Malam, apa kabar semua?Aku up lagi nih, buat ngejawab rasa penasaran kalian.
So, tunggu apa lagi? Happy reading guys..
❌❌❌
Sampai di kantornya, Rama segera mengajak istri, anak-anak, dan para pengasuh untuk masuk ke dalam gedung. Ia menempatkan mereka di ruangan kerjanya. Karena selain kursi dan meja kerja, di dalamnya juga ada tempat tidur yang di sekat dinding. Anak-anak dan istrinya bisa beristirahat di sana.
Setelah mengantarkan mereka semua, ia bersama asisten dan sekretarisnya turun ke lantai yang ada di bawahnya. Tempat di mana meeting akan di laksanakan sebentar lagi.
Seperginya Rama, Lintang mencoba duduk di kursi kebesaran suaminya itu. Ini bukan pertama kalinya ia menjajal duduk di sana namun, entah mengapa kali ini rasanya berbeda. Ia seperti akan merindukan tempat itu dalam jangka waktu yang, entahlah.
Bibirnya menyunggingkan senyum, kala matanya menangkap pemandangan di atas meja di depannya. Di samping komputer lipat, terdapat satu bingkai foto. Yang terisi tiga potret keluarga kecil mereka. Cinta dan setia Rama memang tak bisa di ragukan besarnya.
Lama melamun, ia tersadar dengan dirinya yang mendadak ingin memakan roti bakar yang ada di kantin kantor. Tak mau menunda, ia memutuskan untuk membeli sendiri makanan tersebut.
"Bi, mbak, saya ke bawah dulu ya? Mau beli sesuatu. Titip anak-anak, ya?" pamit Lintang sembari mengelus kepala Rafkha dan Ralin bergantian.
"Nggak biar bibi aja yang beli, mbak? Kasihan, nanti capek" cegah si bibi.
"Ma kasih Bi, biar Lintang pergi sendiri. Turunnya juga naik lift, kan? Tenang aja, titip anak-anak ya?"
"Ya sudah, mbak Lintang hati-hati"
"Siap, Bi. Rafkha, Arjuna? Bunda pergi dulu ya? Kalian baik-baik sama bibi sama mbak. Titip, mereka ya?" pamit Lintang sekali lagi.
Setelah memastikan anak-anaknya anteng, Lintang segera keluar ruangan suaminya dan masuk ke dalam lift untuk mengantarkannya ke lantai bawah.
Sampai di lantai bawah, ia segera beranjak menuju kantin. Beberapa orang yang sudah mengenalnya menyapanya dengan sopan. Lintang membalas dengan senyuman tipis.
Ia terus berjalan dan tak lama kemudian sampailah ia di tempat tujuannya. Keadaan tentulah lengang, karena keadaan karyawan yang tengah dalam jam kerja. Ia dengan bersemangat menghampiri jejeran pedagang makanan yang ada di sana.
"Permisi Bu, saya mau beli roti bakar. Pedagangnya yang mana, ya?" tanya Lintang pada seorang penjual.
"Maaf Bu, yang jual roti bakar sedang tidak berjualan hari ini. Saya nggak jual itu kebetulan. Atau ibu mau makan martabak, aja? Kalau itu saya ada" jawab dan tanya si penjual makanan.
"Emm, nggak deh Bu, terima kasih. Saya sedang pingin banget makan roti bakar. Di dekat sini, ada nggak ya Bu, yang jual roti bakar?"
"Ada sih, Bu. Lima belas meter dari kantor sini, dan harus nyeberang dulu" terang si ibu penjual.
"Ya udah Bu, saya ke sana aja. Terima kasih informasinya, permisi" pamit Lintang.
Tanpa menunggu jawaban si ibu kantin, Lintang bergegas berjalan keluar kantor untuk mendatangi stand roti bakar yang di sebutkan si ibu kantin.
Ia terus berjalan keluar hingga mencapai jalan raya. Ia mengikuti petunjuk si ibu kantin untuk berjalan ke arah lima belas meter dari kantor.
Tak lama kemudian, matanya berbinar cerah. Kala mendapati nameboard bertuliskan kedai Roti Bakar Pelangi. Ia mempercepat jalannya untuk segera sampai di bangunan kedai yang tidak terlalu besar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)
Fiksi UmumJanji suci di antara kita, memiliki makna yang berbeda. Suci dan kebahagiaan bagiku namun, kosong dan neraka bagimu. Walau hatiku telah jatuh padamu, aku bisa apa? Jika akhirnya kau memilih menepi. Aku hanya bisa merelakan tanpa mampu lagi menahan. ...