24. Masih Ada Debaran Tak Tahu Malu

1.9K 147 6
                                    


Devi baru saja keluar ruangan UGD, bertepatan dengan kedatangan serombongan keluarga Rama dan keluarga Lintang dari mushalla. Devi belum menyadari, jika beberapa orang sedang tercekat menatap ke arahnya.

Devi terlihat mencari sesuatu di tas selempangnya. Suara seseorang yang amat sangat ia kenali, berhasil menembus pendengarannya serta menghentikan kegiatannya dari mencari suatu benda dalam tas selempangnya itu.

"Apa kabar?" tanya Rama sembari mendekat.

"Baik" jawabnya singkat, dengan suara yang ia buat senormal mungkin.

Tak bisa munafik, benteng yang sudah susah payah ia bangun, perlahan terkikis kembali hanya dengan melihat wajah Rama. Wajah yang ia rindukan. Wajah yang membuatnya kehilangan banyak malam-malam panjang, karena ia lebih sering gagal tidur ketika sunyi malam datang.

Bukan hanya Rama, wajah mantan kedua mertua juga kedua iparnya ada di sana. Melihat wajah-wajah itu, kilasan kenangan di meja hijau berputaran di ingatannya.

"Mbak Devi, terima kasih atas pertolongannya untuk anakku. Aku nggak bisa bayangin jika tadi nggak ketemu sama mbak" ucap Lintang teramat tulus.

"Iya. Terima kasih banyak atas kebaikan kamu untuk jagoan kecil saya" sela Rama.

"Sama-sama" sahutnya singkat dengan mata berembun, jika sekali kedip saja, sudah di pastikan air mata itu akan menitik di pipinya.

"Baju kamu kok banyak darah?" celetuk Rama yang akhirnya menyadari keadaan baju Lintang yang tertempel bercak darah.

"Nggak apa-apa, ada sedikit insiden tadi. Wah, mbak Lintang hamil ya? Udah berapa bulan?" tanya Devi pada Lintang, untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya mbak, alhamdulillah. Calon adeknya Rafkha masuk enam bulan usianya" ucap Lintang sumringah.

Kebahagiaan Lintang, sukses menampar kembali sisi waras seorang Devi. Ia dengan sekuat tenaga mengendalikan diri, di depan semua orang. Termasuk di depan mertua mantan suaminya, yang mungkin belum paham siapa dirinya.

"Wah, selamat ya, mbak? Semoga sehat, lancar sampai lahiran. Boleh Devi pegang bentar mbak, dedeknya?" izin Devi tiba-tiba. Entahlah, ia ingin sekali menyentuh perut buncit milik  Lintang.

Setelah mendapat anggukan dari Lintang, Devi mendekat. Dengan perlahan ia arahkan tangannya untuk menyentuh perut Lintang, yang di dalamnya bersemayam janin dari orang yang masih ia cintai.

Hatinya kian terluka, perasaannya campur aduk, ketika tangannya berhasil mengelus pelan perut mantan pegawainya itu. Kecewa di dadanya kian menganga.

Apa yang di lakukan Devi, membuat sepenuhnya perhatian orang terarah padanya. Terlebih mama Nur, yang sebenarnya ingin menghambur memeluk mantan menantunya. Wanita itu akhirnya sadar, jika mantan menantunya itu teramat mencintai putranya.

Setetes air mata jatuh, dari wanita yang telah melahirkan Rama itu. Seiring dengan Devi, yang mendongakkan wajah ke atas, demi mencegah air matanya menetes.

"Devi pamit pulang ya, mbak? Sepertinya mbok Wati udah nunggu di rumah. Semoga kakaknya dedek segera sembuh" pamit dan do'a Devi.

Setelahnya, wanita itu pergi dari sana tanpa menoleh pada keluarga Rama dan Lintang. Bibirnya sudah terlalu kelu untuk sekedar mengucapkan 'halo'.

Devi semakin mempercepat jalannya, agar bisa segera sampai di mobil. Ia ingin menumpahkan air matanya di sana.

Matanya yang buram karena genangan air mata, membuat titik fokus pandangannya buyar. Ia tidak sadar jika di dekat mobilnya, ada orang yang sedang menunggunya. Ketika akan membuka pintu, kepalanya membentur tubuh seseorang.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang