59. Bagaimana, Kalau?...

1.7K 163 9
                                    


Kalau apa, hayoooo🤭🤭🤭

Cuss, selamat membaca deh!🤗🤗🤗

❌❌❌

Waktu berjalan dengan cepat. Hari yang awalnya siang, kini telah berubah malam. Suasana di kediaman papa Zakaria juga mulai sepi. Tinggal beberapa saudara yang bertahan di sana, untuk membantu membereskan sisa acara akad Devi dan Diky tadi pagi.

Danial sang kakak sepupu, yang biasanya tak terpisahkan dengan Devi. Kali ini tidak bisa tinggal lebih lama, karena ia juga harus mempersiapkan pernikahannya sepekan lagi. Ia juga akan menjalani masa pingitan yang di mulai esok hari.

Di ruang tamu yang telah bersih dari printilan acara, tengah berkumpul Diky, Deni, papa Zakaria, juga beberapa saudara dan tetangga lelaki sang kepala keluarga. Mereka tengah memainkan kartu, sebagai selingan tradisi ketika ada sebuah acara berlangsung.

Mereka bermain sangat seru, tanpa memperhatikan wajah sang pengantin yang berubah-ubah ekspresinya.

Andita dan mama Rumi yang datang membawa kopi dan cemilan dari dapur, menyadari riak wajah keluarga baru mereka. Mama Rumi lantas menegur sang suami agar mengizinkan menantunya meninggalkan ruang tamu.

"Pa, biarin menantunya istirahat dong! Kasihan, kayak udah capek gitu" ucap mama pada papa Zakaria, seraya menyodorkan kopi.

"Eh iya, nak. Kamu istirahat aja dulu, langsung ke kamar Devi ya? Kamu seperti kurang tidur sih, emang"

"Iya pa, ma kasih. Diky pamit masuk dulu ya, semuanya" pamit Diky dengan wajah sayu karena menahan kantuk.

"Silakan. Langsung gaspol aja dek, buka segel!" celetuk Deni yang di sambut tawa ringan orang-orang yang ada di sana.

"Abang, ngomongnya lho" tegur sang mama, membuat sang sulung seketika diam karena takut terkena Omelan ibunda ratu.

Tanpa menghiraukan lagi obrolan tidak jelas para lelaki, Diky masuk ke dalam lalu naik ke lantai atas menuju kamar sang istri. Badannya sudah terlalu lelah untuk memikirkan apa yang terjadi setelah ini.

Sampailah ia di lantai dua di depan sebuah kamar yang pintunya bercat hijau. Menurut petunjuk mama mertuanya, itu lah kamar sang istri. Pintunya di cat sesuai warna kesukaan si bungsu.

Hendak menyentuh gagang pintu, tiba-tiba gugup melandanya. Ayo lah, ia memang lelaki matang dan tidak sekali jatuh cinta. Tapi, memiliki istri adalah kali pertama. Membayangkan satu ruangan bersama perempuan, membuat bulu kuduknya meremang.

Ia yang melamun tidak menyadari jika sang mama datang menghampirinya. Beliau yang datang membawakan segelas susu, merasa heran dengan tingkah menantunya itu.

"Lho, kok belum masuk?" tanya mama yang membuat Diky terlonjak kaget. Lelaki itu memutar badan menghadap mama.

"Duh, mau bilang malu sebenernya tapi, jujur ma, Diky gugup yang mau masuk" sahut Diky setengah berbisik, mama tersenyum memaklumi.

Beliau lantas mengulurkan gelas yang berisi susu tersebut pada menantunya.

"Ini susu, minta tolong kasih ke istrimu, ya? Sekalian bisa jadi alasan supaya grogi kamu berkurang" ucap mama tersenyum lembut.

"Iya ma"

"Oke, mama tinggal ke bawah dulu ya? Kamu segera istirahat, muka kamu udah nggak banget" canda mama membuat Diky tersenyum tipis.

Mama pun benar-benar berlalu meninggalkan dirinya sendiri. Dengan menepis gugup yang tak berkesudahan, Diky memberanikan diri masuk ke kamar sang istri dengan terlebih dahulu mengetuk pintunya. Merasa mendapat izin dari dalam, Diky membuka pintu dan masuk ke dalam kamar itu. Tak lupa ia mengunci pintu tinggi menjulang tersebut.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang