Warning, guys..Jangan pada bawa belati, ya?
Wkwkkkk..
Selamat membaca 🤗🤗🤗...
❌❌❌
Empat mobil datang bersamaan, memasuki pelataran rumah Rama yang luas. Mobil itu adalah mobil dari resto Devi, mobil pribadi Devi, dan dua lainnya mobil papanya juga mertua abangnya. Setelah memarkirkan mobil dengan rapi, satu persatu keluar dari kereta besi mereka masing-masing.
Dua karangan bunga yang Devi minta, di keluarkan anak buahnya dari mobil, dan di letakkan bersama karangan bunga lain yang berjajar.
Entah siapa yang mengkomando, Devi berada di barisan terdepan, di apit papa mama dan mertua abangnya. Sementara Deni dan Andita berada di barisan belakang, berbaur dengan para pekerja Devi.
Langkah demi langkah mereka tapaki bersama. Tak dapat di ingkari, dada Devi kembali berdebar. Langkah kakinya tiba-tiba terasa berat. Ia seperti ingin berbalik namun, ia masih punya akal yang waras untuk tetap masuk demi kemanusiaan.
Dari belakang, Deni menyadari kegamangan adiknya. Ia hanya berharap semoga adiknya bisa mengendalikan diri.
"Assalamualaikum" ucap Devi, mewakili rombongan yang ikut bersamanya.
"Waalaikum salam" sahut beberapa orang yang ada di dalam ruang tamu tersebut.
Apa yang Devi perkirakan benar. Ia bertemu juga dengan orang-orang yang pernah ia kenal di masa silam. Orang-orang yang terdiri dari sebagian besar keluarga Rama, sama berdiri menyambut kedatangan mereka.
"Devi? Apa kabar, sayang?" sapa budhe Rima, kakak kandung papa Hendra, mantan mertuanya.
Dengan segera Devi mendekat dan menyalami tangan beliau dengan hormat.
"Baik budhe, Alhamdulillah. Budhe Rima apa kabar?"
"Baik nak, budhe baik. Ayo besan, semuanya, mari silakan masuk. Tuan rumah masih salat dhuhur sepertinya" ucap budhe Rima mempersilakan dengan ramah.
Satu persatu mereka semua duduk di atas lantai berlapis karpet bulu yang tebal. Ruangan sengaja di kosongkan karena sedianya akan di pakai untuk menggelar acara tahlilan. Juga beberapa keluarga masih terus berdatangan.
Orang-orang yang ada di ruangan itu sama mengobrol dengan keluarga Rama. Menyimak cerita demi kisah yang menyebabkan almarhumah Lintang meregang nyawa.
Devi sesekali mendengarkan dengan tidak fokus. Karena matanya berulangkali terpaku pada pigura besar, yang menampilkan foto akad nikah Lintang dengan Rama. Juga foto di saat sesi mereka tersenyum ke arah kamera sembari berangkulan di atas pelaminan.
"Kenangan yang manis" batin Devi yang mencetakkan senyum di bibirnya.
Semua orang akhirnya sadar dengan ke mana pandangan mata Devi. Mereka yang akhirnya mengetahui bagaimana kisah rumah tangganya dengan Rama dahulu, merasakan apa yang Devi rasakan. Hati mereka tertohok dengan kenyataan itu. Semenyakitkan apa pun kenangan, tetap akan menyisakan torehan dalam ingatan.
Kebekuan mereka tercairkan dengan suara tangisan bayi dari dalam kamar, yang berada tak jauh dari tempat mereka semua duduk. Tangis itu semakin lama semakin jelas terdengar, seiring dengan terbukanya pintu kamar tersebut.
Dapat Devi dan yang lain lihat, papa Hendra dan mama Nur keluar dari bilik tersebut. Masing-masing beliau menggendong anak kecil. Mama Nur menggendong Arjuna, sementara papa Hendra menggendong Rafkha.
"Duh, duh.. cucu-cucu nenek.. tenang ya sayang? Jangan nangis terus. Nanti bisa panas lho, badannya" ucap mama Nur berusaha menenangkan.
Mbak perawat Arjuna mendekat, memberikan botol dot untuk minum si bayi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)
Ficção GeralJanji suci di antara kita, memiliki makna yang berbeda. Suci dan kebahagiaan bagiku namun, kosong dan neraka bagimu. Walau hatiku telah jatuh padamu, aku bisa apa? Jika akhirnya kau memilih menepi. Aku hanya bisa merelakan tanpa mampu lagi menahan. ...