25. Olahraga Jantung

1.6K 139 3
                                    

Hai, assalamualaikum semua..

Apa kabar?

Semoga sehat ya?

Udah sepekan lebih aja ya? Aku nggak muncul..

Aku kira, apa yang kurang ya?

Eh ternyata, kekuranganku adalah tidak menyapa kalian..

Eeaaakk..

Oke deh, selamat membaca..

❌❌❌

Tiga Minggu kemudian

Jam dinding di ruang tamu rumah Devi menunjukkan pukul 08.00 pagi. Namun, si empunya rumah belum tampak keluar dari kamar. Hanya mbok Wati yang wara-wiri sedari tadi pagi buta.

Asisten rumah tangga itu nampak sudah merampungkan beberapa pekerjaan. Memasak, mencuci, mengepel, semua sudah selesai. Hanya tinggal menjemur baju sebentar lagi.

Saat ini mbok Wati tengah berbelanja sayuran di tukang sayur keliling, langganan di komplek perumahan itu.
Setelah membayar apa yang di beli, mbok Wati bergegas masuk kembali ke dalam rumah.

Suara derum mobil yang masuk ke halaman rumah majikannya, mengurungkan langkah kaki mbok Wati yang nyaris mencapai pintu.

Perempuan itu berbalik untuk menyambut tamu yang datang sepagi ini ke rumah Devi, majikannya.

Seorang lelaki yang sudah mbok Wati  kenal, keluar dari dalam mobil. Sesosok lelaki yang beberapa bulan lalu, sempat mengantarkan majikannya pulang dari tempat kerja. Lelaki ceria, yang pagi ini terlihat gagah dan tampan dalam balutan pakaian semi formal.

Sadar dari lamunannya, mbok Wati segera mempersilakan tamunya masuk.

"Ah, mas yang itu ya? Mari mas, silakan duduk"

"Terima kasih, mbok. Bu Devi nya ada?" tanya Diky setelah mendudukkan diri di kursi yang ada di teras rumah.

"Ada mas, mbak Devi masih di dalem. Maaf mas, udah ada janji mau pergi?" tanya mbok Wati memastikan

"Emm, janji sih nggak mbok. Cuman ya, tiga Minggu lalu saya ngajakin Bu Devi buat berangkat bareng ke acara reuni kampus. Kebetulan, dulunya kami pernah di kampus yang sama" jawab Diky menjelaskan.

"Oh, begitu? Ya udah mas, mbok ke dalam dulu, panggilin mbak Devi nya"

Meninggalkan Diky di teras, mbok Wati beranjak masuk untuk memanggil Devi.

    Sementara itu, di dalam kamarnya, Devi tengah bersiap-siap. Saat ini ia tengah mengikat rambut panjangnya. Dress panjang berwarna hijau toska dengan bagian bawah sedikit mengembang, menjadi pilihannya kali ini. Tak lupa ia pakai jaket denim sebagai pelengkapnya. Anting dan kalung mutiara, flatshoes, serta tas selempang berwarna putih, menjadi pemanisnya.

Tak lupa ia poleskan lipstik berwarna maroon di bibirnya. Juga jepitan rambut kecil, ia selipkan di kepala bagian kiri. Setelahnya, ia berjalan keluar kamarnya.

Ketika ia membuka pintu, di depan kamarnya berdiri mbok Wati dengan posisi tangan seperti hendak mengetuk pintu.

"Eehhh, mbak Devi" sapa mbok Wati sembari menurunkan tangannya yang mengambang di udara.

"Ada apa, mbok?" tanya Devi sembari tersenyum.

"Itu mbak, di depan ada mas yang waktu itu nganterin mbak pas lagi sakit itu" lapor mbok Wati tanpa menyertakan nama sang tamu.

"Diky mbok, namanya Diky. Ya udah mbok, Devi pamit pergi dengan Diky ya? Devi ada acara reuni kampus. Mbok hati-hati di rumah, kalau bosan sendirian bisa main ke tetangga" pamit dan pesan Devi.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang