Paginya Aiko sudah berada dikelas, cukup sepi namun menenangkan. Matanya yang mengantuk tidak dibiarkan terpenjam oleh hari yang begitu cerah, sayang jika dilewatkan.
"Aiko," sapa Liam dengan suara yang lembut, ia berdiri didekat meja Aiko tangannya ia mainkan.
"Maaf untuk tadi malam, dan aku tidak ada maksud apa-apa dengan Diandra. Dia datang kerumah ku untuk menanyakan beberapa hal, dan aku mengantarnya pulang karena dia seorang wanita tidak baik jika pulang sendirian saat malam," kata Liam panjang lebar berharap Aiko mau memaafkannya.
Wanita yang diajak bicara tidak menunjukkan tanda tanda tertarik dengan ucapan Liam, ia masih bertahan dengan posisinya yang memperhatikan suasana diluar jendela. Jika ada kompetisi menjadi patung mungkin Aiko bisa memenangkan pertandingan itu, karena dia tidak bergerak barang sedikitpun. Bahkan gerakan dadanya tidak terlihat, ia sekilas tidak terlihat bernafas.
"Dan untuk kejadian di toko, Diandra yang meminta aku untuk mampir sebentar," ujar Liam tanpa ada kebohongan disetiap katanya.
"Lagi pula aku tidak meminta dirimu untuk menjelaskan kejadian semalam, kan." Kata Aiko melirik Liam, sekarang mereka berhadapan.
"Aku rasa itu perlu," ujar Liam lebih tenang dari sebelumnya. Jika Aiko ditanya peduli atau tidak soal kejadian semalam jawabannya, tidak. Ia percaya kepada Liam dan ia tau bagaimana sifat adiknya yang tidak menyerah untuk mendapatkan sesuatu. Memang sifat yang bagus, pantang menyerah tetapi dibeberapa kejadian itu cukup mengganggu.
Ketika Aiko akan kembali bicara teriakan seseorang menginterupsi mereka. Alexa sang pelaku yang menggangu Aiko dan Liam, tanpa merasa bersalah ia mengambil kursi dan mendudukkan diri lebih dekat dengan Aiko. Juni yang sibuk dengan bukunya pun melakukan hal yang sama, mereka mengobrol tanpa memikirkan keberadaan Liam.
"Kau akan terus berdiri disana? Ambil kursi itu dan duduk disebelah ku," kata Alexa tiba tiba, ia agak kasihan melihat pria itu seperti orang bodoh yang kehilangan uangnya.
Tanpa membantah Liam segera mengambil kursi yang berada didekatnya, dan duduk diantara Juni dan Alexa. Ia agak gugup.
"Aiko antar aku ke kamar mandi," kata Juni sambil beranjak dari sana. Ia tahu jikalau temannya, Alexa ingin mengobrol empat mata dengan Liam.
Aiko hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Juni. Setelah yakin akan kepergian Aiko dan Juni, Alexa segera mendekatkan diri kearah Liam. Liam terkejut bukan main, entah mengapa ia berpikir jika Aiko dan teman temannya adalah sekumpulan gadis yang agresif.
"Kau punya masalah dengan Aiko ya?" Tanya Alexa langsung ke intinya.
"Eh... Iya dia tidak sengaja melihat ku bersama Diandra di toko kue," jawab Liam.
"Dan sepertinya ia marah padaku," ucap Liam setelah beberapa saat ia terdiam.
Alexa menyatukan alisnya bingung.
"Dia tidak marah padamu bodoh!" Teriak Alexa cukup keras yang membuat Liam terkejut.
"Aiko tidak marah hanya karena masalah sepele seperti itu. Ia hanya mengerjaimu," kata Alexa lagi ia menatap horor Liam, gadis ini memang ekspresif.
"Tidak mungkin," ujar Liam tidak percaya.
Alexa memutar bola matanya malas cukup kesal dengan pria didepannya.
"Aku ini berteman lama dengannya, jadi tentu saja aku lebih tau dari mu. Dan asal kau tau wanita itu sangat suka melihat orang lain menderita karena dia," ucap Alexa mendramatisir, bahkan wajahnya terlihat seperti provokator handal abad pertengahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Boy
Teen Fiction[Warning 17+] Aiko itu gadis yang dominan bahkan di hubungannya pun ia menjadi pihak yang dominan. Dia bukan gadis yang suka dimanja tapi ia yang memanjakan pasangannya, ia lebih suka melihat pasangan frustasi dalam pelukannya dan itu yang dirasakan...