Aiko menatap Liam yang dengan cekatan menanam benih bunga kedalam pot, pria itu sepanjang menanam ia terus tersenyum membuat Aiko tidak bisa fokus karena ingin terus menatap wajah Liam yang tak ada tandingannya.
"Aiko kenapa belum jadi?" Tanya Liam agak galak, kedua tangan pria itu berada di pinggangnya.
Gadis itu tersadar, ia tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya.
"Maaf Liam, tapi aku tidak fokus karena kau," jawab Aiko.
Pria itu menghela nafasnya, kemudian ia berpindah tempat duduk didepan Aiko untuk mengambil alih pot Aiko yang masih kosong dengan tanah.
"Lihat ini, jangan lihat aku Aiko," ujar Liam pelan, tapi ini Aiko gadis itu tidak mendengar ucapan Liam dengan enaknya ia terus menatap wajah Liam.
"Tidak mau, aku hanya ingin melihatmu," ucap Aiko tersenyum menggoda.
Liam tidak mengatakan apapun lagi, ia membiarkan Aiko untuk terus menatapnya meski ia harus menahan degup jantungnya, terlihat dari pipi pria itu yang berwarna kemerahan.
"Nah sudah," ucapnya senang dengan cepat ia membawa kedua pot itu ketempat dimana ada sinar matahari yang cukup.
Pria itu terus tersenyum menatap pot yang terdapat namanya dan nama gadisnya.
"Nah nanti ketika kita menikah dua bunga ini harus ada di acara pernikahan kita ya Aiko," ucap Liam tersenyum senang.
"Ya jika itu mau mu aku akan mengabulkannya," ujar Aiko sambil memeluk Liam dari belakang menenggelamkan wajahnya sambil menghirup aroma khas milik Liam.
"Ngomong ngomong kau akan membawa bunga milikmu ke rumahmu Liam?" Tanya Aiko pelan.
"Apa? Tidak, aku akan menyimpannya disini agar bunga Aiko tidak kesepian. Dan aku juga akan datang untuk melihat bungaku," jawab Liam sambil terkekeh.
Aiko mengangkat wajahnya, "Bilang saja itu alasanmu agar bisa keluar masuk ke apartemen milikku dengan bebas," nyinyir gadis itu.
"Hehe Aiko selalu benar," ucap Liam mengangguk.
Gadis itu tersenyum begitu senang untuk hari ini tapi entah mengapa secara tiba tiba otaknya mengingatkan dirinya bahwa Diandra masih menghilang. Ia ingin melupakan pasal hilangnya Diandra, tapi semakin ia mencoba semakin ia terus mengingat adik kurang ajarnya itu.
"Aiko handphone Aiko berbunyi," celetuk Liam membuyarkan pikiran gadis itu.
"Ah benar, tunggu disini," ucap Aiko sambil berjalan menuju handphonenya tersimpan.
Tiba tiba rahang gadis itu mengeras ketika melihat siapa yang meneleponnya. Liam memutar kepalanya merasa aneh karena bunyi dari handphone gadisnya masih terdengar, bukannya gadis itu seharusnya sudah mengangkat panggilan itu.
"Aiko kenapa tidak diangkat?" Tanya Liam bangkit dari posisinya yang membungkuk.
Aiko mengerejap, "Ah iya benar, aku angkat dulu," jawab Aiko sembari bergegas menuju luar apartemennya, membuat tanda tanya besar bagi Liam.
"Ada apa?" Tanya Aiko kepada seseorang diseberang sana.
"Mamah mohon tolong kamu bantu mamah untuk mencari Diandra," jawab ibunya Aiko lirih, suara wanita tua itu sangat berbeda dari biasanya. Jika biasanya wanita itu menggunakan nada tegas terkesan sombong yang membuat Aiko terkadang kesel dengan ibunya, tapi sekarang berbeda nada itu tidak digunakan.
Aiko menghela nafasnya pelan.
"Aiko kau masih di sana?" Tanya wanita itu ketika dirinya tidak mendengar jawaban dari anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Boy
Teen Fiction[Warning 17+] Aiko itu gadis yang dominan bahkan di hubungannya pun ia menjadi pihak yang dominan. Dia bukan gadis yang suka dimanja tapi ia yang memanjakan pasangannya, ia lebih suka melihat pasangan frustasi dalam pelukannya dan itu yang dirasakan...