14. Nano-Nano

1.8K 169 15
                                    


Ketika baper melanda..

Yuk lah, selamat membaca..

❌❌❌

Setelah memberikan tanda tangan pada berkas milik Lintang, Devi mengembalikan pada pemiliknya.
Bersama itu, mbok Wati kembali datang dengan membawa nampan berisi bubur dan obat serta air putih untuk Devi.

"Taruh meja dulu mbok, nanti Devi makan" pinta Devi, yang di iyakan mbok Wati.

Setelah itu mbok Wati kembali ke belakang, ia enggan untuk ikut dalam obrolan majikan. Bukan wilayahnya.

Bayi Rafkha yang berada di gendongan Rama tiba-tiba menangis. Mau tak mau, Rama menyerahkannya pada ibunya.

Kehangatan Rama dan Lintang, kembali menggerogoti perasaan Devi. Memantik cemburu dan miris di dadanya, yang muncul bersamaan.

Tangis bayi itu perlahan mereda, setelah menemukan sumber kehidupannya. Rupanya bayi lelaki itu tengah kehausan.

Rama terlihat menyayangi anak itu, terlihat dari tangannya yang tak berhenti mengelus dengan lembut kepala sang bayi. Memberikan ketenangan pada calon anaknya itu.

Lintang yang menyadari tatapan sendu Devi, mengkode Rama untuk lebih menjaga sikap. Sedikit lama bagi Rama untuk memahami kode Lintang, hingga akhirnya ia paham. Ia memberanikan diri menoleh pada Devi. Dan benar saja, tatapan mata Devi mengarah padanya dan Lintang juga Rafkha. Namun, binarannya kosong.

"Aku musti gimana?" bisik Rama pelan. Ia bingung, harus bagaimana mengambil sikap.

"Lakukan, mas" balas Lintang tak kalah pelan.

"Aku takut kamu kecewa. Aku takut kamu sakit hati dan cemburu" sahut Rama.

"Tolong, maklumi keadaannya kali ini" pinta Lintang, yang akhirnya di setujui Rama.

Rama beralih menatap Devi. Ia memberanikan diri mendekat, sedikit mengikis jarak di antara mereka.

"Devi?" panggil Rama pelan namun, sudah berhasil mengalihkan atensi Devi dari keterpakuan.

"Iya?" sahutnya pelan.

"Kamu makan dulu ya? Biar bisa minum obat" bujuk Rama, yang tanpa meminta dua kali di angguki Devi.

Rama segera mengambil mangkuk berisi bubur tersebut. Setelahnya ia mengarahkan sendok yang sudah berisi bubur ke arah mulut Devi. Namun, wanita itu menggelengkan kepala sebagai bentuk penolakan. Ia tak mau Lintang cemburu padanya.

"Kenapa nggak mau? Biar saya suapin, kamu masih kelihatan lemas" bujuk Rama lagi, Devi tetap menggelengkan kepala. Rama mengalah. Ia serahkan mangkuk itu pada Devi.

Dengan tangan gemetaran, Devi mengambil alih mangkuk tersebut. Ia segera memakan bubur itu dengan lahap. Matanya sesekali menatap Rama dan Lintang bergantian.

Hingga akhirnya, air mata Devi meluruh tanpa di minta. Mulutnya terus menerima suapan dari tangannya sendiri, dengan mata yang berulang kali melirik pada pasangan bahagia di sebelahnya.

Rama yang menyaksikan sendiri keadaan Devi, tak ayal menitikkan air mata pula. Pun dengan Lintang yang ikut merasakan sesak di hatinya.

Perbuatannya yang mengambil Rama, ternyata memberikan efek luar biasa untuk Devi. Sebagai perempuan ia sadar telah melukai hati perempuan lain. Namun, sisi setannya tak mengizinkan dirinya mundur.

    Devi terus menyendok, padahal bubur telah tandas. Ia tak sadar telah menyendok dan memakan udara.

"Devi, udah. Buburnya udah habis" ucap Rama terbata-bata. Baru kali ini hatinya seperih ini.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang