13. Bryan.. Bryan.. Bryan..

198 11 0
                                    

PERTEMUAN IRIS dan Bryan berakhir dengan damai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PERTEMUAN IRIS dan Bryan berakhir dengan damai. Eh nggak juga deng, soalnya sebelum pulang mereka berdua harus berdebat dulu perkara Iris perlu diantar pulang atau tidak. Bryan memaksa supaya Iris dia antarkan sampai rumah. Dan tentu saja, Iris menolak mentah-mentah ide itu.

"Kenapa sih Lo tuh batu banget jadi orang. Kalo Gue bilang Gue anterin ya Gue anterin," Bryan menaikkan oktaf suaranya, berargumen sengit dengan Iris.

"Kan saya udah bilang nggak usah Kak, saya bisa pulang sendiri. Transjakarta masih ada yang lewat jam segini. Lagian kalo kita keliatan pulang berdua, mau ngomong apa sama Mami? Mau rencana kita ketahuan?" Iris menjawab tak kalah sengit.

"Oke deh, terserah," Bryan akhirnya menyerah. Menaiki motor merah kesayangannya. "Awas aja besok-besok Lo ngeluh karena nggak Gue anter,"

"Nggak bakal," Iris menjawab yakin. Bryan sudah menghidupkan mesin motornya dan meninggalkan Iris sendirian di tempat parkir kafe.

Iris mengelus dadanya sendiri sesaat setelah kepergian Bryan. Bertemu Bryan adalah suatu hal yang biasa, kalau saja jantungnya juga begitu. Sayangnya jantung sialan itu lebih memilih meloncat kesana kemari kalau dirinya secara tak sengaja bertukar tatap dengan Bryan.

"Apa Gue periksain ke spesialis jantung ya? Kayanya jantung Gue mulai nggak sehat nih,"

Selama perjalanan pulang, Iris sibuk mengingat-ingat makanan apa yang terakhir ia makan sampai memicu jantungnya berdetak lebih cepat.

Pasti karena waffle icecream itu, batin Iris mendiagnosis. Apa jantung Gue membeku? Apa Gue bakalan mati? Iris menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Nggak lucu banget kan, kalo Gue mati cuma gara-gara es krim?

"Oh, Brian yang itu?"

Hah? Bryan? Jantung Iris mulai berdegup cepat lagi saat mendengar nama itu disebut. Dua cowok yang duduk di sebelahnya tampak asyik membicarakan sesuatu. Mereka duduk berdempetan di bangku paling belakang karena padatnya penumpang transjakarta sore itu.

"Brian Ferreira itu yang dari Argentina kan? Yang sekarang masuk ke Persiraja?"

Oh Bola.. Iris mengangguk-angguk sok mengerti. Hei jantung, ada apa dengan reaksimu yang berlebihan itu?

"Mbak, Blian-ku mana ya?"

Hah? Bryan-ku? Iris memandangi anak perempuan umur lima tahun yang tiba-tiba muncul di pekarangan rumahnya sore-sore.

"Ini nih Briannya Adel," Ibu Iris muncul dari arah dapur, mengikuti anak kecil laki-laki berumur satu tahun yang berjalan tertatih-tatih sembari membawa seekor anak kucing.

"Tuh kasihin Briannya ke Mbak Adel, Aidin," Ibu Iris membimbing Aidin-adik laki-laki Iris-memberikan anak kucing jenis anggora itu pada Adel.

Oh Kucing.. Lagi-lagi Iris mengutuk jantungnya yang blingsatan tak karuan hanya karena mendengar satu nama. Kenapa coba?

Sweet Liar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang