29. Mimpi Buruk Dalam Suka Cita

1.6K 144 2
                                    


Selamat sore, semua..

Selamat berpuasa bagi yang menjalankan..

Semoga lancar sampai lebaran..

Amien..

Selamat membaca...

❌❌❌

Tiga setengah bulan berlalu sejak hari di mana Lintang bertemu dengan Devi di keadaan genting di rumah sakit. Hari ini, ketika waktu baru menginjak pukul satu dini hari. Ia kembali berada di rumah sakit. Bukan Rafkha putranya yang harus di rawat. Tapi, dirinya sendiri.

Iya. Sejak kemarin sore, ia merasakan perutnya kontraksi. Sepertinya calon bayi hasil buah cintanya dengan Rama sudah tak sabar untuk melihat dunia.

Di sinilah ia sekarang, di dalam ruang bersalin. Dengan kondisi perut mulas luar biasa, juga tangan yang sudah di pasang selang infus. Dokter dan beberapa perawat tampak mondar-mandir menyiapkan segala sesuatunya.

"Mulas banget, Bu?" tanya dokter Puji sembari mendekat.

"Iya dokter, mulas sekali" sahut Lintang sambil menahan diri untuk tidak mengejan.

Tanpa di komando dua kali, dokter Puji segera memeriksa kembali jalan lahir Lintang. Siapa tahu bayinya memang sudah siap lahir.

"Hampir sempurna Bu, pembukaannya. Mau di temani suami?" tawar dokter Puji. Lintang tentu saja mengangguk. Ia ingin melahirkan di temani Rama, ayah dari calon anaknya.

Dengan segera, dokter Puji memanggil Rama yang ada di depan ruang bersalin.

"Dengan suami pasien?" panggil dokter Puji dengan melongokkan kepala dari pintu yang ia buka separuhnya.

"Saya, dokter" sahut Rama sembari  mendekat.

"Silakan masuk pak, Bu Lintang sudah siap melahirkan" ucap dokter Puji.

"Baik, dokter" sahut Rama.

Sebelum masuk ia berbalik arah, di mana keluarganya dan keluarga mertuanya ada di sana. Ia menyalami satu persatu orang yang ada di sana. Entahlah, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dan ia ingin melepaskan itu semua. Terakhir kali, ia mencium Rafkha yang ada dalam gendongan mama mertuanya.

"Kakak, doakan bunda lancar lahirannya, ya? Biar kakak bisa lihat adek lahir ke dunia. Papa sayang sama kamu, nak" bisik Rama di atas kepala anaknya yang tengah tertidur pulas.

Setelahnya, ia segera masuk ke ruang bersalin karena Lintang sudah siap melahirkan.

Sampai di dalam, ia melihat istrinya itu sudah nampak siap dengan posisinya. Ia segera mendekat untuk memberikan semangat. Di kecupnya penuh sayang kening yang sudah banjir peluh itu. Dengan lembut ia menyeka peluh itu dengan tangannya sendiri.

"Mulas, mas" keluh Lintang untuk menetralisir rasa sakit dan gugup.

"Iya. Kamu yang sabar ya? Semangat, semoga adiknya kak Rafkha lahir dengan selamat" sahut Rama.

"Bersiap ya, Bu? Pembukaan sudah lengkap. Ikuti instruksi saya!" titah sang dokter.

Bersama dokter dan di temani beberapa perawat, serta Rama yang setia menggenggam tangannya. Selang tiga puluh menit kemudian, seorang bayi laki-laki berhasil Lintang lahirkan dengan selamat.

Tangis haru Lintang dan Rama pecah, ketika mendengar suara tangis anak mereka untuk yang pertama kali. Rama bahkan tak henti-hentinya mencium kening dan wajah istrinya, sebagai luapan atas buncahan rasa bahagia.

"Mau di adzankan sekarang, pak?"

"Iya, dokter"

Rama dengan segera menerima bayinya yang sudah berbedong itu ke dalam dekapannya. Dengan sangat hati-hati ia menimang putranya sembari ia adzankan. Rasa haru kembali menyeruak di dada Rama. Air mata bahagia menjadi puncaknya, ketika ia selesai melantunkan kalimat-kalimat suci itu.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang