berbicara pada dirinya sendiri. Untung saja suasana toilet sedang sepi. Kalau tidak, ia pasti sudah dianggap tidak normal.

Sepuluh menit. Belum ada tanda-tanda notifikasi handphone berbunyi. Iris akhirnya membuka aplikasi chat, menelpon balik.

Berdering, tapi tidak diangkat.

"Kenapa jadi gantian dia yang nggak ngangkat sih?" Iris mengetik balasan pada chat yang dikirim Bryan.

Sorry Kak, tadi masih di luar.
Gimana Kak?

Sweet Liar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang