30. Cemburu Buta

2.2K 149 4
                                    


Hai, hai, assalamualaikum..

Gimana kabar kalian? Semoga sehat ya?

Gimana puasanya? Lancar kan?

Maaf baru bisa update nih, aku beberapa hari ini memang agak ribet di dunia nyata.

Semoga kalian masih setia nungguin kelanjutan kisah Devi, ya?

Oke, selamat membaca..

❌❌❌

Hari-hari Devi berjalan seperti biasa. Siklus hidupnya hanya sebatas restoran dan rumah pribadinya. Ia akan menjadi wanita kuat di depan karyawannya namun, terkadang akan menjadi labil ketika sendiri di dalam kamarnya.

Ia tahu jika mantan suaminya sudah bahagia. Salah seorang kerabat Rama, tiga bulan lalu sempat mengumumkan kabar kelahiran anak pertamanya dengan Lintang di sosial media. Kabar itu membuatnya turut merasakan bahagia. Walaupun ia tak memungkiri, ada sisi yang kembali terpatahkan.

Pagi ini seperti biasa, ia sudah siap untuk pergi ke resto. Sebenarnya ia bisa saja diam di rumah, bekerja lewat virtual. Tapi, jika ia di rumah, kemungkinan galau akan lebih besar.

Ia keluar dari kamar dan melihat mbok Wati tengah menata sarapan di atas meja. Wanita itu masih setia bekerja dengannya.

Devi segera mendudukkan dirinya di kursi, begitu mbok Wati datang membawakan piring untuknya. Devi segera mengisi piringnya dengan nasi dan lauk yang telah tersedia.

"Mbak Devi nya makan dulu aja, mbok masih banyak kerjaan" ucap mbok Wati meminta ijin.

"Oke. Tapi, nanti jangan telat ya mbok, makannya?" pesan Devi seperti biasa.

"Siap, mbak. Iya udah, mbok ke belakang dulu. Mbak Devi kalau mau berangkat tutup aja pintunya"

"Iya, mbok"

Mbok Wati segera berlalu dari ruang makan menuju halaman belakang. Sementara Devi melanjutkan memakan sarapannya seorang diri. Jika seperti ini, rasa kesepian diam-diam merebut ketenangannya. Ada rasa ingin kembali tinggal bersama keluarganya. Namun, ia tak ingin teringat dengan masa lalu dan segala kenangannya. Tinggal di tempat baru saja belum berhasil membuatnya hidup selayaknya manusia normal umumnya.

Nafsu makannya tiba-tiba hilang. Dengan berat hati ia meletakkan sendoknya di atas piring, yang makanannya masih tersisa seperempat itu.

Ia berlanjut meminum kopi hitamnya seperti biasa. Setelah itu, ia membawa bekas makannya ke dapur untuk ia cuci.

Ia kemudian beranjak keluar sembari membawa tas jinjing dan selempangnya, juga beberapa berkas penting lainnya.

❌❌❌

Ia hendak membuka pintu mobilnya tetapi urung, karena sebuah mobil terdengar memasuki halaman rumahnya yang pagarnya sudah terbuka. Jadilah ia berbalik badan untuk melihat siapa yang datang pagi ini ke rumahnya.

Begitu mobil itu berhenti, dan seseorang keluar dari sana. Barulah ia paham, siapa tamunya. Deni, sang kakaklah, yang memasuki wilayah pribadinya.

Lelaki kesayangannya itu tampak mendekat, dengan membawa kotak sedang di kedua tangannya.

"Selamat pagi, kesayanganku!" sapa Deni sembari tersenyum teramat manis.

"Pagi, bang" balas Devi dengan senyum tipis.

"Udah mau berangkat ke resto?" tanya Deni basa-basi.

"Iya, bang. Abang tumben ke sini pagi-pagi?" jawab dan tanya Devi.

"Kenapa? Emang nggak boleh?!"

"Iya, boleh aja sih. Cuman agak aneh aja, gitu"

"Iya udah lah, itu nggak penting. Abang ke sini sepagi ini karena ada sesuatu yang ingin Abang sampein. Mungkin ini waktunya nggak tepat tapi, Abang udah mikirin ini dari semalem. Abang cuma mau bilang, selamat ulang tahun, adikku sayang. Semoga panjang umur, selalu sehat, bahagia, dan berkah" ucap Deni panjang lebar, sembari membuka tutup kotak yang ia pegang.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang