19. Berbuah Manis

1.8K 142 2
                                    

Fajar sudah meremang, Rafkha sudah harum di tangan Rama. Ayah sambung itu sudah memandikan anak Lintang, yang sudah terbangun sejak ia pulang dari mencari mangga.

Pemandangan berbeda terjadi pagi ini. Lintang yang biasanya di pagi buta sudah aktiv di dapur, sekarang ibu satu anak itu masih setia meringkuk di atas kasur. Suara Rafkha yang berceloteh pun sama sekali tak mengusik tidurnya.

Rama mengambil selendang kain yang tersampir di kursi rias, untuk menggendong putra sambungnya itu.

Beres. Rafkha sudah ada dalam gendongan Rama. Setelahnya, dua lelaki beda generasi itu keluar kamar menuju dapur. Sepertinya pagi ini, Rama yang akan membuat sarapan.

Lelaki dewasa itu terlebih dahulu membuka jendela yang ada di dapur. Setelahnya ia menakar beras untuk di tanak. Setelah mencucinya, ia memasukkannya ke dalam mesin penanak.

Ia beralih memanaskan air untuk membuat sup ayam. Sambil menunggu air mendidih, Rama menyiapkan potongan ayam dan sayuran tambahan.

Setelahnya ia mencuci semua bahan, dan memasukkannya ke dalam air yang sudah mendidih.

Rafkha mulai tidak nyaman dalam gendongannya. Bayi itu bergerak-gerak sembari menghisap jempolnya, sepertinya haus.

"Duuhh, anak papa haus ya? Bentar ya, papa buatin susu dulu. Rafkha yang tenang ya?" ucap Rama mengajak anaknya berbicara, walaupun bayi itu belum bisa menjawab.

Setelah memasukkan bumbu pada sayur sup nya, Rama mengambil botol dot, kotak susu, juga sedikit air hangat.

Sembari menggoyang-goyang pelan tubuh Rafkha, Rama memasukkan beberapa sendok bubuk susu lalu menambahkan air hangat ke dalam gelas.

Setelah mengaduk dan meniup-niupnya supaya dingin, Rama memindahkan cairan putih itu ke dalam botol.

Hangat-hangat kuku, Rama mengarahkan dot itu ke mulut Rafkha, yang di sambut oleh mulut mungilnya. Anak itu dengan semangat menyedot cairan penguat tubuhnya.

Sambil memegangi dot Rafkha, Rama mematikan api kompor, karena sup ayam buatannya telah matang. Setelahnya, ia membawa Rafkha keluar ke halaman depan untuk menghirup udara pagi.

❌❌❌

     Di dalam kamar, Lintang mulai terbangun dari tidurnya, karena merasakan sinar mentari menyapu wajahnya. Ibu satu anak itu mengerjap-ngerjapkan mata sembari memijit pelan keningnya yang terasa berat.

Pelan-pelan, ia mencoba bangun dan duduk sebentar sebelum beranjak ke kamar mandi. Kepalanya memang terasa nyeri.

Lintang membuang air yang telah penuh di kantong kemihnya, tak lupa juga menampungnya sedikit. Ia akan menggunakannya untuk tes kehamilan. Semoga saja praduganya benar. Ia telah telat datang bulan hampir sebulan ini.

Setelah selesai ia beralih ke wastafel, mencuci muka dan menggosok gigi. Setelahnya ia lap wajahnya dengan handuk bersih yang ada di gantungan.

Satu testpack ia keluarkan dari kantong baju tidurnya. Setelah membuka bungkusnya, ia celupkan benda tersebut ke dalam air seni yang telah ia tampung, lalu mengangkatnya.

Sepersekian detik, matanya tak berani melihat ke arah benda yang ia pegang. Detakan dadanya pun tak normal, harap-harap cemas.

Merasa sudah mencapai kerjanya, dengan pelan, Lintang membalik alat tes kehamilan tersebut. Dua garis merah pertanda positif, muncul di sana. Hatinya terharu luar biasa. Bibir tipisnya memunculkan senyum suka cita.

Masih dengan dada berdebar, kembali ia kantongi benda pipih tersebut. Setelah itu, ia hapus air mata harunya yang sempat turun. Ia lalu bergegas beranjak keluar untuk mencari suami dan anaknya yang tak ada di kamar.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang