Minta bantuan vote, komen dan sharenya ya my readers..
Mungkin bagi kamu itu cuma tinggal mencet tanda bintang aja, tapi buat author itu berarti banget sayy
Jadi sembari membaca jangan lupa tekan tanda bintangnya ya😘
IRIS BERLARI kecil mengikuti langkah Bryan yang lebar-lebar memasuki rumah.
"Ugh, cepet banget sih jalannya," gerutu Iris. Ia buru-buru menambah kecepatan larinya saat Bryan sudah hampir menutup pintu.
"Ngapain Lo ikut kesini juga sih?" Bryan mengernyitkan dahi melihat Iris yang turut masuk ke dalam rumah, meski begitu tangannya masih menahan pintu untuk gadis itu.
"Kata Pak Pengacara, saya harus mastiin Kak Bryan sampe rumah dengan selamat,"
"Sekarang kan Gue udah sampe rumah,"
Iris tidak memperdulikan seruan protes Bryan. Ia melenggang menuju dapur, bersusah payah menaruh berbagai barang yang tadi dibeli Pak Pengacara untuk keperluan Bryan. Salahkan Bryan yang menolak tawaran bapak-bapak berwajah bule itu untuk mengantarnya pulang.
Bryan sudah menyerah berbicara. Kepalanya mulai agak pusing. Ia merebahkan badan di atas sofa ruang televisi.
"Kok tidurnya di sofa sih, Kak? Ke kamar dong!" Iris berseru dari balik pantry, sembari tangannya cekatan menaruh barang-barang ke tempatnya.
"Udah lemes, nggak kuat kalo ke atas," jawab Bryan sambil menutup mata.
"Kalo masih lemes harusnya dirawat aja di rumah sakit. Kenapa ngotot mau pulang, sih?"
"Emang kalo Gue dirawat, siapa yang mau ngurusin?"
"Itu—" Iris membungkam mulutnya. Tidak jadi menjawab perkataan Bryan. Fakta bahwa Bryan sendirian di rumah sebesar ini saja sudah menjawab pertanyaan cowok itu.
Iris membuka pintu kabinet atas dapur, lagi-lagi hanya menemukan mi instan dan snack di sana. Ia menaruh beberapa stok bahan makanan di sebelahnya.
"Jadi Kak Bryan selama ini beneran cuma makan mi instan doang? Wah parah sih, lambungnya udah bosen banget itu. Makanya dia tuh nyari perhatian sampe bisa bikin sakit gini," Iris sebenarnya bergumam sendiri, tetapi telinga Bryan ikut menangkapnya. Cowok itu tersenyum geli mendengar celetukan aneh Iris. Setelahnya, Bryan tidak mendengar apapun lagi. Mungkin pengaruh obat yang dia minum tadi mulai bekerja. Ia tertidur pulas.
Mata Bryan terbuka saat matahari sudah agak condong ke arah barat. Suara dering handphone mengganggu tidurnya. Ia malas-malasan meraih benda kotak itu dari atas crezenda.
Papa is calling...
"Halo Pa? Iya, biasa.. jatuh dari motor.. Nggak, nggak ada luka kok.. Iya, tadi udah diurusin Om Zen, sekarang udah pulang.. Iya, nggak usah khawatir.. Heem.. Iya.. Oke Pa.. Bye."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Liar (END)
Teen FictionBryan Lesmana. Cowok paling famous satu sekolah yang kesal bukan main setelah mendengar Papanya akan menikah lagi. Ia pun berencana menggagalkan pernikahan itu dengan mengancam Adinda, calon adik tirinya. Iris Soraya. Terpaksa berpura-pura menjadi A...