THE END BUT NEVER BE END

8.4K 546 167
                                    

"Liam bangun sayang," panggil seorang wanita begitu lembut, mengusap pelan kening berkeringat dingin milik putranya.

Pria itu mengerejap beberapa kali, ia terdiam untuk beberapa saat sampai matanya tenggelam dalam air mata. Ia bangkit dari tidurnya dengan cepat, bergerak gelisah seperti mencari sesuatu membuat kedua orangtuanya panik bukan main.

"Sayang sayang dengar, kau harus tenang dulu," suara lembut milik ibunya Liam terdengar, sedangkan ayahnya mencoba memeluk putranya yang terus bergerak.

"Aiko dimana Aiko? Bunda Aiko dimana? Ayah lepaskan Liam dulu Liam ingin melihat Aiko!" Ia berteriak histeris mencoba melepaskan pelukan dari ayahnya.

"Liam hey! Liam dengar!" Panggil pria tua itu begitu tegas.

Liam menatap ayahnya dengan mata yang bergelinang, mencoba mendengarkan ucapan ayahnya.

"Kau tenang dulu, tarik nafas dan biarkan suster melepaskan dulu infusan mu," ucap pria itu sembari tersenyum, dari guratan wajahnya terlihat baik namun tegas.

Liam menarik pandangannya, menatap tangannya yang sudah berdarah. Ia lihat infusan ditangannya hampir terlepas dengan darah yang cukup banyak.

"Tenang dulu, setelah ini baru kita temui Aiko ya. Tapi, kau harus berjanji untuk tenang mengerti?" Ujar Liana ibunya Liam.

Pria kecil itu mengangguk sebagai jawaban, membiarkan suster yang entah kapan ada didalam ruangan— mengobati lukanya.

Dan saat lukanya sudah diobati, ia berjalan dengan pelan tatapannya begitu kosong kedepan. Ia bisa melihat Alexa yang menunduk masih menangis yang berada di pelukan Juni, Joshua yang berdiri dengan Radit. Lalu kakeknya Aiko yang berdiri didepan kaca yang memperlihatkan ruangan gadis itu.

Anehnya Liam tidak merasa heran jika keluarga inti gadis itu tidak ada disini, ia cukup mengerti dan tidak peduli.

"Aiko..." Ia memanggil pelan, merasa sakit ketika mengeluarkan suaranya.

Ia menatap Aiko yang masih terbaring lemah, tangannya menyentuh kaca besar yang menjadi pembatas antara mereka.

"Aiko...." Ia kembali memanggil kekasihnya, membuat ia menjadi pusat perhatian.

Pria tua itu menatap Liam, menarik nafasnya lalu mengusap pelan punggung pria itu yang terlihat ringkih.

"Dia baik baik saja, jangan khawatir. Kita tinggal menunggu Aiko sadar saja," ujar pria itu tersenyum sayu kerutan disudut matanya menambah kesan sayu tersebut.

Liam mengangguk, pandangannya kembali menatap kearah Aiko.

"Bunda biarkan aku menjaga Aiko untuk malam ini," pinta Liam pelan.

Wanita itu menatap suaminya seperti meminta persetujuan, sampai anggukan dari suaminya ia berikan juga kepada Liam.

"Aku tidak akan meninggalkan Aiko, aku akan menjaga Aiko!" Pria kecil itu bertekad.

......
Sudah tiga hari Liam menunggu Aiko sadar, untungnya gadis itu bisa diselamatkan meski harus melewati operasi yang panjang. Karena kondisi Aiko sudah cukup membaik, gadis itu dipindahkan keruangan rawat inap biasa.

Tiga hari Liam dengan telaten menjaga Aiko, mengajak ngobrol gadis itu meski ia tahu Aiko tidak akan mendengarnya. Membawakan bunga dan kerajinan tangan yang pria itu buat sendiri.

"Aiko ayo bangun aku rindu Aiko," ucap Liam pelan.

Pria itu kembali mencium tangan gadisnya yang ia genggam. Setelah ini ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjaga Aiko, dari mara bahaya ataupun konflik yang akan membawa gadisnya kedalam bahaya. Ia tidak ingin kejadian tiga hari yang lalu terulang, Aiko nyaris tidak bisa diselamatkan namun berkat doa dari orang orang yang menyayanginya, gadis itu akhirnya berhasil diselamatkan.

Baby Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang